Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 93 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TAMU Bab 93
17. TAMU
DIAM tak bergerak dan putih,
dengan mata hitam besar terpaku di wajahku, tamuku menunggu, bergeming di
tengah ruang depan, cantik luar biasa.
Sesaat lututku gemetar, dan aku
nyaris rubuh. Detik berikutnya aku menghambur menghampirinya.
"Alice, oh, Alice!" pekikku, menubruknya.
Aku lupa betapa kerasnya tubuh Alice; rasanya seperti menabrak dinding semen.
"Bella?" Suara Alice lega bercampur bingung.
Aku memeluknya erat-erat, terengah-engah karena
berusaha menghirup sebanyak mungkin aroma kulitnya. Baunya lain dari yang
lain—bukan beraroma bunga ataupun rempah-rempah, juga bukan wangi jeruk ataupun
musk.
Tak satu parfum pun di dunia ini yang bisa
menandinginya. Ingatanku tidak bisa mengingatnya dengan tepat. Aku tidak sadar
saat napasku yang terengahengah berubah menjadi sesuatu yang lain – aku baru
sadar bahwa aku menangis tersedu-sedu ketika Alice menyeretku ke sofa ruang
tamu dan menarikku ke pangkuannya.
Rasanya seperti meringkuk dalam pelukan patung baru,
tapi lekukan tubuh patung batu itu pas benar dengan bentuk tubuhku. Alice
mengusap-usap punggungku dengan lembut, menungguku menguasai diri kembali.
"Aku... maafkan aku,"
isakku.
"Aku hanya... sangat
bahagia... bertemu denganmu!"
"Sudahlah, Bella. Semua
baik-baik saja."
"Ya," isakku. Dan,
kali ini, sepertinya memang begitu.
Alice mendesah.
"Aku sudah lupa betapa
emosionalnya kau," katanya, nadanya terdengar tidak suka.
Aku mendongak dan memandangnya
dari selasela air mataku. Leher Alice tegang, menjauhiku, bibirnya terkatup
rapat. Matanya hitam kelam.
"Oh" aku mengembuskan
napas, menyadari masalahnya. Alice haus. Dan aromaku menggoda. Sudah lama
sekali aku tak pernah lagi memikirkan hal semacam itu.
"Maaf."
"Ini salahku sendiri. Sudah lama sekali aku tidak
berburu. Seharusnya aku tidak membiarkan diriku sehaus itu. Tapi aku
terburu-buru hari ini." Tatapannya yang diarahkan padaku sangat garang.
"Omong-omong, maukah kau menjelaskan padaku
bagaimana caranya sampai kau masih hidup?" Pertanyaan ini membuatku kaget
dan langsung menghentikan sedu-sedanku.
Aku langsung menyadari apa yang terjadi, dan mengapa
Alice datang ke sini.
Aku menelan ludah dengan suara
keras.
"Kau melihatku
jatuh."
"Tidak," sergah
Alice, matanya menyipit.
"Aku melihatmu melompat.”
Aku mengerucutkan bibir sambil
berusaha memikirkan penjelasan yang tidak terdengar sinting.
Alice menggelengkan kepala.
"Sudah kubilang padanya
ini bakal terjadi, tapi dia tidak percaya padaku. 'Bella sudah berjanji,” Alice
menirukan suara Edward dengan sangat sempurna hingga membuatku membeku shock saat kepedihan merobek tubuhku.
"Jangan mencoba melihat
masa depannya juga," sambung Alice, masih mengutip kata-kata Edward.
"Kita sudah cukup
membuatnya menderita.”
"Tapi meski tidak mencari, bukan berarti aku
tidak melihat," lanjut Alice.
"Aku bukannya mengawasimu, sumpah, Bella. Hanya
saja sudah terjalin hubungan batin denganmu, jadi... waktu aku melihatmu
melompat, tanpa pikir panjang aku langsung naik pesawat. Aku tahu pasti sudah
terlambat, tapi aku tidak bisa tidak melakukan apa-apa. Kemudian aku sampai di
sini, berpikir mungkin aku bisa membantu Charlie, dan tahutahu kau datang."
Alice menggeleng-gelengkan kepala, kali ini karena bingung.
Suaranya tegang. "Aku melihatmu tercebur ke air
dan aku menunggu dan menunggumu muncul kembali, tapi kau tidak keluar-keluar
juga. Apa yang terjadi? Dan tega benar kau berbuat begitu kepada Charlie? Pernahkah
kau berhenti sejenak untuk memikirkan dampaknya bagi dia? Dan bagi kakakku? Apa
kau pernah berpikir apa yang Edward—"
Aku langsung memotongnya saat
itu juga, begitu mendengarnya menyebut nama Edward. Tadi kubiarkan saja dia
nyerocos, bahkan setelah aku sadar dia salah paham, hanya untuk mendengar
suaranya yang bagaikan denting lonceng merdu itu. Tapi sekarang sudah saatnya
menyela.
"Alice, aku bukan mau
bunuh diri.” Alice menatapku ragu.
"Jadi maksudmu, kau tidak
terjun dari tebing?"
"Bukan, tapi..." aku
meringis.
"Itu kulakukan hanya untuk
bersenang-senang." Ekspresinya mengeras.
"Aku pernah
melihat teman-teman Jacob terjun dari tebing," sergahku.
"Kelihatannya...
asyik, dan aku sedang bosan..." Ia menunggu.
"Aku tidak mengira badai
akan memengaruhi arus air. Sebenarnya, aku bahkan tidak memikirkan air sama
sekali."
Alice tidak percaya begitu
saja. Kentara sekali ia masih mengira aku mencoba bunuh diri. Kuputuskan untuk
mengalihkan pikirannya.
“Jadi kalau kau melihatku
terjun, mengapa kau tidak melihat Jacob?”
Alice menelengkan kepalanya ke satu sisi, perhatiannya
terusik.
Aku melanjutkan.
"Memang benar aku mungkin
sudah tenggelam seandainya Jacob tidak melompat menyusulku. Well, oke, bukan mungkin lagi. Tapi
untunglah dia menyusulku, dan dia menarikku ke permukaan, dan kurasa dia
menyeretku ke pantai, walaupun saat itu aku pingsan jadi tidak tahu apaapa. Aku
tidak mungkin tenggelam lebih dari satu menit sebelum dia menyambarku.
Bagaimana kau bisa tidak melihatnya?"
Kening Alice berkerut bingung.
"Ada orang yang menarikmu
keluar?"
"Ya. Jacob menyelamatkan
aku."
Kutatap Alice dengan sikap
ingin tahu sementara berbagai emosi berkecamuk di wajahnya. Ia merasa terganggu
oleh sesuatu—visinya yang tidak sempurna? Tapi aku tak yakin. Kemudian ia
mencondongkan tubuh dan mengendus bahuku.
Aku langsung mengejang.
"Jangan konyol,"
kecamnya, mengendusiku lagi.
"Kau sedang apa?"
Alice mengabaikan pertanyaanku.
"Siapa yang bersamamu
barusan? Kedengarannya kalian tadi bertengkar."
"Jacob Black. Dia... sahabatku,
begitulah. Setidaknya, dulu..." Ingatanku melayang pada wajah Jacob yang
marah dan merasa dikhianati, bertanya-tanya dalam hati apa statusnya bagiku
sekarang.
Alice mengangguk, sepertinya sibuk memikirkan hal
lain.
"Apa?"
"Entahlah," tukasnya.
"Aku tak yakin itu berarti
apa."
"Well, aku tidak tewas, setidaknya."
Alice memutar bola matanya.
“Sungguh tolol Edward, mengira
kau bisa bertahan hidup sendirian. Belum pernah kulihat orang yang begitu mudah
tersangkut pada hal-hal tolol yang mengancam nyawa."
"Aku bertahan kok,"
tegasku.
Alice memikirkan hal lain.
"Jadi, kalau arus air
terlalu kuat bagimu, bagaimana Jacob ini bisa menolongmu?"
"Jacob itu... kuat"
Alice mendengar keengganan dalam
suaraku, dan alisnya terangkat.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TAMU Bab 93
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TAMU Bab 93 ?
keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.