Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 73 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PEMBUNUH Bab 73
Logis atau tidak aku terus saja
membayangkan wajahnya yang damai, berusaha menemukan jawaban, mencari cara
untuk melindunginya, sementara langit perlahan-lahan berubah warna menjadi
kelabu.
"Hai, Bella."
Suara Jacob datang dari
kegelapan dan membuatku kaget. Suaranya lirih, nyaris malumalu, tapi karena aku
mengira bakal mendengar kedatangannya dari suara batu-batu yang terinjak, tetap
saja suara itu membuatku kaget. Tampak olehku siluetnya membelakangi matahari
terbit— kelihatannya besar sekali.
"Jake?"
Jacob berdiri beberapa langkah
jauhnya, bergerak-gerak gelisah.
“Kata Billy kau datang mencariku—tidak
butuh waktu lama, kan? Sudah kukira kau pasti bisa menebaknya."
"Yeah, aku ingat ceritanya
sekarang," bisikku. Lama tidak terdengar apa-apa dan, walaupun masih
terlalu gelap untuk bisa melihat jelas, kulitku bagai tergelitik seolah-olah
mata Jacob mengamati wajahku lekat-lekat.
Pastilah sudah cukup terang
bagi Jacob untuk melihat ekspresiku, karena waktu ia bicara lagi, suaranya
mendadak berubah sinis.
"Kau toh bisa menelepon saja," sergahnya
kasar. Aku mengangguk.
"Memang." Jacob mulai mondar-mandir di atas
bebatuan. Kalau kubuka telingaku lebar-lebar, aku bisa mendengar suara langkah
kakinya menginjak bebatuan di balik debur ombak. Batu-batu berderak seperti
kastanyet di telingaku.
"Mengapa kau datang?" tuntutnya, tak
menghentikan langkah-langkahnya yang marah.
"Kupikir lebih baik kita
bertemu langsung."
Jacob mendengus. "Oh, jauh
lebih baik."
"Jacob, aku harus
memperingatkanmu—"
"Tentang para polisi hutan
dan pemburu?
Jangan khawatir. Kami sudah
tahu."
"Jangan khawatir?"
tuntutku tak percaya.
"Jake, mereka membawa
senapan! Mereka juga memasang perangkap dan menawarkan hadiah uang dan—"
"Kami bisa menjaga
diri," geramnya, masih terus mondar-mandir.
"Mereka takkan bisa
menangkap apa-apa. Mereka hanya membuat keadaan lebih sulit—sebentar lagi mereka
juga akan menghilang."
"Jake!" desisku.
“Apa? Memang kenyataannya
begitu kok." Wajahku pucat saking jijiknya.
"Bisa-bisanya kau...
merasa seperti itu? Kau kenal orang-orang ini. Charlie juga ikut!” Pikiran itu
membuat perutku mulas.
Langkah Jacob langsung berhenti.
"Apa lagi yang bisa kami lakukan?” semburnya.
Matahari mengubah awan-awan
menjadi merah muda keperakan di atas kami. Aku bisa melihat ekspresinya
sekarang; wajahnya marah, frustrasi, merasa dikhianati.
“Bisakah kau..., Well berusaha untuk tidak menjadi... werewolf?” aku menyarankan sambil
berbisik.
Jacob melontarkan kedua tangannya
ke udara.
"Kayak aku punya pilihan
saja!" teriaknya.
"Dan apa gunanya itu, kalau
kau justru khawatir orangorang akan menghilang?" “Aku tidak
mengerti."
Jacob menatapku garang, matanya
menyipit dan mulutnya terpilin membentuk seringai.
"Tahukah kau apa yang
membuatku sangat marah?” Aku terkejut melihat ekspresinya yang garang. Jacob
sepertinya menunggu jawaban, maka aku pun menggeleng.
"Kau ini benar-benar
munafik, Bella—lihat saja, kau duduk di sana, takut padaku! Apakah itu
adil?" Kedua tangannya gemetar oleh amarah.
"Munafik? Mengapa takut pada monster berarti aku munafik?"
“Ugh!” erang Jacob, menekankan tinjunya yang gemetar ke
pelipis dan memejamkan mata rapatrapat.
"Coba dengar omonganmu
sendiri!"
"Apa?"
Jacob berjalan dua langkah mendekatiku, mencondongkan
tubuh di atasku dan menatapku
berapi-api. "Well, aku menyesal aku tidak bisa
menjadi monster yang tepat untukmu,
Bella. Kurasa aku tidak sehebat si pengisap darah itu, bukan?''
Aku melompat berdiri dan balas
memandangnya dengan sorot berapi-api juga.
"Tidak, memang
tidak!" teriakku.
"Masalahnya bukan siapa
kau, tolol, tapi apa yang kaulakukan!"
"Apa artinya itu?"
raung Jacob, sekujur tubuhnya gemetar menahan marah. Aku kaget bukan kepalang
waktu mendadak terdengar suara Edward mewanti-wantiku.
"Berhati-hatilah,
Bella," suaranya yang selembut beledu mengingatkan.
"Jangan paksa dia. Kau
harus menenangkannya."
Bahkan suara di kepalaku
bersikap tidak masuk akal hari ini.
Tapi aku tetap menurutinya. Aku
rela melakukan apa saja demi suara itu. "Jacob," aku memohon,
mengubah nada suaraku jadi lembut dan datar.
"Apakah benarbenar perlu
membunuh orang, Jacob? Apakah tidak ada cara lain? Maksudku, kalau vampir bisa
mencari jalan lain untuk bertahan tanpa membunuh orang, masa kalian tidak bisa
mencobanya juga?"
Jacob tertegak kaget, seolah-olah kata-kataku tadi
menyetrum sekujur tubuhnya. Alisnya terangkat dan matanya membelalak lebar.
"Membunuh orang?" tuntutnya.
"Memangnya kaupikir kita
sedang membicarakan apa?"
Tubuh Jacob sudah tidak gemetar
lagi. Kini ia menatapku dengan sikap tak percaya bercampur harap-harap cemas.
"Kusangka kita sedang berbicara tentang perasaan jijikmu terhadap werewolf!”
"Tidak, Jake, bukan.
Masalahnya bukan karena kau... werewolf.
Itu bukan masalah,” aku berjanji padanya, dan aku tahu saat mengucapkan
katakata itu bahwa aku bersungguh-sungguh.
Aku benar-benar tak peduli bila
ia berubah menjadi werewolf—dia tetap
Jacob.
"Kalau kau bisa mencari
jalan untuk tidak melukai orang-orang... hanya itu yang aku tidak suka Mereka
tidak berdosa Jake, orang-orang seperti Charlie, dan aku tak mungkin menutup
mata sementara kau—" "Hanya itu? Sungguh?” Jacob menyela katakataku,
senyumnya merekah.
“Kau takut karena aku ini
pembunuh? Hanya itu alasanmu?"
"Apakah itu belum
cukup?" Tawa Jacob meledak.
"Jacob Black, ini sangat
tidak lucu!"
"Memang, memang,"
Jacob sependapat, masih terus terbahak bahak.
Ia melangkah lebar-lebar dan
meraup tubuhku, memelukku erat-erat.
"Kau
benar-benar sungguh-sungguh, tidak keberatan kalau aku bermetamorfosis menjadi
anjing raksasa?" tanyanya, suaranya terdengar bahagia di telingaku.
"Tidak," aku
terkesiap. "Tidak—bisa—napas— Jake!"
Jacob melepaskan pelukannya,
tapi meraih kedua tanganku.
"Aku bukan pembunuh,
Bella." Kutatap wajahnya dengan saksama, dan tampak jelas itu benar.
Perasaan lega meliputiku.
"Sungguh?" tanyaku.
"Sungguh," janji
Jacob dengan sikap khidmat.
Kuangkat kedua lenganku dan
kupeluk dia. Mengingatkanku pada hari pertama kami menjajal motor—tapi tubuhnya
lebih besar sekarang, dan aku merasa lebih seperti kanak-kanak. Seperti waktu
itu juga, ia membelai rambutku.
“Maaf aku mengataimu
munafik," Jacob meminta maaf.
"Maaf aku mengataimu
pembunuh." Jacob tertawa.
Sesuatu melintas dalam pikiranku saat itu, dan aku
melepas pelukanku supaya bisa menatap wajahnya. Alisku bertaut cemas.
"Bagaimana dengan Sam? Dan yang lain-lain?"
Jacob menggeleng, tersenyum seakan-akan beban berat terangkat dari bahunya.
"Tentu saja tidak. Tidak ingatkah kau bagaimana
kami menyebut diri kami?"
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PEMBUNUH Bab 73
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PEMBUNUH Bab
73 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: