Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 48 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – ADRENALIN Bab 48
"Selamat
bersenang-senang," kata Billy sambil menggelinding menuju lemari es.
Charlie bukan tipe orang yang
sulit, tapi sepertinya Billy jauh lebih longgar ketimbang dia. Aku mengemudikan
trukku sampai ke ujung jalan tanah, berhenti dekat papan petunjuk yang menandai
awal jalan setapak. Sudah lama sekah aku tak pernah lagi ke sini, dan perutku bereaksi
dengan gugup. Bisa jadi ini sangat gawat. Tapi akan setimpal dengan hasilnya
kalau aku bisa mendengarnya.
“Aku turun dan memandangi
belukar hijau yang rapat.”
“Aku pergi ke arah ini,"
gumamku, menuding lurus ke depan.
"Hmmm,” gumam Jake.
"Apa?”
Ia melihat ke arah yang
kutunjuk, lalu ke jalan setapak yang sudah ditandai dengan jelas, dan kembali
lagi.
"Aku pasti mengira kau cewek penjelajah
sejati."
“Enak saja." Aku tersenyum
lemah.
"Aku ini
pemberontak." Jacob tertawa, kemudian mengeluarkan peta kami.
"Tunggu sebentar." Ia
memegang kompas dengan sikap ahli, memutar peta hingga mengarah ke tempat yang
ia inginkan.
"Oke—garis pertama pada
peta. Ayo cabut." Kentara sekali Jacob harus memperlambat langkah demi
aku, tapi ia tidak mengeluh.
Aku berusaha untuk tidak
memikirkan perjalanan terakhirku ke bagian hutan ini, ditemani seseorang yang
sama sekali berbeda. Kenangan-kenangan normal masih tetap berbahaya. Kalau
kubiarkan diriku tergelincir, aku akan mendapati diriku mencengkeram dada untuk
menahannya tetap utuh, megap-megap kehabisan udara, dan bagaimana aku
menjelaskan itu pada Jacob? Ternyata tetap memfokuskan diri pada masa sekarang
tidak sesulit yang kuduga. Hutan ini sangat mirip dengan bagian lain
semenanjung, dan kehadiran Jacob membuat suasana hatiku sangat jauh berbeda.
Jacob bersiul-siul riang,
lagunya tidak kukenal, sambil mengayun-ayunkan kedua lengan dan berjalan ringan
menembus semak belukar yang kasar. Bayang-bayang tak tampak segelap biasa.
Tidak dengan ditemani matahari pribadiku. Sesekali
Jacob mengecek kompas, memastikan kami tetap di jalur yang benar. Kelihatannya
ia benar-benar paham apa yang dilakukannya. Aku
ingin memujinya, tapi lalu
mengurungkan niat. Tak diragukan lagi ia bakal menambahkan beberapa tahun ke
usianya yang sudah menggelembung. Pikiranku berkelana sementara aku berjalan,
dan rasa ingin tahuku muncul. Aku masih belum melupakan pembicaraan kami waktu
itu di tebingtebing laut—selama ini aku menunggu Jacob mengungkitnya lagi, tapi
kelihatannya itu tidak bakal terjadi.
"Hei... Jake?"
tanyaku ragu-ragu.
"Yeah?"
"Bagaimana kabar... Embry?
Dia sudah kembali normal?" Jacob terdiam sejenak, masih terus berjalan
dengan langkah-langkah panjang.
Ketika berada kira-kira tiga meter di depan, ia berhenti untuk menungguku.
"Tidak. Dia belum kembali
normal," kata Jacob begitu aku sampai di dekatnya, sudut-sudut mulutnya
tertarik ke bawah. Ia belum mulai berjalan lagi. Seketika itu juga aku langsung
menyesal sudah mengungkitnya.
"Masih bersama Sam?"
"Yep."
Jacob merangkul bahuku, dan ekspresinya tampak sangat
galau sehingga aku tak berani menghalaunya dengan guyonan, seperti yang
sebenarnya ingin kulakukan.
"Mereka masih memandangimu
dengan sikap aneh?” aku separo berbisik.
Pandangan Jacob menerawang
menembus pepohonan. "Kadang-kadang.”
“Dan Billy?”
“Sangat membantu, seperti yang
sudah-sudah,” tukas Jacob dengan nada masam bercampur marah yang membuatku
merasa tidak enak.
“Sofa kami selalu siap
menampungmu," aku menawarkan.
Jacob tertawa, sikap masamnya yang tidak biasa
mendadak lenyap.
“Tapi coba bayangkan betapa membingungkannya posisi
Charlie—waktu Billy menelepon polisi bahwa aku diculik." Aku tertawa,
senang melihat Jacob normal lagi.
Kami berhenti waktu Jacob berkata kami sudah berjalan
hampir sepuluh kilometer, memotong ke barat sebentar, lalu kembali menyusuri
jalur lurus sesuai gambar dalam petanya. Semua tampak sama persis seperti jalan
masuk tadi, dan aku punya firasat pencarian tololku bisa dibilang gagal total.
Aku terpaksa mengakuinya waktu akhirnya hari mulai
gelap, hari yang tak bermatahari meredup berganti malam tak berbintang, tapi
Jacob justru lebih percaya diri. “Asal kau yakin kita memulainya dari tempat
yang tepat..." Ia menunduk menatapku. "Ya, aku yakin."
“Maka kita pasti akan
menemukannya," ia berjanji, menyambar tanganku dan menarikku menerobos
semak pakis. Begitu keluar dari dalam semak, kulihat trukku bertengger di
pinggir jalan.
Jacob melambaikan tangannya
dengan bangga.
"Percayalah padaku."
"Kau hebat," aku
mengakui.
"Tapi lain kali, jangan
lupa bawa senter."
"Mulai sekarang, hiking menjadi kegiatan tetap kita
setiap hari Minggu. Aku baru tahu ternyata jalanmu selamban itu."
Aku menyentakkan tanganku dari
gandengannya dan berjalan sambil mengentak-entakkan kaki ke mobil, sementara
Jacob terkekeh melihat reaksiku.
"Bagaimana, mau mencoba
lagi besok?" tanyanya, menyusup masuk ke jok penumpang.
"Tentu. Kecuali kau mau
pergi tanpa aku supaya aku tidak menahanmu dengan langkah-langkahku yang
selamban siput.”
"Aku tahan kok,"
Jacob meyakinkan aku.
"Tapi kalau kita hiking lagi nanti, lebih baik kau
memakai moleskin–semacam sepatu (mokasin yang terbuat dari kulit hewan berbulu. Berani
bertaruh, kakimu pasti lecet-lecet dengan sepatu bot barumu itu.”
"Sedikit," aku
mengakui. Rasanya kakiku memang lecet semua.
"Mudah-mudahan besok kita bisa melihat beruang.
Aku agak kecewa juga soal itu."
"Ya, aku juga,"
sergahku sinis.
"Mungkin besok kita
beruntung dan akan menjadi mangsa
binatang!"
"Beruang tidak suka makan
manusia. Kita toh tidak enak-enak amat." Jacob nyengir padaku di dalam
truk yang gelap. "Tentu saja, bisa jadi kau merupakan pengecualian. Berani
bertaruh, kau pasti enak sekali."
"Terima kasih banyak," sahutku, membuang
muka. Ia bukan orang pertama yang mengatakan hal itu.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – ADRENALIN Bab 48
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port ADRENALIN Bab
48 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: