Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 44 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – ADRENALIN Bab 44
8. ADRENALIN
"OKE, yang mana
kopling?"
Aku menuding tuas di setang kiriku. Salah besar melepaskan
pegangan. Sepeda motor yang berat itu goyah di bawahku, terancam jatuh ke
samping. Cepat-cepat kusambar lagi setangnya, berusaha menegakkannya.
"Jacob, motornya tidak mau berdiri tegak,"
keluhku,
"Nanti akan stabil kalau
sudah jalan," janjinya.
"Sekarang, mana rem?"
"Di belakang kaki
kananku."
"Salah."
Jacob menyambar tangan kananku
dan menekukkan jari-jariku ke tuas di belakang setang gas.
"Tapi tadi
kaubilang—"
"Ini rem yang harus
kaugunakan. Jangan pakai rem belakang dulu, itu untuk nanti, kalau kau sudah
bisa mengendarainya dengan benar."
"Kedengarannya kok tidak
benar," tukasku curiga.
"Bukan kali kedua rem itu
sama pentingnya?"
"Lupakan saja rem
belakang, oke? Ini—"Jacob menumpang, kan telapak tangannya ke telapak
tanganku dan menggerakkannya untuk meremas tuas.
"Begini caranya mengerem. Jangan lupa." Ia meremas tanganku
sekali lagi.
"Baiklah." aku
setuju.
“Gas?”
Kuputar setang kanan.
"Gigi?"
Aku menyenggolnya dengan tungkai kaki kiriku.
"Bagus sekali. Kurasa kau sudah hafal namanama
bagiannya. Sekarang tinggal menjalankannya."
"He-eh," gumamku,
tidak berani mengatakan apa-apa lagi.
Perutku melilit aneh dan
rasanya suaraku mau pecah. Aku takut sekali. Aku berusaha meyakinkan diri bahwa
ketakutanku itu tak beralasan. Aku toh sudah pernah melewati hal terburuk yang
mungkin terjadi.
Dibandingkan dengan itu,
mengapa hal lain bisa membuatku takut? Seharusnya aku bisa menghadapi maut
dengan enteng dan berani. Tapi perutku tidak percaya.
Kutatap jalan tanah yang
membentang panjang di hadapanku, diapit di sisi kiri dan kanannya dengan
tetumbuhan hijau rimbun berkabut. Jalanannya berpasir dan lembab. Lebih bagus
daripada lumpur.
“Sekarang, tekan
koplingnya," Jacob memerintahkan.
Kuremas kopling dengan jari-jari
tanganku.
"Sekarang ini penting,
Bella," Jacob menekankan.
"Jangan lepas kopling itu,
oke? Aku ingin kau menganggapnya granat aktif. Pinnya sudah dilepas dan
sekarang kau menahan pemicunya."
Aku meremasnya semakin kuat. "Bagus. Kira-kira
bisa tidak kau menyalakan mesin dengan mengengkol pedal kakinya?"
"Kalau aku memindahkan kakiku, aku bisa
jatuh," kataku dengan rahang terkatup rapat, jarijariku mencengkeram erat
granat aktifku.
"Oke, biar aku saja.
Jangan lepaskan koplingnya."
Jacob mundur selangkah,
kemudian tiba-tiba mengengkol pedal keras-keras. Terdengar raungan pendek, dan
sepeda motor tersentak ke depan saking kerasnya Jacob mengengkol.
Aku mulai goyah ke samping,
tapi Jacob buru-buru memegangi sepeda motor sebelum benda itu jatuh bersamaku
ke tanah.
"Tahan," ia
menyemangati.
"Koplingnya masih
kaupegang?"
"Ya," jawabku.
"Jejakkan kakimu—akan
kucoba lagi." Jacob menumpukan tangannya ke sadel belakang, untuk
berjaga-jaga.
Empat kali mengengkol baru
mesinnya menyala. Bisa kurasakan motor itu bergetar di bawahku seperti binatang
yang marah. Kucengkeram kopling kuat-kuat sampai jari-jariku sakit.
"Cobalah menggas," Jacob menyarankan.
"Pelanpelan. Dan jangan lepaskan koplingnya."
Ragu-ragu, kuputar setang kanan. Meski hanya sedikit, namun sepeda motor
menggeram di bawahku.
Kedengarannya marah dan lapar sekarang. Jacob tersenyum
puas.
"Ingat bagaimana caranya memasukkan gigi satu?”
tanyanya.
"Ya."
"Well,
lakukanlah."
"Oke"
Jacob menunggu beberapa detik.
"Kaki kiri," desaknya.
"Aku sudah tahu," sergahku, menarik napas
dalam-dalam
"Yakin kau mau
melakukannya?" tanya Jacob.
"Kelihatannya kau
takut."
"Aku baik-baik saja,”
bentakku. Kupelankan gas sedikit.
"Bagus sekali," Jacob
memujiku.
"Sekarang, pelan-pelan sekali lepaskan kopling." Jacob
mundur selangkah menjauhi motor.
"Kau mau aku melepaskan
granat?" tanyaku tak percaya. Pantas saja ia mundur.
"Begitulah caramu
menjalankan motor, Bella.Tapi lakukan sedikit demi sedikit." Saat mulai
melonggarkan cengkeraman, aku shock bukan
main saat mendengar suara yang bukan milik cowok yang berdiri di sampingku.
"Ini ceroboh,
kekanak-kanakan, dan idiot, Bella," suara selembut sutra itu menegur.
"Oh!" aku terkesiap,
dan tanganku terlepas dari kopling.
Sepeda motor itu memberontak di bawahku, menyentakku
maju dan ambruk ke tanah, separo bodinya menindihku. Suara mesinnya
terbatukbatuk lalu mati.
"Bella?" Jacob
menyentakkan sepeda motor berat itu dengan enteng.
"Kau terluka?” Tapi aku
tidak mendengarkan.
"Sudah kubilang,"
suara sempurna itu berbisik, sebening kristal.
"Aku tidak apa-apa,"
gumamku, linglung.
Lebih dari itu. Suara di
kepalaku telah kembali. Masih terngiang-ngiang di telingaku—gaung yang lembut
dan sehalus beledu.
Pikiranku berputar cepat
memikirkan berbagai kemungkinan. Tidak ada yang familier di sini—di jalanan
yang tidak pernah kulihat, melakukan sesuatu yang tidak pernah kulakukan
sebelumnya—tidak ada deja vu. Jadi
halusinasi itu pasti dipicu hal lain... aku merasa adrenalin menderas kembali
di pembuluh darahku, dan kurasa aku tahu jawabannya. Kombinasi adrenalin dan
bahaya, atau mungkin hanya ketololan.
Jacob menarikku berdiri.
"Kepalamu terbentur?”
tanyanya.
"Kelihatannya tidak,"
Aku menganggukkan
kepala ke depan dan ke belakang, mengecek.
"Motornya tidak rusak, kan?" Pikiran itu
membuatku waswas. Aku sangat ingin mencoba lagi, segera. Bertindak ceroboh
ternyata lebih berhasil daripada yang kukira. Tidak harus melakukan kecurangan.
Mungkin aku sudah menemukan cara untuk memunculkan halusinasi— itu jauh lebih
penting.
"Tidak. Mesinnya hanya
mati," jawab Jacob, menyela spekulasi kilatku.
"Kau terlalu cepat melepas
kopling."
Aku mengangguk. "Ayo kita
coba lagi"
"Kau yakin?" tanya
Jacob.
"Positif."
Penutup Novel Twilight (New Moon) – ADRENALIN Bab 44
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port ADRENALIN Bab
44 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: