Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 72 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PEMBUNUH Bab 72
13. PEMBUNUH
KALAU saja itu
orang lain dan bukan Jacob, pikirku pada diri sendiri, menggeleng-gelengkan
kepala saat melaju melintasi jalan raya yang membelah hutan menuju La Push.
Aku masih belum yakin aku
melakukan hal yang benar, tapi aku sudah berkompromi dengan diriku sendiri.
Aku tak bisa memaafkan apa yang
Jacob dan teman-temannya, kawanannya, lakukan. Sekarang aku mengerti maksud
perkataannya semalam— bahwa aku mungkin tidak ingin menemuinya lagi— dan bahwa
aku bisa meneleponnya seperti yang ia usulkan, tapi rasanya itu pengecut.
Setidaknya, aku harus bicara empat mata dengannya.
Akan kukatakan dengan tegas
padanya bahwa aku tak mungkin mengabaikan apa yang sedang terjadi. Aku tak
mungkin berteman dengan pembunuh tanpa mengatakan apa-apa, membiarkan
pembunuhan itu terus berlanjut... Itu berarti aku sama jahatnya dengan mereka.
Tapi aku tak bisa tidak mengingatkan dia juga.
Aku harus berbuat sebisaku
untuk melindunginya.
Kuhentikan trukku di depan rumah keluarga Black dengan
bibir terkatup rapat. Cukup sudah keterkejutanku menghadapi kenyataan sahabatku
werewolf.
Haruskah ia menjadi monster juga? Rumah itu gelap
gulita, tak tampak cahaya lampu di jendela-jendelanya, tapi aku tak peduli
kalaupun aku membangunkan mereka. Tinjuku menggedor-gedor pintu depan dengan
marah; gedorannya mengguncang dinding-dinding.
"Silakan masuk,” kudengar Billy berseru sejurus
kemudian, dan sebuah lampu menyala. Kuputar kenop pintu; ternyata tidak
terkunci. Billy bersandar di pintu dekat dapur yang kecil, di
bahunya tersampir mantel mandi,
ia belum duduk di kursi rodanya. Begitu melihat siapa yang datang matanya melebar
sedikit, kemudian wajahnya berubah kaku.
"Well, selamat pagi, Bella. Mengapa kau datang pagi-pagi buta
begini?"
"Hai, Billy. Aku perlu
bicara dengan Jake—di mana dia?"
"Ehm... kurang tahu
ya," dusta Billy, wajahnya tetap datar.
"Tahukah kau apa yang dilakukan
Charlie pagi ini?" tuntutku, muak melihatnya mengulur-ulur waktu.
"Haruskah aku tahu?"
"Dia dan setengah isi kota
turun ke hutan membawa senapan, memburu serigala-serigala raksasa."
Ekspresi Billy berubah, tapi kemudian datar lagi.
"Jadi aku ingin bicara dengan Jake mengenai hal
itu. kalau kau tidak keberatan," lanjutku.
Billy mengerucutkan bibirnya yang tebal.
"Aku berani bertaruh Jake pasti masih
tidur," kata Billy akhirnya, mengangguk ke lorong kecil di sebelah kamar
depan.
"Belakangan dia sering pulang larut malam. Anak
itu buruh istirahat—mungkin sebaiknya kau tidak membangunkan dia.”
"Sekarang giliranku," gumamku pelan sambil
berjalan menuju lorong. Billy mendesah.
Kamar Jacob yang kecil, yang
sebenarnya lebih mirip ruang penyimpanan baju, adalah satusatunya pintu di
lorong yang panjangnya tak sampai satu meter. Aku tidak repot-repot mengetuk.
Aku langsung membuka pintunya;
pintu itu membentur dinding dengan suara keras. Jacob—masih mengenakan celana
olahraga hitam yang dipotong pendek seperti semalam— berbaring diagonal di
ranjang dobel yang mengisi seluruh ruangan dan hanya menyisakan beberapa
sentimeter saja di sisi-sisinya. Bahkan dalam posisi miring tempat tidur itu
masih kurang panjang; kaki Jacob tergantung di satu sisi dan kepalanya di sisi
lain.
Ia tidur nyenyak, mendengkur
pelan dengan mulut terbuka. Bahkan suara pintu membentur dinding tidak
membuatnya tersentak. Wajahnya damai dalam tidur yang nyenyak, semua
garis-garis amarah lenyap.
Ada lingkaran di bawah mata
yang tidak kusadari sebelumnya. Meski ukuran tubuhnya sangat besar, ia kini
tampak sangat muda, dan sangat letih. Perasaan iba mengguncang hatiku.
Aku keluar lagi dan menutup
pintu dengan suara pelan.
Billy memandangiku dengan sorot
ingin tahu dan waspada saat aku berjalan lambat-lambat kembali ke ruang depan.
"Sebaiknya kubiarkan saja dia tidur
sebentar." Billy mengangguk, kemudian kami berpandangan beberapa saat. Aku
ingin sekali menanyakan apa pendapat Billy tentang hal ini.
Apa pendapatnya tentang
perubahan yang dialami putranya? Tapi aku tahu ia mendukung Sam sejak awal,
jadi Kupikir pembunuhan-pembunuhan itu pasti tidak berarti apa-apa baginya.
Bagaimana ia membenarkan hal ku pada dirinya sendiri, aku tak bisa
membayangkan.
Aku juga melihat banyak
pertanyaan berkecamuk di matanya yang gelap, tapi ia juga tidak menyuarakannya.
"Begini saja,"
kataku, memecah keheningan yang sangat terasa. “Aku akan pergi ke pantai
sebentar. Kalau dia bangun, tolong katakan padanya aku menunggunya, oke?"
"Tentu, tentu," Billy
menyanggupi. Aku ragu apakah Billy benar-benar akan menyampaikan pesanku. Well, kalaupun tidak, aku sudah
berusaha, kan?
Aku mengendarai trukku ke First
Beach dan memarkirnya di lapangan tanah yang kosong. Hari masih gelap—subuh
muram menjelang pagi yang berawan—dan waktu mematikan lampu truk aku nyaris tak
bisa melihat apa-apa.
Aku harus membiasakan mataku
dulu sebelum bisa menemukan jalan setapak yang membelah ilalang tinggi. Udara
di sini lebih dingin, angin bertiup menerpa air yang hitam, dan kujejalkan
kedua tanganku dalam-dalam ke saku jaket musim dinginku. Setidaknya hujan sudah
berhenti. Aku berjalan menyusuri tepi pantai ke arah tembok laut sebelah utara.
Tidak tampak Pulau St. James
maupun pulau-pulau lain, hanya bentukTiraikasih bentuk samar nun jauh di sana.
Aku berjalan hatihati meniti karang, mewaspadai driftwood yang mungkin bisa membuatku tersandung.
Aku menemukan apa yang kucari
sebelum menyadari aku mencarinya. Benda itu muncul dari kegelapan setelah
jaraknya hanya tinggal beberapa meter: sebatang driftwood panjang seputih tulang yang terdampar jauh ke karang.
Akar-akarnya terpilin ke atas
dan mengarah ke lautan, bagaikan ratusan tentakel rapuh. Aku tak yakin apakah
itu pohon yang sama tempat Jacob dan aku mengobrol untuk pertama
kalinya—obrolan yang mengawali begitu banyak benang kusut dalam hidupku—tapi
sepertinya lokasinya sama. Aku duduk di tempatku duduk dulu, dan memandang
lautan yang tak kelihatan.
Melihat Jacob seperti itu—lugu
dan rapuh dalam tidurnya—telah mengenyahkan semua perasaan jijikku, melenyapkan
semua amarahku. Aku masih tetap tak bisa menutup mata pada apa yang terjadi,
seperti yang tampaknya dilakukan Billy tapi aku juga tak bisa menghakimi Jacob
atas perbuatannya itu. Itulah yang namanya sayang.
Saat kau menyayangi seseorang
mustahil bersikap logis mengenai mereka. Jacob tetap temanku, terlepas dari
apakah ia membunuh orang atau tidak. Dan aku tak tahu harus bagaimana
menghadapi hal itu.
Saat membayangkan Jacob tidur begitu damai, aku merasakan
dorongan yang sangat kuat untuk melindunginya.
Sungguh tidak logis.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PEMBUNUH Bab 72
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PEMBUNUH Bab
72 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: