Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 64 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – SEKTE Bab 64
Aku ingin menjadi vampir.
Keinginan bengis itu membuatku
terpana dan terkejut. Itu keinginan yang paling terlarang dari semuanya—bahkan
saat aku menginginkannya hanya untuk alasan kejam seperti ini untuk mengalahkan
musuh—karena itulah yang paling menyakitkan.
Masa depan itu sudah hilang
untuk selama-lamanya, tidak pernah benar-benar berada dalam jangkauanku. Aku
berusaha mengendalikan diriku lagi sementara lubang di dadaku berdenyutdenyut
hampa.
“Kau mau apa?" tuntut
Jacob, ekspresinya makin terlihat tidak suka sementara ia menyaksikan berbagai
emosi campur aduk di wajahku.
“Aku ingin bicara denganmu,"
kataku dengan suara lemah.
Aku berusaha fokus tapi aku
masih kesal karena membiarkan impian tabuku tadi lepas kendali.
"Silakan," desisnya dari sela-sela gigi yang
terkatup rapat.
Sorot matanya garang. Belum pernah aku melihatnya
menatap siapa pun seperti itu, apalagi aku. Hatiku sakit sekali—sakitnya nyata,
seperti tusukan di kepalaku.
"Sendirian!" desisku, dan suaraku lebih
kuat. Jacob menoleh ke belakang, dan aku tahu ke mana
matanya mengarah. Setiap pasang
mata tertuju pada Sam untuk mengetahui reaksinya. Sam mengangguk satu kali,
wajahnya sama sekali tak tampak gelisah.
Ia melontarkan komentar pendek
dalam bahasa yang mengalun dan tidak kukenal—aku hanya tahu itu bukan bahasa
Prancis ataupun Spanyol, tapi dugaanku, itu bahasa Quileute. Ia berbalik dan
berjalan masuk ke rumah Jacob. Yang lain-lain, Paul, Jared, dan Embry, seperti
kuduga, mengikutinya masuk.
"Oke." Jacob tampaknya
tidak terlalu marah lagi setelah yang lain-lain pergi. Wajahnya kini sedikit
lebih tenang, tapi juga lebih tidak berdaya. Sudutsudut mulutnya seperti
tertarik ke bawah secara permanen.
Aku menarik napas dalam-dalam.
"Kau tahu apa yang ingin kuketahui." Jacob tidak menjawab. Ia hanya
menatapku getir.
Aku balas menatapnya dan
kesunyian berlanjut.
Kepedihan di wajahnya membuat
nyaliku lenyap.
Aku merasa kerongkonganku
tercekat. "Bisakah kita jalan-jalan?" tanyaku, mumpung masih bisa
bicara.
Jacob tidak menyahut; wajahnya tidak berubah. Aku
turun dari truk, merasakan mata-mata yang tidak kelihatan menatapku dari balik
jendela, lalu mulai berjalan menuju pepohonan di utara. Kakiku menginjak
rerumputan lembab dan lumpur di
samping jalan, dengan suara
berdecit, dan, karena hanya itu satu-satunya suara yang terdengar, awalnya aku
mengira Jacob tidak mengikutiku. Tapi waktu aku menoleh, ia sudah berjalan di
sisiku, entah bagaimana kakinya menemukan pijakan yang tidak menimbulkan suara.
Aku merasa lebih tenang saat
mencapai tepi hutan, karena Sam tak mungkin bisa melihatku. Sementara kami
berjalan aku memeras otak, memikirkan hal yang tepat untuk diutarakan, tapi
nihil. Sebaliknya aku malah semakin marah karena Jacob tersedot semakin
dalam... karena Billy membiarkan ini terjadi... karena Sam bisabisanya berdiri
di sana dengan sikap tenang dan penuh percaya diri...
Jacob tiba-tiba mempercepat
langkah, berjalan melewatiku dengan mudah dengan kedua kakinya yang panjang,
kemudian berbalik menghadapiku, berdiri tepat di tengah jalan setapak sehingga
aku terpaksa berhenti juga.
Pikiranku sempat beralih
sejenak ke gerakgeriknya yang anggun dan mantap. Padahal selama ini Jacob
hampir sama kikuknya denganku berkaitan dengan pertumbuhan badannya yang tak
pernah berakhir. Kapan itu berubah? Tapi Jacob tidak memberiku kesempatan sama
sekali untuk memikirkannya.
"Mari kita tuntaskan,”
katanya, suaranya keras dan parau. Aku menunggu. Ia tahu apa yang kuinginkan.
"Itu tidak seperti yang kaukira." Suaranya
sekonyong-konyong terdengar letih.
"Ternyata tidak seperti yang kukira—aku salah
besar."
"Jadi apa, kalau begitu?" Jacob mengamati wajahku
lama sekali, menimbang-nimbang.
Amarah tak sepenuhnya enyah dari matanya.
"Aku tak bisa memberi tahumu," katanya akhirnya.
Rahangku mengeras, dan aku
berbicara dari sela-sela gigiku yang terkatup rapat.
"Kusangka kita
berteman."
"Dulu kita memang
berteman." Ada sedikit penekanan pada kata dulu.
"Tapi kau tidak
membutuhkan teman lagi," tukasku masam.
"Kau punya Sam. Bagus
sekali, bukan—sejak dulu kau memang kagum padanya."
"Aku tidak memahaminya
sebelum ini."
"Dan sekarang kau sudah
melihat kebenaran. Haleluya"
“Ternyata itu tidak seperti
yang kukira. Ini bukan salah Sam. Dia membantuku sebisa mungkin." Suara
Jacob berubah rapuh, dan ia memandang melampaui kepalaku, melewatiku, amarah
membara di matanya.
“Dia membantumu," aku
mengulangi dengan sikap ragu.
"Jelas."
Tapi Jacob sepertinya tidak mendengarkan. Ia menarik
napas panjang dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia sangat marah
sampai-sampai tangannya gemetar.
"Jacob, please,” bisikku.
“Bisakah kauceritakan saja
padaku apa yang sebenarnya terjadi? Mungkin aku bisa membantu."
"Tidak ada yang bisa
membantuku sekarang." Kata-kata itu meluncur dalam bentuk erangan pelan;
suaranya pecah.
"Apa yang dia lakukan
padamu?" tuntutku, air mataku merebak. Aku mengulurkan tangan padanya,
seperti pernah kulakukan sebelumnya, maju selangkah dengan kedua lengan terbuka
lebar.
Kali ini Jacob mengelak,
mengangkat kedua tangannya dengan sikap defensif. "Jangan sentuh
aku," bisiknya.
"Apakah Sam menular?"
gumamku.
Air mata konyol itu lolos dari
sudut-sudut mataku. Aku menyekanya dengan punggung tangan, dan melipat kedua
lenganku di dada.
"Berhentilah menyalahkan
Sam." Kata-kata itu terlontar cepat, seperti refleks.
Kedua tangan Jacob terangkat ke
atas, hendak memilin rambut yang sudah tidak ada lagi, kemudian terkulai lemas
ke sisi tubuhnya.
"Kalau begitu aku harus
menyalahkan siapa?" sergahku.
Jacob menyunggingkan senyum
separo; hal yang muram dan aneh.
"Kau tidak ingin mendengar jawabannya."
"Siapa bilang tidak
ingin!" sergahku.
"Aku ingin tahu, dan aku
ingin tahu sekarang."
"Kau keliru," Jacob
balas membentak.
"Jangan berani-berani
mengatakan aku keliru— bukan aku yang dicuci otak! Katakan padaku sekarang
siapa yang bersalah dalam hal ini, kalau bukan Sam-mu yang berharga itu!"
"Kau sendiri yang
minta," Jacob menggeram padaku, matanya berkilat-kilat.
"Kalau kau ingin
menyalahkan seseorang, mengapa tidak kauarahkan saja jarimu pada
makhluk-makhluk pengisap darah kotor dan berbau busuk yang sangat kaucintai
itu?”
Mulutku ternganga dan napasku
mengeluarkan suara terkesiap kaget. Aku membeku di tempat, tertusuk oleh
kata-katanya yang setajam pisau.
Kepedihan mengoyak tubuhku dalam
pola familier, lubang basah itu terkoyak dari bagian dalam ke luar, tapi itu
belum apa-apa dibandingkan berbagai pikiran kalut yang berkecamuk dalam
benakku.
Aku tak yakin pendengaranku
benar. Tidak sedikit pun tampak tanda-tanda keraguan di wajahnya.
Hanya amarah.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – SEKTE Bab 64
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port SEKTE Bab
64 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: