Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 58 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PADANG RUMPUT Bab 58
"Kalau dia tahu aku
membunuhmu," jawabnya sambil mendengkur merayu.
Aku terhuyung-huyung mundur.
Geraman panik di kepalaku membuatnya semakin sulit didengar.
"Dia ingin melakukannya
sendiri,” Laurent melanjutkan senang.
"Dia agak... kesal
denganmu. Bella."
"Aku?" pekikku.
Laurent menggeleng dan terkekeh.
"Aku tahu, menurutku
sepertinya itu juga agak sedikit bodoh. Tapi James pasangannya, dan Edward-mu
membunuhnya."
Bahkan di sini, di ambang maut,
namanya masih merobek lukaku yang masih basah bagaikan pisau bergerigi tajam.
Laurent tidak menyadari
reaksiku. "Menurutnya lebih tepat membunuhmu daripada membunuh Edward—itu
baru adil, pasangan untuk pasangan. Dia memintaku memetakan arah untuknya,
katakanlah begitu.
Tak kukira kau begitu mudah
ditemukan. Jadi mungkin rencana Victoria tidak sempurna—ternyata kau bukanlah
sasaran balas dendam seperti yang dia bayangkan, karena kau pasti tidak berarti
banyak bagi Edward bila dia meninggalkanmu sendiri di sini tanpa
perlindungan."
Pukulan lain, sayatan lain ke dadaku. Laurent bergerak
sedikit, dan aku terseok mundur selangkah.
Kening Laurent berkerut.
"Kurasa dia bakal marah, bagaimanapun juga."
“Kalau begitu mengapa tidak
kautunggu saja dia?" bujukku dengan suara tercekik. Seringaian licik
membelah wajahnya.
"Well, kau bertemu denganku di saat yang tidak tepat, Bella.
Kedatanganku ke sini bukan untuk menjalankan misi Victoria—aku sedang berburu.
Aku sangat haus, dan baumu... sungguh menerbitkan air liur." Laurent
menatapku dengan sikap setuju, seolaholah perkataan itu dimaksudkan sebagai
pujian.
"Ancam dia," delusi
indah itu memerintahkan, suaranya terdistorsi oleh kengerian. "Dia pasti
tahu kau yang melakukannya," bisikku, mematuhi perintah suara itu.
"Kau tidak akan bisa lolos."
"Mengapa tidak?" Senyum Laurent melebar.
Ia memandang ke sekeliling padang terbuka kecil yang
dikitari pepohonan itu.
"Baumu akan tersapu hujan berikutnya. Tak ada
yang akan menemukan mayatmu—kau hanya akan dinyatakan hilang, seperti banyak,
banyak sekali manusia lain. Tidak ada alasan bagi Edward untuk mengira itu
perbuatanku, kalau dia cukup peduli untuk menyelidiki. Yakinlah, tidak ada
masalah pribadi dalam hal ini, Bella. Hanya karena aku haus."
"Memohonlah," halusinasiku memohon.
"Please?”
pintaku.
Laurent menggeleng, wajahnya
ramah, "Anggap saja begini, Bella. Kau sangat beruntung karena akulah yang
menemukanmu."
"Benarkah begitu?"
tanyaku, mencuri kesempatan untuk mundur satu langkah lagi.
Laurent mengikuti, gesit dan
anggun.
"Ya," ia meyakinkanku.
"Aku akan sangat cepat. Kau
tidak akan merasakan apa-apa, aku janji. Oh, aku akan berbohong pada Victoria
mengenainya nanti, tentu saja, hanya untuk menenangkan hatinya. Tapi kalau kau
tahu apa yang dia rencanakan untukmu, Bella..." Laurent menggeleng dengan
gerak lamban, seakan-akan nyaris jijik.
"Berani sumpah, kau pasti
akan berterima kasih padaku untuk ini." Kutatap ia dengan ngeri.
Laurent mengendusi angin yang
menerbangkan helai-helai rambutku ke arahnya.
"Menerbitkan air
liur," ia mengulangi kata-katanya, menghirup dalam-dalam.
Tubuhku mengejang, bersiap
lari, mataku menyipit saat aku mengkeret ngeri,dan raungan marah Edward bergema
di kejauhan, di bagian belakang kepalaku. Namanya menembus semua dinding yang
kubangun untuk menahannya. Edward,
Edward, Edward. Aku akan mati. Tidak apa-apa bila aku memikirkan dia
sekarang.
Edward, aku cinta
padamu.
Melalui mataku yang menyapit, kulihat Laurent berhenti
mengendus udara dan memalingkan kepala secepat kilat ke kiri. Aku tak berani
mengalihkan pandanganku darinya, mengikuti matanya meski ia tak perlu
mengalihkan perhatian ataupun trik lain untuk mengalahkanku. Aku terlalu takjub
untuk merasa lega ketika ia pelanpelan mulai mundur menjauhiku.
"Aku tak percaya,"
ucapnya, suaranya begitu pelan hingga aku nyaris tidak mendengarnya. Barulah
saat itu aku menoleh.
Mataku menyapu padang rumput,
mencari interupsi yang memperpanjang hidupku.
Awalnya aku tidak melihat
apa-apa, dan mataku secepat kilat kembali ke Laurent. Ia mundur lebih cepat
lagi sekarang, matanya menatap tajam ke dalam hutan.
Lalu aku melihatnya; sesosok
makhluk hitam besar muncul dari sela-sela pepohonan, tenang seperti bayangan,
dan berjalan mantap menghampiri si vampir. Tubuhnya besar sekali— setinggi
kuda, tapi lebih gemuk, jauh lebih berotot.
Moncongnya yang panjang
meringis, memamerkan sederet taring setajam belati. Geraman liar meluncur dari
sela-sela giginya, menggelegar melintasi ruang terbuka seperti suara petir
menyambar.
Beruang itu. Hanya saja, ternyata hewan itu bukan
beruang. Namun tetap saja, pasti monster hitam raksasa inilah makhluk yang
menggegerkan warga itu. Dari jauh orang akan mengira itu beruang. Hewan apa
lagi yang badannya bisa sebesar dan sekekar itu?
Aku berharap akan beruntung dan
bisa melihatnya dari jauh. Tapi yang terjadi malah hewan itu melangkah tanpa
suara melintasi rerumputan, hanya tiga meter dari tempatku berdiri.
"Jangan bergerak sedikit
pun," suara Edward berbisik Kupandangi makhluk mengerikan itu, pikiranku
kacau saat aku berusaha menemukan nama hewan itu.
Bentuknya jelas mirip anjing,
begitu juga caranya bergerak. Aku hanya bisa memikirkan satu kemungkinan,
terpaku dalam kengerian yang amat sangat. Namun tak pernah terbayangkan olehku
serigala bisa sebesar itu.
Lagi-lagi hewan itu menggeram,
dan aku bergidik ngeri mendengarnya.
Laurent mundur ke pinggir pepohonan, dan, meski membeku
ketakutan, pikiranku dilanda kebingungan. Mengapa Laurent mundur? Memang
serigala itu sangat besar, tapi makhluk itu tetap hanya binatang. Mengapa
vampir takut pada binatang?
Dan Laurent sangat ketakutan. Matanya membelalak ngeri, sama
seperti aku. Seperti menjawab pertanyaanku, tiba-tiba saja serigala raksasa itu
tidak sendirian. Mengapit di sisi kiri dan kanannya, ada dua hewan raksasa lain
melenggang diam memasuki padang rumput.
Yang satu berbulu abu-abu gelap, satunya lagi cokelat, namun
keduanya tidak setinggi serigala pertama. Serigala abu-abu muncul dari balik
pepohonan hanya beberapa meter dariku, matanya terpaku pada Laurent.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PADANG RUMPUT Bab 58
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PADANG RUMPUT Bab 58 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: