Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 95 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TAMU Bab 95
"Tidak bisakah kau tinggal
dulu di sini?" pintaku.
"Please? Sebentar saja. Aku sangat rindu padamu." Suaraku
pecah.
"Kalau menurutmu itu ide
bagus" Matanya terlihat tidak senang. .
"Menurutku itu ide bagus.
Kau bisa menginap di sini – Charlie pasti senang sekali."
"Aku kan punya rumah,
Bella"
Aku mengangguk, kecewa tapi
tidak menyerah.
Alice ragu-ragu, mengamanku.
"Well aku kan perlu mengambil baju ganti, paling tidak."
Aku memeluknya. "Alice, kau
baik sekali!"
"Dan kurasa aku harus
berburu. Segera," imbuhnya kaku.
"Uups" Aku langsung
mundur selangkah.
"Kau bisa kan, menghindari
masalah satu jam saja?" tanyanya skeptis.
Kemudian, sebelum aku sempat
menjawab, Alice mengacungkan satu jari dan memejamkan mata. Wajahnya datar dan
kosong selama beberapa detik. Kemudian matanya terbuka dan ia menjawab
pertanyaannya sendiri.
"Ya, kau akan baik-baik
saja. Setidaknya malam ini." Ia meringis. Bahkan saat mengernyit seperti
itu, ia masih terlihat seperti malaikat.
"Nanti kau kembali, kan?" tanyaku, suaraku
kecil.
"Aku janji—satu jam."
Kulirik jam di meja dapur.
Alice tertawa dan mencondongkan tubuh cepat-cepat untuk mengecup pipiku. Detik
berikutnya ia sudah pergi. Aku menarik napas dalam-dalam.
Alice akan kembali. Tiba-tiba
aku merasa jauh lebih enak. Banyak sekali yang harus kulakukan untuk
menyibukkan diri sambil menunggu. Mandi jelas jadi prioritas pertama. Sambil
menanggalkan pakaian, aku mengendusi bahuku, tapi tidak bisa mencium bau apa
pun kecuali bau garam dan rumput laut.
Aku jadi penasaran apa maksud
Alice mengatakan tubuhku bau sekali. Setelah tubuhku bersih, aku kembali ke
dapur. Tidak terlihat tanda-tanda Charlie sudah makan, jadi mungkin ia lapar
jika pulang nanti. Aku bergumam tanpa nada sambil menyibukkan diri di dapur.
Sementara kaserol hari Kamis
kemarin sedang dipanaskan di microwave,
aku memasang seprai di sofa dan meletakkan bantal tua. Alice tidak
membutuhkannya, tapi Charlie perlu melihatnya. Aku berhati-hati untuk tidak
mengawasi jam dinding. Tak ada alasan untuk panik; Alice sudah berjanji.
Aku tergesa-gesa menghabiskan makananku tanpa
merasakannya—yang kurasakan hanya perih saat makanan meluncur di tenggorokanku
yang luka. Kebanyakan aku haus; pasti ada setengah galon air laut yang terminum
olehku. Tingginya kadar garam dalam tubuhku membuatku dehidrasi.
Aku beranjak untuk mencoba
nonton TV sambil menunggu.
Ternyata Alice sudah di sana,
duduk di tempat tidurnya yang telah kusiapkan. Matanya bagaikan butterscotch cair. Ia tersenyum dan
menepuknepuk bantal.
"Trims."
"Kau datang lebih
awal," seruku, gembira.
Aku duduk di sebelahnya dan
menyandarkan kepalaku di bahunya. Ia melingkarkan lengannya yang dingin di
bahuku dan mendesah.
"Bella. Harus kami apakan
kau?"
"Entahlah," aku
mengakui.
"Aku benar-benar sudah
berusaha sekuat tenaga."
“Aku percaya padamu." Lalu
kami terdiam
"Apakah—apakah
dia..." Aku menghela napas dalam-dalam.
Lebih sulit menyebut namanya
dengan suara keras, walaupun aku bisa memikirkannya sekarang.
"Apakah Edward tahu kau di
sini?" Aku tidak tahan untuk tidak bertanya. Bagaimanapun, itu
kepedihanku. Aku akan membereskannya setelah Alice pergi nanti, aku berjanji
pada diriku sendiri, dan merasa mual memikirkannya.
"Tidak." Hanya ada
satu kemungkinan bahwa itu benar.
"Dia tidak sedang bersama Carlisle dan
Esme?"
"Dia datang beberapa bulan sekali."
"Oh." Kalau begitu ia
pasti masih sibuk menikmati hal-hal lain yang bisa mengalihkan pikirannya. Aku
memfokuskan rasa ingin tahuku pada topik lain yang lebih aman.
"Kauhilang tadi kau
terbang ke sini... Kau datang dari mana?"
"Aku sedang di Denali.
Mengunjungi keluarga Tanya."
"Apakah Jasper ada di
sini? Dia datang bersamamu?"
Alice menggeleng.
"Dia tidak suka aku ikut
campur. Kami sudah berjanji..." Suaranya menghilang, kemudian nadanya
berubah.
"Menurutmu Charlie tidak
keberatan aku datang ke sini?" tanyanya, terdengar waswas.
"Charlie menganggapmu baik
sekali, Alice"
"Well, sebentar lagi kita akan tahu." Benar saja, beberapa
detik kemudian aku mendengar suara mobil memasuki halaman. Aku melompat dan
bergegas membukakan pintu.
Charlie tersaruk-saruk pelan
meniti jalan, matanya tertuju ke tanah dan bahunya terkulai. Aku
menghampirinya; ia bahkan tidak melihatku sampai aku memeluk pinggangnya. Ia
membalas pelukanku dengan sepenuh hati.
“Aku ikut sedih mendengar
tentang Harry, Dad"
"Aku akan sangat
kehilangan dia," gumam Charlie.
"Bagaimana keadaan Sue?"
"Dia seperti orang
linglung, seperti belum bisa mencernanya. Sam menemaninya sekarang..."
Volume suaranya hilang-timbul.
"Kasihan anakanak itu.
Leah hanya setahun lebih tua daripada kau, sementara Seth baru empat
belas..." Charlie menggeleng-gelengkan kepala.
Sambil tetap merangkulku,
Charlie berjalan lagi menuju pintu.
"Em, Dad?" Kupikir
lebih baik aku mengingatkannya dulu.
"Dad pasti tidak akan
menyangka siapa yang sedang di sini sekarang." Charlie menatapku kosong.
Kepalanya menoleh dan melihat
Mercedez yang diparkir di seberang jalan, cahaya lampu teras terpantul di
bodinya yang dicat hitam mengilat. Sebelum ia sempat bereaksi, Alice sudah
berdiri di ambang pintu.
"Hai, Charlie,"
sapanya pelan.
"Maaf aku datang pada saat
yang sangat tidak tepat."
"Alice Cullen?"
Charlie memicingkan mata, memandangi sosok mungil di depannya, seolaholah
meragukan matanya sendiri.
"Alice, benarkah itu
kau?"
"Ini memang aku,"
Alice membenarkan.
"Kebetulan aku sedang
berada di sekitar sini."
"Apakah Carlisle...?"
“Tidak, aku sendirian."
Baik Alice maupun aku tahu bukan Carlisle sebenarnya
yang ingin ditanyakan Charlie. Lengannya mencengkeram bahuku lebih erat.
"Dia boleh menginap di
sini, kan?" pintaku. "Aku sudah memintanya."
"Tentu saja," jawab
Charlie datar. "Kami senang menerimamu di sini, Alice."
"Terima kasih, Charlie. Aku
tahu waktunya sangat tidak tepat."
"Tidak, tidak apa-apa,
sungguh. Aku akan sangat sibuk melakukan apa yang bisa kulakukan untuk keluarga
Harry; aku senang ada yang menemani Bella."
"Makan malam sudah siap di
meja, Dad," aku memberi tahu ayahku.
"Trims, Bell" Ia
meremas bahuku sekali lagi sebelum tersaruk-saruk ke dapur.
Alice kembali ke sofa, dan aku
mengikutinya.
Kali ini dialah yang merangkul
bahuku.
"Kau kelihatan
capek."
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TAMU Bab 95
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TAMU Bab 95 ?
keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya.
Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan
mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.