Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 98 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PEMAKAMAN Bab 98
18. PEMAKAMAN
AKU berlari cepat menuruni tangga dan menyentakkan
pintu, membukanya.
Yang datang Jacob, tentu saja.
Walaupun "buta", Alice tidak bodoh.
Ia berdiri nyaris dua meter
dari pintu, hidungnya mengernyit tidak suka, tapi wajahnya tenang— seperti
topeng. Meski begitu aku tidak termakan oleh sikapnya yang sok tenang; aku bisa
melihat kedua tangannya gemetar pelan.
Amarah menjalari tubuhnya. Hal
itu membuatku teringat pada siang tak menyenangkan ketika ia lebih memilih Sam
ketimbang aku, dan aku merasakan daguku terangkat dengan sikap defensif sebagai
respons.
Rabbit milik Jacob menunggu dengan
mesin menyala di pinggir jalan, bersama Jared di balik kemudi dan Embry di
kursi penumpang. Aku paham maksudnya: mereka takut membiarkan Jacob datang ke
sini sendirian. Itu membuatku sedih, sekaligus agak jengkel. Keluarga Cullen
tidak seperti itu.
“Hai,” sapaku akhirnya ketika
Jarob tak juga bicara.
Jake mengerucutkan bibir, masih
berdiri agak jauh dari pintu. Matanya menyapu bagian depan rumah. Aku
menggertakkan gigi.
"Dia tidak di sini. Kau
membutuhkan sesuatu?" Jacob ragu-ragu.
"Kau sendirian?"
"Ya." Aku mendesah.
"Boleh aku bicara sebentar
denganmu?"
"Tentu saja
boleh, Jacob. Silakan masuk."
Jacob menoleh memandangi
teman-temannya di mobil. Kulihat Embry menggeleng sedikit. Entah mengapa, itu
membuatku jengkel bukan main. Rahangku kembali terkatup rapat.
"Pengecut,” gumamku pelan.
Mata Jacob beralih lagi padaku,
alisnya yang hitam tebal berkerut marah di atas matanya yang menjorok masuk.
Rahangnya mengeras, dan ia berjalan mengentak-entakkan kaki—tidak ada istilah
lain untuk melukiskan caranya berjalan— menghampiriku dan merangsek melewatiku
masuk ke rumah.
Aku menatap Jared dan kemudian
Embry dulu— aku tidak suka cara mereka menatapku tajam seperti itu; apakah
mereka benar-benar mengira aku akan membiarkan Jacob dilukai?—sebelum menutup
pintu di depan hidung mereka. Jacob berdiri di ruang depan di belakangku,
memandangi onggokan selimut di ruang tamu.
"Pesta menginap nih?"
tanyanya, nadanya sinis.
"Yeah," jawabku, sama
ketusnya.
“Aku tidak suka melihat Jacob
bertingkah seperti ini. "Memangnya kenapa?”
Jacob mengernyitkan hidungnya
lagi, seperti mencium suatu yang tidak menyenangkan.
"Mana ‘teman’-mu?” Aku
bisa mendengar tanda kutip dalam suaranya.
“Ada beberapa hal yang harus dia kerjakan. Dengar,
Jacob, apa maumu?”
Ada sesuatu di ruangan ini yang
kelihatannya membuat Jacob gelisah—kedua lengannya yang panjang bergetar. Ia
tidak menjawab pertanyaanku. Ia malah beranjak ke dapur, matanya jelalatan. Aku
mengikutinya. Ia mondar-mandir di depan konter dapur yang pendek.
"Hei." seruku,
menghalanginya. Jacob berhenti mondar-mandir dan menunduk memandangiku.
"Apa masalahmu?"
"Aku tidak suka harus
datang ke sini"
Ucapannya menyinggung
perasaanku. Aku meringis, dan mata Jacob terpejam.
"Kalau begitu sayang sekali
kau harus datang," gerutuku.
"Mengapa tidak langsung
saja kausampaikan apa yang perlu kausampaikan supaya kau bisa pergi?"
“Aku hanya perlu mengajukan
beberapa pertanyaan padamu. Tidak butuh waktu lama. Kami harus segera kembali
untuk menghadiri pemakaman."
"Oke. Tanyakan saja"
Aku mungkin terlalu berlebihan dalam menunjukkan sikap bermusuhan, tapi aku
tidak mau Jacob melihat betapa menyakitkannya ini bagiku. Aku tahu aku tidak
bersikap adil. Bagaimanapun, aku lebih memilih si pengisap darah ketimbang dia semalam.
Aku menyakitinya lebih dulu.
Jacob menghela napas dalam-dalam, dan jarijarinya yang
gemetar mendadak diam. Wajahnya mulai tenang seperti topeng.
“Salah satu anggota keluarga
Cullen menginap di sini bersamamu," ujarnya.
“Benar. Alice Cullen."
Jacob mengangguk khidmat.
"Berapa lama dia akan
berada di sini?"
"Selama yang dia
inginkan." Nadaku masih menantang.
"Rumah ini terbuka
baginya."
"Menurutmu bisakah kau...
tolong...menjelaskan padanya tentang yang lain itu— Victoria?"
Wajahku memucat.
"Aku sudah bercerita
padanya." Jacob mengangguk.
"Kau perlu tahu bahwa kami
hanya bisa mengawasi wilayah kami sendiri dengan adanya seorang anggota
keluarga Cullen di sini. Kau baru akan aman bila berada di La Push. Aku tidak
bisa lagi melindungimu di sini."
"Oke," sahutku, suara
nyaris tak terdengar. Jacob memalingkan wajah, memandang ke luar jendela. Ia
tidak melanjutkan kata-katanya.
"Itu saja?"
Dengan mata tetap tertuju ke
jendela, Jacob menjawab,
"Satu pertanyaan
lagi." Aku menunggu, tapi ia tidak bicara juga.
"Ya?" desakku
akhirnya.
"Apakah yang lain-lain juga akan kembali ke sini
sekarang?" tanyanya, suaranya pelan dan tenang.
Mengingatkanku pada pembawaan Sam yang selalu tenang.
Semakin hari Jacob semakin mirip Sam... aku heran sendiri mengapa itu membuatku
merasa sangat terganggu.
Sekarang akulah yang diam saja. Jacob menoleh dan memandangi wajahku dengan
mata menyelidik.
"Well?" tanyanya.
Susah payah ia berusaha
menutupi ketegangan di balik ekspresinya yang tenang.
"Tidak," jawabku
akhirnya. Dengan enggan.
"Mereka tidak akan
kembali." Ekspresinya tidak berubah.
"Oke. Itu saja”. Kutatap
dia dengan garang, kejengkelanku kembali membara.”Well, sekarang kau bisa pergi. Katakan pada Sam monster-monster
mengerikan itu tidak kembali untuk menyerang kalian.”
“Oke,” ulang Jacob, tetap
tenang. Sepertinya perkataanku itu menyinggung perasaannya. Jacob cepat keluar
dari dapur. Aku menunggu mendengar bunyi pintu depan dibuka, tapi tidak
terdengar apa-apa. aku bisa mendengar detak jarum jam di atas kompor, dan dalam
hati aku mengagumi kemampuan Jacob bergerak tanpa suara.
Benar-benar kacau. Bagaimana
mungkin aku bisa membuatnya menjauh dariku dalam waktu begitu singkat?
Apakah ia akan memaafkanku bila Alice sudah pergi
nanti? Bagaimana kalau ia tidak memaafkanku?
Aku bersandar lemas ke konter
dan mengubur wajahku dengan kedua tangan. Bagaimana aku bisa mengacaukan
semuanya? Tapi apa lagi yang bisa kulakukan yang mungkin membuahkan hasil
berbeda? Bahkan saat menoleh ke belakang, aku tak bisa memikirkan cara lain
yang lebih baik, tindakan lain yang sempurna.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PEMAKAMAN Bab 98
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PEMAKAMAN Bab 98
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.