Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 50 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – KAMBING CONGEK Bab 50
"Aku ingin nonton
Crosshairs? aku bersikeras. "Aku sedang mood nonton film-film action. Yang
banyak darah dan isi perutnya!''
"Oke." Mike
berpaling, tapi aku masih sempat melihat ekspresinya yang menganggapku sinting.
Sesampainya di rumah sepulang sekolah, sebuah mobil yang sangat familier
terparkir di depan rumahku. Jacob berdiri bersandar di kap mesin, seringai
lebar menghiasi wajahnya.
"Tidak mungkin!"
teriakku sambil melompat turun dari truk.
"Kau sudah selesai! Aku
tidak percaya! Kau sudah selesai memermak si Rabbit!" Jacob berseri-seri.
"Baru semalam. Ini
perjalanan pertamanya."
"Luar biasa."
Kuangkat tanganku untuk ber-high five.
Jacob memukulkan telapak
tangannya ke telapak tanganku, tapi membiarkannya tetap menempel di sana,
memilin jari-jarinya dengan jari jariku.
"Jadi, boleh tidak aku
mengendarainya malam ini?"
"Jelas boleh," jawabku,
lalu mendesah.
"Ada apa?"
"Aku menyerah—aku tidak
bisa mengungguli ini. Jadi kau menang. Kau yang paling tua." Jacob
mengangkat bahu, tidak terkejut melihatku menyerah.
"Itu sudah jelas."
Suburban Mike muncul di
tikungan, berdegukdeguk. Kutarik tanganku dari tangan Jacob, dan kulihat ia
mengernyit.
"Aku ingat cowok
ini," katanya pelan ketika Mike memarkir mobilnya di seberang jalan.
"Dia cowok yang mengira
kau pacarnya. Dia masih salah sangka?"
Aku mengangkat sebelah alisku.
"Sebagian orang sulit
menerima penolakan."
"Bagaimanapun," kata
Jacob sambil merenung,
"terkadang kegigihan bisa
membuahkan hasil."
"Lebih sering
menjengkelkan, tapi."
Mike turun dari mobil dan
menyeberang jalan.
"Hai, Bella,” ia
menyapaku, kemudian matanya berubah waswas pada waktu menengadah memandangi
Jacob. Kulirik Jacob sebias berusaha objektif. Ia sama sekali tidak mirip anak
kelas 2 SMA. Badannya besar sekali—kepala Mike nyaris tidak sampai sebahu
Jacob; aku bahkan tak ingin membayangkan tinggi, ku kalau aku berdiri di
sebelahnya—dan wajahnya juga tampak lebih tua daripada biasa, bahkan sebulan
yang lalu sekalipun.
"Hai. Mike! Kau masih
ingat Jacob Black?"
“Tidak juga.” Mike mengulurkan
tangan.
"Teman lama keluarga,”
Jacob memperkenalkan diri, menjabat tangan Mike. Mereka bersalaman dengan
keras. Setelah melepaskan genggamannya.
Mike meregangkan jari-jarinya.
Kudengar telepon berdering dari
dapur.
“Kuangkat dulu ya— siapa tahu
dari Charlie," kataku pada mereka, lalu berlari masuk.
Ternyata Ben. Angela terserang
flu perut, dan ia enggan pergi sendiri tanpa Angela. Ia meminta maaf karena
batal pergi dengan kami. Aku berjalan lambat-lambat menghampiri kedua cowok
yang sedang menunggu itu, menggelengkan kepala.
Aku benar-benar berharap Angela
cepat sembuh, tapi harus kuakui aku agak kesal oleh perkembangan tak terduga
ini. Jadi sekarang hanya tinggal kami bertiga, Mike, Jacob, dan aku—
benar-benar menyenangkan, pikirku, sinis bercampur muram.
Keliarannya Jake dan Mike tidak
berusaha mengakrabkan diri selama kepergianku. Mereka berdiri terpisah beberapa
meter, saling memunggungi sambil menungguku; ekspresi Mike masam, meski Jacob
tetap seceria biasa.
“Ang sakit,” aku memberi tahu
dengan muram.
"Dia dan Ben tidak bisa
ikut.”
“Kurasa flu itu mulai menulari
anak-anak lain. Austin dan Conner hari ini juga tidak masuk. Mungkin lain kali
saja kita pergi," Mike menyarankan.
Sebelum aku sempat mengiyakan,
Jacob sudah angkat bicara.
"Aku sih masih tetap ingin pergi. Tapi kalau kau
lebih suka tidak pergi, Mike—"
"Tidak, aku ikut," potong
Mike.
"Aku hanya memikirkan
Angela dan Ben. Ayo kita pergi," Ia mulai berjalan menghampiri
Suburban-nya. "Hei, kau keberatan tidak kalau Jacob yang menyetir?"
tanyaku.
"Aku sudah bilang dia
boleh menyetir tadi—dia baru saja selesai memperbaiki mobilnya. Dia memermaknya
dari nol lho," pamerku, bangga seperti ibu yang anaknya juara kelas.
"Terserah," bentak
Mike.
"Baiklah kalau
begitu," sahut Jacob, seakanakan semua beres.
Di antara kami bertiga, dialah
yang kelihatannya paling santai. Mike naik ke kursi belakang Rabbit dengan
ekspresi jijik.
Jacob, seperti biasa, bersikap
riang, mengobrol ramai sampai aku sama sekali lupa pada Mike yang merajuk tanpa
suara di kursi belakang. Kemudian Mike mengubah strategi. Ia mencondongkan
tubuh, meletakkan dagunya di bahu kursi; pipinya nyaris menyentuh pipiku. Aku
bergeser sedikit, memunggungi jendela.
"Radionya rusak, ya?"
tanya Mike, nadanya sedikit marah, memotong omongan Jacob.
"Tidak," jawab Jacob
"Tapi Bella tidak suka
musik."
Kupandangi Jacob, terkejut. Aku tidak pernah bilang
begitu padanya.
"Bella?" tanya Mike, jengkel.
Dia benar gumamku, sambil masih
terus memandangi profil Jacob yang tenang.
"Kok bisa kau tidak suka
musik?" tuntut Mike Aku mengangkat bahu.
"Entahlah. Jengkel saja
mendengarnya.”
“Hmph,” Mike duduk bersandar.
Waktu kami sampai di bioskop, Jacob mengulurkan selembar sepuluh dolar.
“Apa ini?” tolakku.
“Aku belum cukup umur untuk
nonton film ini," ia mengingatkanku.
“Aku tertawa keras-keras.
"Jadi usia relatif tak ada gunanya, ya. Apakah Billy akan membunuhku kalau
aku menyelundupkanmu masuk?”
“Tidak. Aku sudah bilang
padanya kau berencana mengorupsi keluguanku "
Aku terkikik, dan Mike
mempercepat langkah untuk mengimbangi kami.
Aku nyaris berharap Mike
memutuskan untuk tidak ikut saja. Ia masih terus merajuk—merusak suasana saja.
Tapi aku juga tak ingin berkencan sendirian dengan Jacob. Itu tidak akan
membantu apa-apa.
Filmnya tepat seperti yang diramalkan. Di bagian
awalnya saja sudah empat orang yang ditembak dan satu dipenggal kepalanya.
Cewek di depanku menutup mata dan memalingkan wajah ke dada teman kencannya. Si
cowok menepuk-nepuk bahu si cewek, sambil sesekali nyengir. Mike sepertinya
tidak menonton. Wajahnya kaku
sementara matanya memelototi tirai di aras layar. Aku menyiapkan diri untuk
bertahan selama dua jam, menonton warna-warna dan gerakangerakan di layar,
bukannya melihat bentuk-bentuk orang, mobil, dan rumah. Tapi kemudian Jacob
mulai tertawa.
"Apa?" bisikku.
"Oh, ayolah!" Jacob
balas mendesis.
"Masa darah menyembur
sejauh itu. Ketahuan banget bohongnya!"
Lagi-lagi ia tertawa, saat tiang bendera menombak seorang
pria ke tembok beton.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – KAMBING CONGEK Bab 50
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port KAMBING CONGEK Bab 50 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: