Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 65 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – SEKTE Bab 65
Mulutku masih terus menganga
lebar.
"Sudah kubilang kau pasti
tidak ingin mendengarnya," tukas Jacob.
"Aku tidak mengerti siapa
yang kaumaksud," bisikku.
Jacob mengangkat sebelah alis dengan sikap tak
percaya.
"Menurutku kau justru sangat mengerti siapa yang
kumaksud. Kau tidak menyuruhku mengucapkan namanya, kan? Aku tidak mau
menyakitimu."
“Aku tidak mengerti siapa yang
kaumaksud," ulangku seperti robot.
"Keluarga Cullen,”
jawabnya lambat-lambat, mengulur-ulur kata itu, mengamati wajahku saat
mengucapkannya.
"Aku tahu itu—aku bisa
melihat di matamu apa akibatnya bila aku menyebut nama mereka."
Aku menggeleng-gelengkan kepala,
berusaha menyangkal sekaligus menjernihkan pikiran pada saat bersamaan.
Bagaimana ia bisa mengetahui hal ini? Dan apa hubungan semua itu dengan sekte
Sam? Apakah mereka sekelompok pembenci vampir? Apa gunanya membentuk kelompok
semacam itu bila tidak ada lagi vampir yang tinggal di Forks? Mengapa Jacob
justru mulai memercayai cerita-cerita tentang keluarga Cullen sekarang, setelah
bukti kehadiran mereka sudah lama lenyap, tidak akan pernah kembali lagi? Lama
sekali baru aku menemukan jawaban yang tepat.
"Jangan katakan sekarang
kau percaya pada cerita-cerita takhayul Billy," kataku dengan sikap
mengejek yang tidak terlalu meyakinkan. "Ternyata dia lebih banyak tahu
daripada yang kukira."
"Bersikaplah serius,
Jacob."
Jacob menatapku garang, sorot matanya mengkritik.
"Terlepas dari soal
takhayul," sergahku buruburu.
"Aku tetap tidak mengerti
mengapa kau menuduh keluarga..."—meringis—"Cullen. Mereka pindah
lebih dari setengah tahun lalu. Bagaimana mungkin kau menyalahkan mereka atas
apa yang dilakukan Sam sekarang?"
"Sam tidak melakukan
apa-apa, Bella. Dan aku tahu mereka sudah pindah. Tapi terkadang... halhal
tertentu terjadi, dan semuanya sudah terlambat."
"Hal-hal tertentu apa? Apa
yang terlambat? Kau menyalahkan mereka karena apa?" Jacob tiba-tiba
mendekatkan wajahnya ke wajahku, amarah berkobar-kobar di matanya. "Karena
mereka ada," desisnya.
Aku terkejut dan perhatianku
tiba-tiba teralih karena mendadak muncul kata-kata peringatan di benakku dalam
suara Edward, padahal saat itu aku bahkan tidak sedang merasa takut.
"Diamlah sekarang, Bella.
Jangan desak dia," Edward memperingatkan di telingaku. Sejak nama Edward
menerobos keluar dari dinding pertahanan tempatnya terkubur selama ini, aku tak
bisa lagi menguncinya rapat-rapat. Nama itu tak lagi menyakitkan hatiku – tidak
selama detik-detik berharga saat aku bisa mendengar suaranya. Jacob marah
sekali di hadapanku, sekujur tubuhnya gemetar oleh amarah.
Aku tidak mengerti mengapa
delusi Edward muncul tak terduga-duga dalam benakku. Jacob memang marah, tapi
ia tetap Jacob. Tidak ada adrenalin, tidak ada bahaya.
"Beri dia kesempatan untuk
menenangkan diri," suara Edward berkeras.
Aku menggelengkan kepala
bingung. "Sikapmu konyol," kataku pada mereka berdua.
“Terserah," sergah Jacob,
kembali menarik napas dalam-dalam.
"Aku tidak mau berdebat
denganmu. Itu toh tidak penting lagi, karena sudah telanjur."
"Apanya yang sudah
telanjur?" Jacob tidak kaget sedikit pun saat aku meneriakkan kata-kata
itu di wajahnya.
"Ayo kita kembali. Tidak
ada lagi yang perlu dibicarakan."
Aku ternganga. "Tentu saja
masih ada! Kau belum menjelaskan apa-apa!”
Jacob berjalan melewatiku,
melangkah kembali ke rumah.
"Aku bertemu Quil hari
ini," teriakku.
Jacob menghentikan langkah,
tapi tidak berbalik.
"Kau masih ingat temanmu,
Quil? Yeah, dia ketakutan." Jacob berbalik menghadapiku. Wajahnya sedih.
"Quil," hanya itu yang ia ucapkan
“Dia juga mengkhawatirkanmu. Dia sangat
ketakutan." Tatapan Jacob menerawang melewatiku dengan sorot putus asa.
Aku semakin bersemangat
mengomporinya.
"Dia takut ikan menjadi
yang berikutnya." Jacob berpegangan pada sebatang pohon, wajahnya berubah
kehijauan di bawah kulitnya yang merah kecokelatan.
"Dia takkan menjadi yang
berikutnya," gumam Jacob pada diri sendiri.
"Tak mungkin. Sekarang
semua sudah selesai. Seharusnya ini semua tidak terjadi lagi. Kenapa?
Kenapa?" Ia meninju pohon. Pohon itu tidak besar, namun ramping dan
kira-kira hanya semeter lebih tinggi daripada Jacob.
Tapi aku tetap terkejut saat
pohon itu roboh dengan bunyi keras. Jacob menatap pohon itu dengan terkejut,
lalu pandangannya berubah ngeri.
"Aku harus kembali."
Ia berbalik dan berjalan pergi sangat cepat hingga aku harus berlari-lari kecil
untuk menyamai langkahnya.
"Kembali kepada Sam!"
"Bisa dibilang
begitu," kedengarannya persis seperti maksud Jacob. Ia bergumam dan tak
mau memandangku.
Aku mengejarnya sampai ke truk.
"Tunggu!" aku berteriak memanggil saat Jacob mengarah ke rumahnya.
Ia berbalik menghadapku, dan kulihat tangannya
gemetaran lagi. "Pulanglah, Bella. Aku tak bisa berteman denganmu
lagi" Kepedihan yang kurasakan, meskipun sepertinya konyol dan tak
penting, benar-benar kuat. Air mata menggenangi mataku lagi.
"Apakah kau... mencampakkan aku?" Katakata
yang keluar salah, tapi itulah cara terbaik yang bisa kupikirkan untuk bertanya
padanya. Bagaimanapun juga, apa yang Jake dan aku miliki lebih dari sekadar
cinta monyet. Ini lebih kuat daripada itu.
Ia tertawa pahit. "Tidak.
Jika aku mencampakkanmu, aku akan bilang 'Kita lebih baik berteman.' Tapi
sekarang, aku bahkan tak bisa mengatakan itu."
"Jacob... kenapa Sam tidak
membolehkanmu punya teman lain? Please,
Jake. Kau sudah janji. Aku membutuhkanmu!" Kehampaan hidupku sebelum
ini—sebelum Jacob membawa sedikit alasan untuk hidup lagi ke dalam hidupku—
seakan bersiap menghadangku. Kesepian mencekik tenggorokanku.
"Maafkan aku, Bella."
Jacob mengucapkan setiap kata perlahan-lahan dengan suara dingin yang
sepertinya bukan miliknya.
Aku tak percaya itu yang sebenarnya ingin diucapkan
Jacob. Sepertinya ada hal lain yang berusaha ia katakan lewat sorot matanya
yang marah, tapi aku tak bisa memahami pesan itu. Mungkin ini sama sekali bukan
tentang Sam.
Mungkin ini juga tak ada hubungannya dengan keluarga
Cullen. Mungkin Jacob hanya berusaha keluar dari situasi yang tak mungkin
berubah, tak ada harapan. Mungkin seharusnya aku membiarkan ia melakukan itu,
jika itu yang terbaik untuknya. Aku harus melakukan itu. Itu hal yang benar.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – SEKTE Bab 65
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port SEKTE Bab
65 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: