Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 83 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TEKANAN Bab 83
Sam tak bisa menguasai amarahnya
satu detik saja... dan saat itu Emily terlalu dekat dengannya.
Dan sekarang, tak ada yang bisa
ia lakukan untuk memperbaikinya. Aku bisa mendengar pikiranpikiran Sam – aku
tahu bagaimana rasanya...
"Siapa sih yang ingin
menjadi mimpi buruk, menjadi monster?”
"Kemudian, melihat betapa
mudahnya aku melakukan semua itu, bahwa aku lebih hebat daripada mereka
semua—apakah itu berarti aku kurang manusia dibandingkan Embry atau Sam?
Kadang-kadang aku takut kehilangan diri sendiri."
"Apakah itu sulit?
Menemukan dirimu lagi?"
"Awalnya," jawab
Jacob.
"Butuh latihan untuk bisa
berubah-ubah. Tapi lebih mudah bagiku."
"Mengapa?" tanyaku
heran.
"Karena Ephraim Black
kakek ayahku, dan Quil Ateara kakek ibuku."
"Quil?" tanyaku
bingung.
"Kakek buyut Billy,"
Jacob menjelaskan.
"Quil yang kaukenal itu
sepupu jauhku."
“Tapi mengapa penting sekali
siapa kakek buyutmu?"
"Karena Ephraim dan Quil tergabung dalam kawanan
terakhir. Levi Uley anggota ketiga. Jadi aku mewarisinya dari kedua pihak. Aku
tidak mungkin bisa berkelit. Begitu juga Quil." Ekspresi Jacob muram.
"Bagian apa yang terbaik?"
tanyaku, berharap bisa membuatnya gembira.
"Bagian terbaik."
ujarnya, tiba tiba tersenyum lagi,
"adalah
kecepatannya."
"Lebih cepat daripada naik
motor?" Jacob mengangguk, antusias.
"Tak ada
tandingannya."
"Seberapa cepat kau
bisa...?"
"Berlari?" Jacob
menyelesaikan pertanyaanku.
"Lumayan cepat. Aku bisa
mengukurnya dengan apa, ya? Kami berhasil menangkap... siapa namanya? Laurent?
Aku yakin kau pasti bisa lebih memahami hal itu dibandingkan orang lain."
Itu benar. Aku tidak bisa
membayangkan hal itu—serigala berlari lebih cepat daripada vampir. Kalau
keluarga Cullen berlari, mereka semua jadi tak terlihat saking cepatnya.
“Nah, sekarang giliranmu
menjelaskan sesuatu yang tidak aku ketahui," kata Jacob.
"Sesuatu tentang vampir.
Bagaimana kau bisa tahan, berdekatan dengan mereka? Apakah kau tidak
takut?"
"Tidak," jawabku
tajam.
Nadaku membuatnya berpikir sebentar.
"Katakan, mengapa pengisap darahmu membunuh si
James itu?" tanyanya tiba-tiba.
"James mencoba membunuhku—dia menganggapnya
permainan. Dia kalah. Ingatkah kau musim semi lalu waktu aku masuk rumah sakit
di Phoenix?"
Jacob terkesiap kaget. "Dia
sudah sedekat itu?"
"Amat, sangat dekat."
Kuelus bekas lukaku. Jacob melihatnya, karena ia memegangi tangan yang
kugerakkan.
"Apa itu?" Ia mengganti
tangan, mengamati tangan kananku.
"Ini bekas lukamu yang aneh
itu, yang dingin." Diamatinya bekas itu lebih dekat, dengan pemahaman
baru, dan terkesiap.
“Ya, dugaanmu tepat,"
kataku.
"James menggigitku."
Mata Jacob membelalak, dan wajahnya berubah jadi kekuningan di balik
permukaannya yang cokelat kemerahan.
Tampaknya ia nyaris muntah.
"Tapi kalau dia
menggigitmu...? Bukankah seharusnya kau menjadi...?" Ia tersedak.
"Edward menyelamatkanku
dua kali," bisikku.
"Dia mengisap racun itu
dari dalam tubuhku—kau tahu kan, seperti mengisap bisa ular." Aku
mengejang saat kepedihan itu melesat menjalari pinggir lubang.
Tapi bukan aku satu-satunya
yang mengejang. Aku bisa merasakan tubuh Jacob bergetar di sampingku. Bahkan
mobil pun sampai berguncang-guncang.
"Hati-hati, Jake. Tenang. Tenangkan dirimu."
"Yeah," ia terengah-engah.
"Tenang." Ia menggoyangkan kepalanya ke
depan dan ke belakang dengan gerak cepat. Sejurus kemudian, hanya tangannya
yang bergoyang.
"Kau baik-baik saja?"
"Yeah, hampir. Ceritakan
hal lain. Beri sesuatu yang berbeda untuk dipikirkan."
"Apa yang ingin
kauketahui?"
"Entahlah." Jacob
memejamkan mata, berkonsentrasi,
"Tentang
kelebihan-kelebihan mereka. Apakah ada anggota keluarga Cullen lain yang
memiliki... bakat khusus? Misalnya membaca pikiran?"
Sejenak aku ragu. Rasanya ini
pertanyaan yang akan ditanyakan Jacob pada mata-mata, bukan temannya. Tapi apa
gunanya menyembunyikan apa yang kuketahui? Itu toh tidak berarti apa-apa lagi
sekarang, lagi pula itu bisa membantunya mengendalikan diri.
Maka aku pun cepat-cepat
berbicara, dengan bayangan wajah rusak Emily menghantui pikiran, dan bulu
kudukku meremang di kedua lenganku. Tak terbayangkan olehku bagaimana bila
serigala berbulu merah-cokelat itu mendadak muncul di dalam Rabbit ini—bisa-bisa
seluruh garasi ini porak-poranda bila Jacob berubah wujud sekarang.
"Jasper bisa... sedikit mengendalikan emosi
orang-orang di sekitarnya. Bukan dalam arti negatif, hanya menenangkan orang,
semacam itu. Mungkin itu akan sangat membantu Paul," aku menambahkan,
sedikit menyindir.
"Sementara Alice bisa melihat hal-hal yang akan
terjadi. Masa depan, begitulah, meski tidak persis benar. Hal-hal yang dia
lihat bisa berubah bila seseorang mengubah jalan yang sedang mereka
lalui..." Seperti waktu dia melihatku sekarat... dan dia melihatku menjadi
seperti mereka.
Dua hal yang ternyata tidak terjadi. Dan tidak akan
pernah terjadi. Kepalaku mulai pening—rasanya aku tak bisa mengisap cukup
banyak oksigen dari udara.
Tidak ada paru-paru. Jacob
sudah bisa menguasai diri sepenuhnya, tubuhnya diam tak bergerak di sampingku.
"Mengapa kau selalu
melakukan itu?" tanyanya. Ia menarik pelan satu lenganku, yang mendekap
dada, kemudian menyerah waktu aku bersikeras tak mau melepaskannya. Aku bahkan
tak sadar tanganku telah mendekap dada.
"Kau selalu berbuat begitu
setiap kali kau merasa sedih. Mengapa?"
"Sakit rasanya memikirkan
mereka," bisikku.
"Rasanya aku tak bisa
bernapas... seolah-olah aku pecah berkeping-keping..." Sungguh aneh betapa
banyaknya yang bisa kuungkapkan pada Jacob sekarang. Tak ada lagi rahasia di
antara kami. Jacob mengelus-elus rambutku.
"Sudahlah, Bella, sudahlah.
Aku tidak akan mengungkitnya lagi. Maafkan aku."
"Aku tidak apa-apa."
Aku terkesiap.
“Itu sudah biasa. Bukan
salahmu.”
"Benar-benar pasangan yang kacau ya, kita ini?”
sergah Jacob.
"Tak seorang pun di antara kita bisa
mempertahankan kondisi normal."
"Menyedihkan," aku
sependapat, masih belum bisa bernapas.
"Setidaknya kita masih
memiliki satu sama lain," kata Jacob, jelas-jelas merasa terhibur oleh
pemikiran itu.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TEKANAN Bab 83
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TEKANAN Bab
83 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: