Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 85 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TEKANAN Bab 85
"Masuklah, Bella,"
seru Billy.
Billy duduk di meja dapur,
makan sereal dingin.
"Jake tidur?"
"Eh, tidak." Billy
meletakkan sendoknya, dan alisnya bertaut.
"Ada apa?" desakku.
Kentara sekali dari ekspresi Billy bahwa sesuatu telah terjadi.
"Embry, Jared, dan Paul
menemukan jejak baru pagi-pagi sekali tadi. Sam dan Jake berangkat untuk
membantu. Sam optimis—vampir perempuan itu terpojok di sisi pegunungan. Menurut
Sam, mereka punya peluang besar untuk mengakhirinya."
"Oh, tidak, Billy,"
bisikku.
"Oh, tidak." Billy
tertawa, dalam dan rendah.
"Sebegitu sukanya kau pada
La Push hingga ingin memperpanjang masa tahananmu di sini?"
"Jangan bercanda, Billy.
Ini terlalu mengerikan untuk dijadikan lelucon."
"Kau benar," Billy
sependapat, masih tersenyum. Mata tuanya mustahil dibaca.
"Yang satu ini sulit
ditaklukkan.” Aku menggigit bibir.
"Bagi mereka, ini tidak
seberbahaya yang kaukira. Sam tahu apa yang harus dilakukan. Kau hanya perlu
mengkhawatirkan dirimu sendiri. Vampir itu tidak berniat melawan mereka. Dia
hanya berusaha menghindari mereka... dan menemukanmu."
"Bagaimana Sam tahu apa
yang harus dia lakukan?" aku, menepiskan kekhawatiran Billv terhadap
keselamatanku.
“Mereka baru membunuh satu
vampir bisa jadi itu hanya keberuntungan.”
"Kami melaksanakan tugas
kami dengan sangat serius, Bella. Tak ada yang terlupa. Semua yang perlu mereka
ketahui sudah diwariskan secara turun-temurun selama beberapa generasi."
Keterangan itu tidak lantas
membuatku merasa lega seperti yang mungkin dimaksudkan Billy. Ingatan tentang
Victoria yang liar, garang, dan mematikan, terlalu kuat bercokol dalam
kepalaku. Kalau ia tidak bisa menghindari para werewolf, akhirnya ia akan berusaha menerobos pertahanan mereka.
Billy kembali menekuni
sarapannya; aku duduk di sofa dan memindah-mindahkan saluran televisi tanpa
berniat menonton. Tapi itu tidak lama. Aku mulai merasa terperangkap di ruangan
kecil itu, sesak, gelisah karena tak bisa melihat ke luar jendela-jendela yang
tertutup tirai.
"Aku akan ke pantai,”
kataku tiba-tiba kepada Billy, lalu bergegas ke pintu.
Berada di luar ternyata tak
banyak membantu. Awan-awan didorong ke bawah oleh beban yang tak kasatmata
hingga tidak membuat perasaan terperangkapku mereda. Anehnya, hutan terkesan
kosong saat aku berjalan menuju pantai.
Tak terlihat olehku satu hewan
pun—tidak ada burung, tidak ada tupai. Telingaku juga tidak mendengar kicauan
burung. Keheningan itu terasa mengerikan; bahkan desiran angin menerpa
pepohonan pun tidak ada.
Aku tahu semua itu hanya karena cuaca, namun tetap saja aku
gelisah Tekanan atmosfer yang berat dan panas bisa dirasakan bahkan oleh
pancaindra manusiaku yang lemah, dan hal itu menandakan bakal terjadinya badai
besar. Kondisi langit semakin menguatkan dugaanku; awan bergulunggulung hebat
padahal di daratan tak ada angin.
Awan terdekat berwarna abu-abu gelap, tapi di sela-selanya aku
bisa melihat lapisan awan lain yang berwarna ungu gelap. Langit memiliki
rencana yang sangat dahsyat hari ini. Semua hewan di hutan pasti sudah
berlindung. Begitu sampai di pantai, aku menyesal telah datang ke sini—aku muak
pada tempat ini. Hampir setiap hari aku datang ke sini, berkeliaran sendirian.
Apa bedanya dengan mimpi-mimpi burukku? Tapi mau ke mana lagi?
Aku terseokseok menghampiri driftwood,
lalu duduk di ujungnya supaya bisa bersandar di akarnya yang saling membelit.
Dengan muram aku menengadah ke langit yang murka, menunggu tetesan hujan
pertama memecah keheningan. Aku berusaha tidak memikirkan bahaya yang dihadapi
Jacob dan teman-temannya. Karena tidak ada apa-apa yang bisa menimpa Jacob.
Aku tak tahan memikirkannya. Aku sudah terlalu banyak
kehilangan—apakah takdir akan merenggut sedikit kedamaian yang masih tersisa?
Sepertinya itu tidak adil, tidak seimbang. Tapi mungkin aku telah melanggar
suatu aturan tak dikenal, melanggar
batas yang membuatku jadi
terkutuk. Mungkin salah melibatkan diri dengan mitos dan legenda, memunggungi
dunia manusia. Mungkin... Tidak. Tidak ada apa-apa yang akan menimpa Jacob. Aku
harus meyakini hal itu atau aku takkan bisa berfungsi.
"Argh!" Aku
mengerang, lalu melompat turun dari batang kayu. Aku tak sanggup duduk diam;
itu lebih parah daripada berjalan mondar-mandir. Sebenarnya aku sudah berharap
akan mendengar suara Edward pagi ini. Sepertinya itu satu-satunya hal yang
membuatku bisa bertahan melewati hari ini. Lubang di dadaku belakangan ini
mulai bernanah, seolah-olah membalas dendam untuk waktu-waktu ketika kehadiran
Jacob menjinakkannya. Bagian pinggirnya panas membara.
Ombak semakin menggelora saat aku berjalan, mulai
mengempas bebatuan, tapi tetap belum ada angin. Aku merasa ditekan oleh tekanan
badai. Segalanya berpusar-pusar di sekelilingku, tapi di tempatku berdiri,
udara diam tak bergerak.
Udara menghantar gelombang listrik ringan—aku bisa
merasakan rambutku bergemerisik. Di tengah laut, ombak lebih ganas daripada di
sepanjang tepi pantai. Kulihat gelombang menghantam garis tebing, menyemburkan
awan putih buih laut tinggi ke angkasa.
Tak ada gerakan di udara, meski awan bergolak semakin
cepat sekarang. Kelihatannya mengerikan—seolah-olah awan-awan itu bergerak
sendiri. Aku menggigil,
walaupun tahu itu hanya karena
tekanan udara yang sangat besar.
Tebing-tebing itu menjulang
bagaikan pisau hitam di langit yang murka. Saat memandanginya, ingatanku
melayang ke hari ketika Jacob bercerita tentang Sam dan ‘geng'-nya. Aku ingat
bagaimana cowok-cowok itu—para werewolf—melontarkan
diri ke angkasa.
Bagaimana tubuh-tubuh itu jatuh
dan berputar-putar ke bawah masih tergambar jelas dalam ingatanku. Aku
membayangkan perasaan bebas merdeka saat jatuh... Aku membayangkan bagaimana
suara Edward dalam pikiranku – marah, sehalus beledu, sempurna... Panas di
dadaku semakin menjadi-jadi.
Pasti ada cara untuk memuaskan
dahaga itu. Kepedihan di dadaku semakin lama semakin tak bisa ditolerir lagi.
Kupandangi tebing-tebing serta gelombang yang menghempas bebatuan.
Well mengapa tidak? Mengapa tidak memuaskannya saja sekarang? Jacob
sudah berjanji akan mengajakku melompat dan tebing, bukan? Hanya karena ia
tidak bisa menemaniku, bukan berarti aku harus melupakan kegiatan untuk
mengalihkan pikiran yang sangat kubutuhkan ini—semakin membutuhkannya karena
saat ini Jacob sedang mempertaruhkan nyawanya sendiri? Mempertaruhkannya. pada
intinya, demi aku.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TEKANAN Bab 85
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TEKANAN Bab
85 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: