Sunday, March 13, 2022

Bab 90 Novel Twilight (NEW MOON) – PARIS - Baca Di Sini

Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight (New Moon) Bab 90 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight – PARIS Bab 90

Seandainya Romeo benar-benar pergi, tak pernah kembali lagi, adakah bedanya seandainya Juliet menerima tawaran Paris atau tidak? Mungkin seharusnya Juliet mencoba mengais kembali kepingan-kepingan hidupnya yang masih tersisa. Mungkin itulah hal yang paling mendekati kebahagiaan yang bisa diraihnya.

Aku mendesah, lalu mengerang saat desahan itu menggesek tenggorokanku. Aku terlalu jauh menghayati kisah itu. Romeo takkan mungkin berubah pikiran. Itulah sebabnya orang-orang masih mengenang namanya, selalu dikaitkan dengan nama kekasihnya: Romeo dan Juliet.

Itulah sebabnya kisah itu indah.

"Juliet dicampakkan dan akhirnya bersanding dengan Paris" tidak akan pernah menjadi hit.

Aku memejamkan mata dan kembali terlena, membiarkan pikiranku berkelana meninggalkan drama tolol yang tak i kupikirkan lagi. Aku malah memikirkan kenyataan—bagaimana aku terjun dari tebing serta bagaimana itu merupakan kesalahan yang sangat tolol.

Dan bukan hanya lompat tebing, tapi juga sepeda motor dan ulahku yang tidak bertanggung jawab, yang ingin menjadi seperti Evel Knievel. Bagaimana kalau sesuatu yang buruk menimpaku? Apa akibatnya bagi Charlie? Serangan jantung yang menimpa Harry mendadak menempatkan segala sesuatu ke dalam perspektif yang benar. Perspektif yang tak ingin kulihat, karena—bila aku mengakui kebenarannya—itu berarti aku harus mengubah cara-caraku. Bisakah aku hidup seperti itu?

Mungkin. Itu takkan mudah; faktanya, justru akan sangat menyedihkan jika aku harus mengenyahkan halusinasiku dan berusaha bersikap dewasa. Tapi mungkin sebaiknya aku melakukannya. Dan mungkin aku bisa. Kalau ada Jacob.

Aku tidak bisa memutuskannya sekarang. Itu terlalu menyakitkan. Lebih baik aku memikirkan hal lain saja.

Bayangan-bayangan dari ulah cerobohku sore tadi berkecamuk dalam pikiranku sementara aku mencoba membayangkan hal yang menyenangkan untuk dipikirkan... desir angin saat aku jatuh, air yang hitam pekat, tarikan arus... wajah Edward... aku memikirkannya lama sekali.

Tangan Jacob yang hangat memukul-mukul punggungku, berusaha membuatku kembali bernapas... tetesan hujan yang tajam yang dicurahkan awan-awan ungu... api aneh di antara ombak... Ada sesuatu yang familier tentang secercah warna di air itu.

Novel Twilight (NEW MOON)


Tentu saja itu tak mungkin api— Pikiranku terputus oleh suara ban mobil melindas lumpur dijalan di luar Kudengar mobil itu berhenti di depan rumah, disusul kemudian dengan suara pintu-pintu dibuka dan ditutup. Terpikir olehku untuk bangkit dan duduk, tapi kemudian mengurungkan niatku.

Mudah saja mengenali suara Billy. namun tidak seperti biasa, ia berbicara dengan nada sangat rendah, hingga hanya terdengar seperti gumaman serak.

Pintu terbuka, lampu menyala. Aku mengerjapngerjapkan mata, buta sesaat. Jake tersentak bangun, terkesiap dan melompat berdiri.

"Maaf," geram Billy.

"Kami membangunkan kalian, ya?"

Pelan-pelan mataku terfokus pada wajahnya, kemudian, begitu bisa membaca ekspresinya, air mataku langsung merebak.

"Oh, tidak, Billy!" erangku.

Billy mengangguk pelan, ekspresinya keras oleh dukacita. Jake bergegas menghampiri ayahnya dan meraih satu tangannya. Kesedihan membuat wajahnya tiba-tiba terlihat seperti anak kecil— tampak aneh di tubuhnya yang dewasa.

Sam berdiri tepat di belakang Billy, mendorong kursi rodanya melewati pintu. Pembawaan normalnya yang tenang tak terlihat di wajahnya yang pilu.

"Aku ikut sedih," bisikku. Billy mengangguk.

"Semua merasa kehilangan."

"Mana Charlie?"

"Ayahmu masih di rumah sakit bersama Sue. Banyak... yang harus diurus."

Aku menelan ludah susah payah.

"Sebaiknya aku segera kembali ke sana," gumam Sam, lalu cepat-cepat merunduk keluar dari pintu. Billy menarik tangannya dari genggaman Jacob, lalu menggelindingkan kursi rodanya melintasi dapur menuju kamarnya.

Jake mengawasi kepergiannya sebentar, lalu duduk lagi di lantai di sampingku. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kugosok-gosok bahunya, berharap tahu harus bilang apa. Lama kemudian baru Jacob meraih tanganku dan menempelkannya di wajah.

“Bagaimana perasaanmu? Kau baik-baik saja? Mungkin seharusnya aku membawamu ke dokter atau sebangsanya." Jacob mendesah.

"Tak perlu mencemaskan aku," kataku parau. Ia berpaling menatapku.

Ada lingkaran merah di matanya.

"Kau kelihatan payah."

"Aku memang agak kepayahan."

"Aku akan mengambil trukmu kemudian mengantarmu pulang—mungkin sebaiknya kau sudah di rumah kalau Charlie pulang nanti."

"Benar.”

Aku berbaring lunglai di sofa sambil menunggu. Billy tinggal di dalam kamar. Aku risi karena keberadaanku mengganggu tuan rumah yang ingin menyendiri dalam dukacitanya. Tak lama kemudian Jake kembali. Raungan mesin trukku memecah keheningan sebelum aku mengharapkannya.

Tanpa berkata apa-apa Jacob membantuku berdiri dari sofa, merangkul pundakku ketika hawa dingin di luar membuat tubuhku menggigil Tanpa bertanya lagi ia langsung duduk di balik kemudi, kemudian mendekapku rapat-rapat di sampingnya. Aku membaringkan kepalaku di dadanya.

“Bagaimana caramu pulang nanti?" tanyaku.

"Aku tidak akan pulang. Kami kan belum berhasil menangkap si pengisap darah itu, ingat?" Tubuhku bergidik, bukan karena kedinginan.

Sesudah itu kami lebih banyak berdiam diri. Hawa dingin membuatku terjaga. Pikiranku awas, dan otakku bekerja sangat keras dan sangat cepat. Bagaimana seandainya? Tindakan tepat apa yang harus kulakukan?

Aku tak bisa membayangkan hidupku tanpa Jacob sekarang—berusaha membayangkannya saja sudah membuatku ngeri. Bagaimanapun, ia telah menjadi bagian esensial yang membuatku bertahan hidup. Tapi membiarkan keadaan seperti apa adanya... apakah itu kejam, seperti yang dituduhkan Mike?

Aku ingat pernah berharap Jacob itu saudara lelakiku. Aku sadar sekarang, yang kuinginkan sebenarnya adalah mengklaimnya sebagai milikku. Rasanya seperti bukan saudara bila ia memelukku seperti ini. Pelukannya menyenangkan—hangat, nyaman, dan familier. Aman. Jacob adalah pelabuhan yang aman.

Aku bisa mengklaimnya. Hal itu ada dalam jangkauanku.

Penutup Novel Twilight (New Moon) – PARIS Bab 90

Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PARIS Bab 90 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: