Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 53 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – KAMBING CONGEK Bab 53
Terlebih lagi, aku tidak pernah
berniat mencintai dia. Satu hal yang kuketahui benar—dan aku meyakininya dari
lubuk hatiku yang terdalam, dari pusat tulang-tulangku, dari puncak kepala
hingga ujung kaki, dari dalam dadaku yang hampa— cinta memberi orang kekuatan
untuk menghancurkanmu. Aku hancur luluh dan tidak bisa diperbaiki lagi.
Tapi aku membutuhkan Jacob
sekarang, membutuhkannya seperti obat. Aku sudah terlalu lama memanfaatkannya
sebagai kruk, dan aku terjerumus lebih dalam daripada yang awalnya kurencanakan
dengan orang lain.
Sekarang aku tak tega menyakiti
hatinya, tapi aku juga tak bisa menahan diri untuk terus-menerus menyakitinya.
Ia mengira waktu dan kesabaran akan mengubahku, dan, walaupun aku tahu ia salah
besar, tapi aku juga tahu aku akan membiarkannya mencoba.
Ia sahabatku. Aku akan selalu
sayang padanya, tapi itu takkan pernah cukup. Aku masuk untuk menunggu telepon
dan menggigiti kuku.
"Filmnya sudah
selesai?" tanya Charlie kaget waktu aku berjalan masuk. Ia duduk di
lantai, tak sampai setengah meter dari TV. Pasti pertandingannya seru sekali.
"Mike tiba-tiba
sakit," aku menjelaskan.
"Semacam flu perut.”
"Kau tidak apa-apa?"
"Sekarang sih aku baik-baik saja," jawabku
ragu. Jelas, aku juga sudah tertular.
Aku bersandar di konter dapur,
tanganku hanya beberapa sentimeter dari telepon, berusaha menunggu dengan
sabar. Aku teringat mimik aneh di wajah Jacob sebelum pulang tadi, dan
jari-jariku mengetuk-ngetuk konter.
Seharusnya aku tadi memaksanya
supaya mau diantar pulang. Kupandangi jam dinding sementara menit-menit
berlalu. Sepuluh. Lima belas. Bahkan kalau aku yang menyetir, hanya butuh waktu
lima belas menit untuk sampai ke sana, dan Jacob menyetir mobilnya lebih cepat
daripada aku. Delapan belas menit. Kuangkat telepon dan kuhubungi nomornya.
Teleponku berdering dan
berdering. Mungkin Billy sudah tidur. Mungkin aku salah menekan nomor. Kucoba
lagi.
Pada deringan kedelapan, saat
aku sudah hampir menyerah, Billy menjawab. "Halo?" tanyanya. Suaranya
waswas, seperti mengharapkan kabar buruk.
"Billy, ini aku,
Bella—Jake sudah sampai di rumah belum? Dia berangkat dari sini dua puluh menit
yang lalu."
"Dia sudah sampai,"
jawab Billy datar.
"Seharusnya dia
meneleponku." Aku agak kesal.
"Dia merasa tidak enak
badan waktu berangkat tadi, jadi aku khawatir."
"Dia... terlalu sakit sehingga tidak bisa
menelepon. Dia sedang kurang sehat sekarang.”
Nada suara Billy seperti
berjarak. Aku sadar ia pasti ingin menemani Jacob.
"Beritahu aku bila butuh
bantuan,” aku menawarkan.
"Aku bisa datang ke
sana." Aku teringat pada Billy, terikat pada kursi rodanya, sementara Jake
mengurus dirinya sendiri...
"Tidak, tidak," tolak
Billy cepat-cepat.
"Kami baik-baik saja. Kau
di rumah saja." Caranya mengatakan itu nyaris kasar.
“Oke "jawabku.
"Bye, Bella."
Well, paling tidak ia sudah sampai di rumah.
Anehnya, kekhawatiranku tak
kunjung mereda. Aku menaiki tangga dengan langkah-langkah berat, cemas. Mungkin
aku bisa ke rumahnya besok sebelum bekerja, untuk mengecek keadaannya. Aku bisa
membawakan sup—kalau tidak salah masih ada sekaleng sup Campbells tersimpan di
suatu tempat.
Aku sadar semua rencana itu
buyar ketika mendadak terjaga jauh lebih awal—jamku menunjukkan pukul setengah
lima pagi—dan bergegas ke kamar mandi. Charlie menemukanku di sana setengah jam
kemudian, terbaring di lantai, pipiku menempel di pinggir bak mandi yang
dingin.
Ia menatapku lama sekali.
"Flu perut," akhirnya
ia berkata.
"Ya," erangku.
“Kau butuh sesuatu?" tanyanya.
"Hubungi keluarga Newton, please?” pintaku dengan suara serak.
"Katakan aku ketularan
Mike, jadi tidak bisa masuk hari ini. Sampaikan juga permintaan maafku."
"Tentu, bukan
masalah," Charlie meyakinkanku. Sepanjang sisa hari itu kuhabiskan di
lantai kamar mandi, tidur beberapa jam dengan kepala dibaringkan di atas
handuk.
Charlie mengatakan dirinya
harus bekerja, tapi aku curiga itu hanya alasan karena ia butuh akses ke kamar
mandi. Ia meninggalkan segelas air di lantai agar aku tidak dehidrasi. Aku
terbangun waktu ia datang. Kulihat hari sudah gelap di kamarku—hari sudah
malam. Charlie menaiki tangga untuk mengecek kondisiku. "Masih
hidup?"
"Begitulah," jawabku.
"Kau menginginkan
sesuatu?"
"Tidak, trims."
Charlie ragu-ragu sejenak,
jelas bingung harus melakukan apa.
"Oke, kalau begitu,"
katanya, lalu turun lagi ke dapur.
Kudengar telepon berdering
beberapa menit kemudian. Charlie berbicara dengan seseorang dengan suara pelan,
lalu menutup telepon.
"Mike sudah sembuh," serunya padaku. Well, pertanda bagus.
Dia jatuh sakit kuranglebih delapan jam sebelum aku.
Jadi tinggal delapan jam lagi. Pikiran itu membuat perutku mual, dan kuangkat
tubuhku untuk membungkuk di atas toilet.
Aku ketiduran lagi di atas
handuk, tapi waktu terbangun aku sudah berbaring di tempat tidur dan di luar
jendela tampak terang. Aku tidak ingat pindah; Charlie pasti menggendongku ke
kamar— ia juga meninggalkan segelas air di atas nakas.
Tenggorokanku kering kerontang.
Kureguk habis isi gelasku, meski rasanya aneh. Perlahan-lahan aku bangkit,
berusaha untuk tidak memicu timbulnya rasa mual lagi. Aku lemah, dan mulutku
tidak enak, tapi perutku baikbaik saja. Kulirik jam.
Dua puluh empat jamku sudah
berlalu. Aku tidak memaksakan diri, dan hanya makan biskuit asin untuk sarapan.
Charlie tampak lega melihatku pulih.
Begitu yakin tidak akan
tergeletak lagi seharian di lantai kamar mandi, kutelepon Jacob. Jacob sendiri
yang menjawab, tapi begitu mendengar suaranya, aku tahu ia belum sembuh.
"Halo?" Suaranya
serak, parau.
"Oh, Jake," aku
mengerang bersimpati.
"Suaramu aneh."
"Aku memang merasa aneh," bisiknya.
“Aku sangat menyesal mengajakmu pergi denganku. Ini
menyebalkan."
"Aku senang kok
pergi." Suaranya masih berbisik.
"Jangan salahkan dirimu.
Ini bukan salahmu."
"Kau pasti sembuh sebentar
lagi," aku meyakinkannya.
"Waktu aku bangun tadi
pagi, ternyata aku sudah sembuh."
"Memangnya kau
sakit?" tanyanya datar.
"Ya, aku juga ketularan.
Tapi sekarang aku sudah sembuh."
"Baguslah," Suaranya
hampa.
"Jadi kau pasti juga akan
sembuh dalam beberapa jam," aku menyemangatinya. Aku nyaris tidak
mendengar jawabannya. "Kurasa sakitku tidak sama denganmu."
"Kau bukannya flu
perut?" tanyaku, bingung.
"Bukan. Ini lain."
“Apa yang terasa tidak
enak?"
"Semuanya," bisik
Jacob.
"Sekujur tubuhku sakit."
Kesakitan di suaranya nyaris
nyata. "Apa yang bisa kubantu, Jake? Aku bisa membawakan apa
untukmu?"
"Tidak ada. Kau tidak bisa
datang ke sini." Sikapnya kasar.
Aku jadi teringat sikap Billy
tempo hari.
"Aku kan sudah terekspos dengan penyakit apa pun
yang merongrongmu saat ini," aku mengingatkan. Jacob mengabaikan
perkataanku.
"Aku akan meneleponmu kalau bisa. Aku akan
memberi tahu kapan kau bisa datang lagi."
"Jacob—"
"Aku harus pergi,"
katanya, mendadak buruburu.
"Telepon aku kalau kau
sudah merasa lebih sehat."
"Baiklah," sahutnya,
tapi suaranya terdengar pahit dan aneh.
Ia terdiam beberapa saat. Aku
menunggunya mengucapkan selamat berpisah, tapi ia juga menunggu.
"Sampai ketemu lagi,"
kataku akhirnya.
"Tunggu sampai aku
menelepon," katanya lagi.
"Oke... Bye, Jacob."
"Bella," ia membisikkan namaku, kemudian menutup
telepon.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – KAMBING CONGEK Bab 53
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port KAMBING CONGEK Bab 53 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: