Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 92 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PARIS Bab 92
Wajah Jacob mengeras saat aku
memandanginya, membentuk topeng getir yang kusangka sudah lenyap untuk
selamanya. Tepat sebelum topeng iu menutupi wajahnya, aku sempat menangkap
kejang pengkhianatan berkelebat dari matanya.
Kedua tangannya masih gemetar.
Ia tampak sepuluh tahun lebih tua daripadaku. Ia menarik napas dalam-dalam.
"Kau yakin itu bukan tipuan?”
“Itu bukan tipuan. Itu
Carlisle. Antar aku kembali!"
Guncangan hebat melanda bahunya
yang lebar, tapi matanya datar dan tanpa emosi. "Tidak."
"Jake, tidak
apa-apa—"
"Tidak. Pulanglah sendiri,
Bella." Suara Jacob terdengar bagai tamparan – aku tersentak saat suaranya
menghantamku. Dagunya mengejang dan mengendur.
"Begini, Bella,"
sambungnya dengan suara sama kerasnya.
"Aku tidak bisa kembali ke
sana. Ada kesepakatan atau tidak, itu musuhku yang ada di dalam sana."
"Tidak seperti itu—"
"Aku harus segera memberi tahu Sam. Ini mengubah
semuanya. Kami tidak boleh tertangkap saat ada dalam teritorial mereka."
"Jake, ini bukan perang!"
Jacob tak menggubris
kata-kataku. Dia memasukkan gigi netral lalu melompat keluar dari pintu,
membiarkan mesin tetap menyala.
"Bye, Bella," serunya
sambil menoleh sebentar.
"Aku benar-benar berharap
kau tidak mati." Ia berlari kencang menembus kegelapan, tubuhnya bergetar
sangat hebat hingga sosoknya terlihat kabur; ia sudah lenyap sebelum aku sempat
membuka mulut untuk memanggilnya kembali.
Rasa bersalah membuatku
terhenyak sebentar.
Apa yang kulakukan pada Jacob?
Tapi rasa bersalah tak mampu menahanku terlalu lama.
Aku bergeser ke kursi sebelah
dan memasukkan gigi. Kedua tanganku getaran, sama seperti tangan Jake tadi, dan
aku harus berkonsentrasi penuh.
Lalu dengan hati-hati aku
memutar truk dan membawanya lagi ke rumahku. Gelap gulita setelah aku mematikan
lampu mobil.
Charlie begitu tergesa-gesa
berangkat hingga lupa menyalakan lampu teras. Sejenak aku sempat ragu, memandangi
rumah itu, muram disaput bayang-bayang. Bagaimana kalau ternyata memang tipuan?
Kupandangi lagi mobil hitam itu, nyaris tak terlihat
di gelap malam. Tidak. Aku kenal mobil itu. Meski begitu, tetap saja tanganku
gemetar, bahkan lebih hebat daripada sebelumnya, saat aku meraih kunci di atas
pintu. Saat memegang kenop pintu untuk membuka kuncinya, kenop terputar
dengan mudah dalam genggamanku.
Kubiarkan pintu terbentang lebar. Ruang depan gelap pekat. Aku ingin menyerukan
sapaan, tapi tenggorokanku kelewat kering. Sepertinya aku tak mampu menarik
napas.
Aku maju selangkah memasuki
rumah dan meraba-raba mencari tombol lampu. Hitam pekat— seperti air hitam
tadi... Mana sih tombol lampu? Sama seperti air yang hitam tadi, dengan api
Jingga menyala menjilat-jilat di atasnya, meski itu tidak mungkin.
Tidak mungkin itu kobaran api,
tapi kalau begitu apa...? Jari-jariku menyusuri dinding, masih mencari-cari,
masih gemetar... Tiba-tiba sesuatu yang dikatakan Jacob sore tadi bergema dalam
pikiranku, akhirnya otakku bisa juga mencernanya...
Dia kabur ke arah laut—lebih menguntungkan bagi para pengisap darah itu
di sana. Itulah sebabnya aku langsung bergegas pulang—aku takut dia akan
menduluiku berenang ke sini.
Tanganku mengejang saat masih
mencari tombol lampu, sekujur tubuhku membeku kaku, saat aku sadar mengapa aku
mengenali warna Jingga aneh di air itu.
Rambut Victoria, berkibar-kibar
liar tertiup
angin, warnanya seperti api...
bersamaku dan Jacob. Apa jadinya kalau tidak ada San, kalau kami hanya
berdua...? Aku tak mampu bernapas ataupun bergerak.
Lampu menyala, meski tanganku yang membeku tidak juga
berhasil menemukan tombol lampu.
Aku mengerjap-ngerjapkan mata, silau oleh lampu yang
tiba-tiba menyala, dan melihat seseorang di sana, menungguku.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PARIS Bab 92
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PARIS Bab 92 ?
keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: