Tuesday, March 1, 2022

Bab 44 Novel Twilight (NEW MOON) – ADRENALIN - Baca Di Sini

Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight (New Moon) Bab 44 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight – ADRENALIN Bab 44

8. ADRENALIN

"OKE, yang mana kopling?"

Aku menuding tuas di setang kiriku. Salah besar melepaskan pegangan. Sepeda motor yang berat itu goyah di bawahku, terancam jatuh ke samping. Cepat-cepat kusambar lagi setangnya, berusaha menegakkannya.

"Jacob, motornya tidak mau berdiri tegak," keluhku,

"Nanti akan stabil kalau sudah jalan," janjinya.

"Sekarang, mana rem?"

"Di belakang kaki kananku."

"Salah."

Jacob menyambar tangan kananku dan menekukkan jari-jariku ke tuas di belakang setang gas.

"Tapi tadi kaubilang—"

"Ini rem yang harus kaugunakan. Jangan pakai rem belakang dulu, itu untuk nanti, kalau kau sudah bisa mengendarainya dengan benar."

"Kedengarannya kok tidak benar," tukasku curiga.

Novel Twilight (NEW MOON)


"Bukan kali kedua rem itu sama pentingnya?"

"Lupakan saja rem belakang, oke? Ini—"Jacob menumpang, kan telapak tangannya ke telapak tanganku dan menggerakkannya untuk meremas tuas.

"Begini caranya mengerem. Jangan lupa." Ia meremas tanganku sekali lagi.

"Baiklah." aku setuju.

“Gas?”

Kuputar setang kanan. "Gigi?"

Aku menyenggolnya dengan tungkai kaki kiriku.

"Bagus sekali. Kurasa kau sudah hafal namanama bagiannya. Sekarang tinggal menjalankannya."

"He-eh," gumamku, tidak berani mengatakan apa-apa lagi.

Perutku melilit aneh dan rasanya suaraku mau pecah. Aku takut sekali. Aku berusaha meyakinkan diri bahwa ketakutanku itu tak beralasan. Aku toh sudah pernah melewati hal terburuk yang mungkin terjadi.

Dibandingkan dengan itu, mengapa hal lain bisa membuatku takut? Seharusnya aku bisa menghadapi maut dengan enteng dan berani. Tapi perutku tidak percaya.

Kutatap jalan tanah yang membentang panjang di hadapanku, diapit di sisi kiri dan kanannya dengan tetumbuhan hijau rimbun berkabut. Jalanannya berpasir dan lembab. Lebih bagus daripada lumpur.

“Sekarang, tekan koplingnya," Jacob memerintahkan.

Kuremas kopling dengan jari-jari tanganku.

"Sekarang ini penting, Bella," Jacob menekankan.

"Jangan lepas kopling itu, oke? Aku ingin kau menganggapnya granat aktif. Pinnya sudah dilepas dan sekarang kau menahan pemicunya."

Aku meremasnya semakin kuat. "Bagus. Kira-kira bisa tidak kau menyalakan mesin dengan mengengkol pedal kakinya?"

"Kalau aku memindahkan kakiku, aku bisa jatuh," kataku dengan rahang terkatup rapat, jarijariku mencengkeram erat granat aktifku.

"Oke, biar aku saja. Jangan lepaskan koplingnya."

Jacob mundur selangkah, kemudian tiba-tiba mengengkol pedal keras-keras. Terdengar raungan pendek, dan sepeda motor tersentak ke depan saking kerasnya Jacob mengengkol.

Aku mulai goyah ke samping, tapi Jacob buru-buru memegangi sepeda motor sebelum benda itu jatuh bersamaku ke tanah.

"Tahan," ia menyemangati.

"Koplingnya masih kaupegang?"

"Ya," jawabku.

"Jejakkan kakimu—akan kucoba lagi." Jacob menumpukan tangannya ke sadel belakang, untuk berjaga-jaga.

Empat kali mengengkol baru mesinnya menyala. Bisa kurasakan motor itu bergetar di bawahku seperti binatang yang marah. Kucengkeram kopling kuat-kuat sampai jari-jariku sakit.

"Cobalah menggas," Jacob menyarankan.

"Pelanpelan. Dan jangan lepaskan koplingnya." Ragu-ragu, kuputar setang kanan. Meski hanya sedikit, namun sepeda motor menggeram di bawahku.

Kedengarannya marah dan lapar sekarang. Jacob tersenyum puas.

"Ingat bagaimana caranya memasukkan gigi satu?” tanyanya.

"Ya."

"Well, lakukanlah."

"Oke"

Jacob menunggu beberapa detik. "Kaki kiri," desaknya.

"Aku sudah tahu," sergahku, menarik napas dalam-dalam

"Yakin kau mau melakukannya?" tanya Jacob.

"Kelihatannya kau takut."

"Aku baik-baik saja,” bentakku. Kupelankan gas sedikit.

"Bagus sekali," Jacob memujiku.

"Sekarang, pelan-pelan sekali lepaskan kopling." Jacob mundur selangkah menjauhi motor.

"Kau mau aku melepaskan granat?" tanyaku tak percaya. Pantas saja ia mundur.

"Begitulah caramu menjalankan motor, Bella.Tapi lakukan sedikit demi sedikit." Saat mulai melonggarkan cengkeraman, aku shock bukan main saat mendengar suara yang bukan milik cowok yang berdiri di sampingku.

"Ini ceroboh, kekanak-kanakan, dan idiot, Bella," suara selembut sutra itu menegur.

"Oh!" aku terkesiap, dan tanganku terlepas dari kopling.

Sepeda motor itu memberontak di bawahku, menyentakku maju dan ambruk ke tanah, separo bodinya menindihku. Suara mesinnya terbatukbatuk lalu mati.

"Bella?" Jacob menyentakkan sepeda motor berat itu dengan enteng.

"Kau terluka?” Tapi aku tidak mendengarkan.

"Sudah kubilang," suara sempurna itu berbisik, sebening kristal.

"Aku tidak apa-apa," gumamku, linglung.

Lebih dari itu. Suara di kepalaku telah kembali. Masih terngiang-ngiang di telingaku—gaung yang lembut dan sehalus beledu.

Pikiranku berputar cepat memikirkan berbagai kemungkinan. Tidak ada yang familier di sini—di jalanan yang tidak pernah kulihat, melakukan sesuatu yang tidak pernah kulakukan sebelumnya—tidak ada deja vu. Jadi halusinasi itu pasti dipicu hal lain... aku merasa adrenalin menderas kembali di pembuluh darahku, dan kurasa aku tahu jawabannya. Kombinasi adrenalin dan bahaya, atau mungkin hanya ketololan.

Jacob menarikku berdiri.

"Kepalamu terbentur?” tanyanya.

"Kelihatannya tidak," Aku menganggukkan

kepala ke depan dan ke belakang, mengecek.

"Motornya tidak rusak, kan?" Pikiran itu membuatku waswas. Aku sangat ingin mencoba lagi, segera. Bertindak ceroboh ternyata lebih berhasil daripada yang kukira. Tidak harus melakukan kecurangan. Mungkin aku sudah menemukan cara untuk memunculkan halusinasi— itu jauh lebih penting.

"Tidak. Mesinnya hanya mati," jawab Jacob, menyela spekulasi kilatku.

"Kau terlalu cepat melepas kopling."

Aku mengangguk. "Ayo kita coba lagi"

"Kau yakin?" tanya Jacob.

"Positif."

Penutup Novel Twilight (New Moon)ADRENALIN Bab 44

Gimana Novel twilight (New Moon) – Port ADRENALIN Bab 44 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: