Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 99 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PEMAKAMAN Bab 99
"Bella...?" tanya
Jacob, suaranya gelisah. Aku mengeluarkan wajahku dari balik tangan dan melihat
Jacob ragu-ragu di ambang pintu dapur; ternyata ia belum pergi seperti yang
kukira. Setelah melihat tetes-tetes bening berkilauan di tanganku, barulah aku
sadar bahwa aku menangis. Ekspresi tenang Jacob kini lenyap; wajahnya cemas dan
tak yakin. Ia bergegas kembali dan berdiri di depanku, menunduk sehingga
matanya dekat sekali dengan mataku.
"Aku melakukannya lagi,
ya?"
"Melakukan apa?"
tanyaku, suaraku pecah,
"Melanggar janjiku. Maaf."
"Tidak apa-apa," gumamku.
"Kali ini penyebabnya aku sendiri." Wajah
Jake berkerut-kerut.
"Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadap mereka.
Seharusnya aku tidak kaget lagi." Aku bisa melihat perubahan di matanya.
Ingin rasanya aku menjelaskan bagaimana Alice sesungguhnya, untuk melindunginya
dari penghakiman Jacob, tapi seolah-olah ada yang mengingatkanku bahwa sekarang
belum waktunya menjelaskan hal itu.
Maka aku hanya bisa berkata,
"Maaf," sekali lagi.
"Bagaimana kalau kita
tidak usah mempermasalahkannya lagi, oke? Dia hanya berkunjung, kan? Dia akan
pergi, dan keadaan akan kembali normal."
"Tidak bisakah aku
berteman dengan kalian berdua sekaligus?" tanyaku, suaraku tak mampu
menyembunyikan kepedihan yang kurasakan. Jacob menggeleng lambat-lambat.
"Tidak, kurasa tidak
bisa."
Aku mengisap ingus dan
memandangi kakinya yang besar.
"Tapi kau mau menungguku,
kan? Kau akan tetap menjadi temanku, walaupun aku juga menyayangi Alice?"
Aku tidak mendongak, takut
melihat pikiran
Jacob berkaitan dengan kalimat
terakhirku tadi. Jacob tidak langsung menjawab, jadi mungkin ada benarnya aku
tidak melihat tadi.
"Yeah, aku akan selalu
menjadi temanmu," katanya parau.
"Tak peduli siapa pun yang
kausayangi."
“Janji?”
“Janji.” Aku bisa merasakan
lengan Jacob meliukku, dan aku bersandar di dadanya, masih terisak-isak.
“Menyebalkan.”
"Yeah.” Kemudian Jacob
mengendusi rambutku dan berseru,
“Hueek.”
“Apa!” sergahku. Aku mendongak
dan melihat hidung Jacob mengernyit lagi.
"Mengapa semua orang
bersikap begitu padaku? Aku kan tidak bau!” Jacob tersenyum sedikit.
"Ya. kau bau—baumu seperti
mereka. Hah. Terlalu manis—manis memuakkan. Dan... dingin. Membakar
hidungku."
"Sungguh?" Aneh.
Bau Alice wangi sekali. Bagi
manusia, setidaknya.
"Tapi kalau begitu,
mengapa Alice juga menganggapku bau sekali?" Senyum Jacob langsung lenyap.
"Hah. Mungkin baginya
bauku juga tidak terlalu enak. Hah."
"Well, bau kalian baik-baik saja menurutku." Aku meletakkan
kepalaku di dadanya lagi.
Aku akan sangat kehilangan
Jacob kalau dia pergi meninggalkanku nanti. Seperti makan buah simalakama
saja—di satu sisi aku ingin Alice tetap di sini selamanya. Aku bisa mati—secara
metaforis—bila dia meninggalkanku. Tapi bagaimana aku bisa tahan hidup tanpa
bertemu Jacob? Benar-benar kacau,
pikirku lagi.
“Aku pasti akan
merindukanmu," bisik Jacob, menyuarakan pikiranku.
"Setiap menit.
Mudahmudahan sebentar lagi dia pergi."
"Tidak harus seperti itu,
Jake." Jacob mendesah.
"Tidak, memang harus
begitu, Bella. Kau... sayang padanya. Jadi lebih baik bila aku tidak
dekat-dekat dengannya. Aku tidak yakin akan cukup bisa mengendalikan diri untuk
menghadapinya. Sam pasti marah kalau aku melanggar kesepakatan, dan–"
nadanya berubah
sarkastis—"mungkin kau juga tidak suka kalau aku membunuh temanmu.”
Aku terkejut mendengar
perkataannya, tapi Jacob justru semakin mempererat lengannya, menolak
melepaskanku.
"Tidak ada gunanya
menghindari kebenaran. Memang begitulah keadaannya, Bells."
“Aku tidak suka keadaannya seperti itu." Jacob membebaskan satu
tangan sehingga bisa mengangkat daguku dengan tangan cokelatnya yang besar dan
memaksaku menatapnya.
"Yeah. Lebih mudah dulu,
ketika kita masih sama-sama manusia, ya?"
Aku mendesah.
Kami saling memandang lama
sekali. Tangannya panas membara di kulitku. Di wajahku, aku tahu tidak
tergambar emosi apa pun kecuali kesedihan sendu—aku tidak ingin mengucapkan
selamat berpisah sekarang, meski hanya sebentar. Mulanya wajah Jacob
merefleksikan wajahku, namun ketika kami sama-sama tak mengalihkan pandangan,
ekspresinya berubah.
Ia melepaskanku, mengangkat tangannya yang lain untuk
membelai pipiku dengan ujung-ujung jari, terus hingga ke dagu. Aku bisa
merasakan jari-jarinya bergetar—kali ini bukan karena marah. Ia menaruh telapak
tangannya ke pipiku, sehingga wajahku terperangkap oleh kedua tangannya yang
panas membara.
"Bella," bisiknya.
Aku membeku.
Tidak! Aku belum mengambil
keputusan tentang ini. Entah apakah aku mampu melakukannya, dan sekarang aku
sedang tak bisa berpikir. Tapi sungguh tolol jika aku mengira menolaknya
sekarang takkan menghasilkan konsekuensi apaapa.
Aku membalas tatapannya. Ia
bukan Jacob-ku. tapi ia bisa menjadi milikku. Wajahnya sangat kukenal dan
kusayang. Dalam begitu banyak hal, aku memang mencintainya. Ia penghiburku,
pelabuhanku yang aman.
Sekarang mi, aku bisa memilih
untuk menjadikannya milikku. Alice memang sekarang kembali, tapi itu tidak
mengubah apa-apa. Cinta sejari telah hilang selama-lamanya. Sang pangeran
takkan pernah kembali untuk mengecupku dan membangunkanku dari tidur yang
panjang.
Lagi pula, aku juga bukan
seorang putri. Jadi apa protokol cerita dongeng untuk ciuman-ciuman lain?
Ciuman sepele yang tidak memusnahkan mantra? Mungkin
akan mudah—seperti menggenggam tangannya atau dirangkul olehnya. Mungkin akan
terasa menyenangkan. Mungkin tidak akan terasa seperti pengkhianatan.
Lagi pula, memangnya aku mengkhianati siapa? Hanya
diriku. Sambil tetap menatap mataku, Jacob mulai mendekatkan wajahnya ke
wajahku. Tapi aku masih belum bisa memutuskan.
Dering telepon membuat kami
sama-sama melompat kaget, namun tidak membuyarkan konsentrasi Jacob. Ia menarik
tangannya dari bawah daguku dan menyambar gagang telepon, tapi sambil tetap
memegang pipiku dengan tangannya yang lain.
Matanya yang gelap tak beralih
sedikit pun dari mataku. Pikiranku terlalu kacau untuk bisa bereaksi, bahkan
mengambil kesempatan dari gangguan yang mendadak itu.
"Kediaman keluarga
Swan," jawab Jacob, suara seraknya rendah dan dalam Seseorang menyahut,
dan sikap Jacob sertamerta berubah. Ia menegakkan badan, dan tangannya terjatuh
dari wajahku.
Matanya langsung berubah datar,
wajahnya kosong, dan aku berani mempertaruhkan sisa dana kuliahku yang tidak
seberapa bahwa yang menelepon itu pasti Alice.
Kesadaranku pulih dan tanganku
terulur, meminta telepon. Jacob tak menggubrisku.
"Dia tidak ada di
sini," jawab Jacob, dan katakatanya bernada garang.
Orang yang menelepon itu mengatakan sesuatu,
sepertinya meminta tambahan informasi, karena Jacob menambahkan dengan sikap
enggan,
"Dia sedang menghadiri pemakaman." Lalu
Jacob menutup telepon.
"Dasar pengisap darah kurang ajar,"
gerutunya pelan. Ia kembali menunjukkan wajah yang seperti topeng getir itu.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PEMAKAMAN Bab 99
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PEMAKAMAN Bab 99
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: