Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 43 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PENGULANGAN Bab 43
Cowok macho? aku sependapat.
Aku bisa melihatnya dalam benakku ketika Jacob menggambarkannya, dan itu
mengingatkanku pada sesuatu... tiga cowok jangkung berkulit gelap berdiri diam
dan saling merapat di ruang tamu rumah ayahku. Gambarnya miring ke satu sisi,
karena kepalaku terbaring di sofa sementara dr.
Gerandy dan Charlie membungkuk
di atasku...
Apakah mereka itu geng Sam? Aku
cepat-cepat berbicara lagi untuk mengalihkan perhatianku dari kenangan itu.
"Apakah Sam tidak sedikit
terlalu tua untuk hal semacam ini?"
"Yeah. Seharusnya dia
kuliah, tapi dia tetap tinggal di sini. Sudah begitu, tidak ada yang
mempermasalahkannya pula. Padahal, dewan suku marah besar waktu kakak
perempuanku menolak tawaran beasiswa parsial dan lebih memilih menikah. Tapi,
oh tidak, Sam Uley tidak mungkin melakukan kesalahan."
Wajah Jacob mengeras oleh amarah—amarah dan perasaan
lain yang awalnya tidak kukenali.
"Kedengarannya sangat
menjengkelkan dan... aneh. Tapi aku tidak mengerti mengapa kau memasukkannya ke
hati." Kulirik wajahnya, berharap aku tidak membuatnya tersinggung.
Jacob mendadak tenang,
memandang ke luar jendela.
"Belokannya terlewat,"
katanya datar.
Aku membuat putaran berbentuk
huruf U yang lebar sekali; sampai nyaris menabrak pohon saat lingkaran yang
kubuat membuat trukku terseok hingga ke setengah badan jalan.
"Terima kasih
peringatannya," gerutuku sambil mulai menyusuri jalan kecil.
"Maaf, tadi aku sedang
tidak memerhatikan jalan." Sejenak tidak ada yang bicara.
"Kau bisa berhenti di mana
saja di sepanjang jalan ini," kata Jacob lirih.
Aku menepikan truk dan
mematikan mesin. Telingaku berdenging oleh kesunyian yang mendadak. Kami turun,
lalu Jacob berjalan ke belakang untuk menurunkan sepeda motor.
Aku mencoba membaca
ekspresinya. Ada hal lain yang membuatnya gundah. Pertanyaanku tadi tepat
mengenai sasaran.
Jacob tersenyum setengah hati sambil mendorong motor
merah itu ke sisiku.
"Selamat ulang tahun yang terlambat. Kau
siap?"
"Rasanya sudah." Tiba-tiba saja motor itu
tampak mengancam, menakutkan, waktu aku sadar sebentar lagi aku akan
mengendarainya.
"Kita akan pelan-pelan
saja," Jacob berjanji. Hati-hati kusandarkan motor itu ke bemper truk
sementara Jacob menurunkan motornya.
"Jake..." Aku
ragu-ragu sejenak waktu ia kembali mengitari truk.
"Yeah?"
"Apa sebenarnya yang
membuatmu merasa terganggu? Mengenai Sam. maksudku? Apakah ada masalah
lain?" Ku, pandangi wajahnya, tapi ia tidak marah.
Ia menatap tanah dan
menendangkan sepatunya ke roda depan sepeda motornya berkalikali. seperti
mengulur-ulur waktu.
Jacob mendesah. "Hanya...
cara mereka memperlakukan aku. Membuatku takut." Katakata itu mulai
berhamburan keluar dari mulutnya.
"Kau tahu, dewan suku
terdiri atas para anggota yang kedudukannya setara, tapi kalaupun ada pemimpin,
pemimpinnya adalah ayahku. Aku tidak pernah bisa mengerti mengapa orang-orang memperlakukan
dia seperti itu. Mengapa opininya yang paling didengar. Pasti ada hubungannya
dengan ayahnya dan ayah dari ayahnya. Kakek buyutku, Ephraim Black, bisa
dibilang kepala suku kami yang terakhir, dan mereka masih mendengarkan
perkataan Billy, mungkin karena itu.
"Tapi aku sama saja seperti orang-orang lain.
Tidak ada yang memperlakukan aku secara istimewa... sampai sekarang." Aku
terperangah mendengarnya.
"Sam memperlakukan mu secara istimewa?"
"Yeah," jawab Jacob,
mendongak dan memandangku dengan sorot galau.
"Dia memandangiku seperti
menunggu sesuatu... seperti berharap aku akan bergabung dengan geng tololnya
itu suatu saat nanti. Dia lebih memerhatikan aku daripada pemuda-pemuda lain.
Aku tidak suka."
“Kau tidak perlu bergabung
dengan geng apa pun." Suaraku marah. Ini benar-benar meresahkan hati
Jacob, dan itu membuatku marah. Memangnya para
"pelindung" ini pikir
siapa mereka?
“Yeah.” Kaki Jacob masih terus menendangnendang roda.
"Apa?" Aku tahu pasti
masih ada lagi. Jacob mengerutkan kening, alisnya bertaut seperti kalau ia
tampak sedih dan khawatir, bukannya marah.
"Ini tentang Embry. Dia
selalu menghindariku belakangan ini"
Pikiran itu sepertinya tidak ada
hubungannya dengan masalah tadi, tapi aku ingin tahu apakah masalah yang
dihadapinya dengan sahabatnya itu gara-gara aku.
"Kau kan bersamaku terus
akhirakhir ini," aku mengingatkan dia, merasa egois.
Ternyata selama ini aku memonopoli dia.
"Tidak, bukan gara-gara itu. Bukan hanya aku yang
merasa begitu—Quil juga, dan orang-orang lain. Embry tidak sekolah selama satu
minggu, tapi tidak pernah ada di rumah bila kami mencoba menemuinya. Dan waktu
dia kembali, dia tampak... dia tampak kalut. Ketakutan. Quil dan aku berusaha
membujuknya untuk menceritakan masalah yang dihadapinya, tapi dia tidak mau
bicara pada kami berdua."
Kupandangi Jacob, menggigit
bibir dengan cemas—ia benar-benar ketakutan. Tapi Jacob tidak balas menatapku.
Ia memandangi kakinya yang menendang-nendang karet ban. Temponya makin lama
makin cepat.
"Lalu minggu ini, tak ada
hujan tak ada angin, Embry mulai bergabung dengan Sam dan temantemannya yang
lain. Dia tadi juga ada di tebing." Suaranya rendah dan tegang.
Akhirnya Jacob menatapku juga.
"Bella, dulu mereka lebih sering mengganggu Embry daripada aku. Embry
bahkan tidak mau berurusan dengan mereka. Tapi sekarang dia membuntuti Sam ke
mana-mana seolah-olah dia sudah bergabung dalam sebuah sekte.
"Dan hal yang sama juga
terjadi pada Paul. Persis sama. Dia bukan teman Sam. Lalu tahutahu dia tidak
masuk sekolah beberapa minggu, dan ketika kembali, mendadak Sam seperti
memiliki dia. Entah apa maksudnya. Aku tidak mengerti, dan aku merasa harus
mencari tahu, karena Paul temanku dan... Sam menatapku dengan sikap aneh...
dan...” suara Jacob menghilang.
"Kau sudah membicarakan ini dengan Billy?"
tanyaku. Ketakutannya mulai menular. Bulu kuduk di sekujur tubuhku meremang.
Kini wajahnya tersaput amarah.
"Sudah," dengusnya.
"Benar-benar membantu.”
"Apa kata ayahmu?"
Ekspresi Jacob sinis, dan saat
berbicara, ia menirukan suara ayahnya yang berat.
"Tidak ada yang perlu
kaukhawatirkan sekarang, Jacob. Beberapa tahun lagi, kalau kau tidak... Well, akan kujelaskan nanti." Dan
kemudian suaranya biasa lagi.
"Bagaimana penjelasan
seperti itu bisa membuatku mengerti? Apakah ayahku berusaha menjelaskan bahwa
ini disebabkan oleh pubertas tolol, usia akil balig dan sebangsanya? Ini soal
lain.
Ada yang tidak beres."
Jacob menggigit-gigit bibir
bawahnya dan meremas kedua tangannya. Kelihatannya ia seperti mau menangis.
Instingku langsung menyuruhku
merangkulnya, memeluk pinggangnya dan menempelkan wajahku ke dadanya. Ia besar
sekali, aku merasa seperti anak kecil yang memeluk orang dewasa.
"Oh, Jake, semua pasti
beres!" aku meyakinkannya.
"Kalau keadaan bertambah
parah, kau bisa tinggal bersamaku dan Charlie. Jangan takut, akan kita cari
jalan keluarnya!" Jacob membeku sedetik, kemudian kedua lengannya yang
panjang merangkulku ragu-ragu.
"Trims, Bella."
Suaranya lebih serak daripada biasa.
Sesaat kami
berdiri diam sambil berpelukan, dan itu tidak membuatku kalut; malah, aku
merasa nyaman bisa bersentuhan dengannya. Berbeda sama sekali dengan saat
terakhir kali seseorang memelukku seperti ini. Ini pelukan persahabatan.
Dan Jacob orangnya sangat
hangat. Aneh juga bagiku, bisa sedekat ini—lebih secara emosional daripada
fisik, meski kedekatan fisik juga merupakan hal yang aneh bagiku—dengan sesama
manusia. Itu bukan gayaku yang biasa.
Normalnya, tidak mudah bagiku
berhubungan dengan manusia, dalam tahapan yang sangat mendasar. Tidak dengan
manusia.
"Kalau tahu begini reaksimu,
aku akan lebih sering panik." Suara Jacob ringan, terdengar normal lagi,
dan tawanya menggemuruh di telingaku. Jari-jemarinya menyentuh rambutku, lembut
dan hati-hati. Well, bagiku ini
persahabatan. Aku cepat-cepat melepaskan diri, tertawa bersamanya, tapi dalam
hati bertekad untuk mengembalikan keadaan ke perspektif semula.
"Sulit dipercaya aku dua
tahun lebih tua darimu," tukasku, memberi penekanan pada kata
"lebih tua".
"Kau membuatku merasa
seperti orang kerdil." Berdiri sedekat ini dengannya, aku benarbenar harus
mendongak tinggi-tinggi untuk bisa melihat wajahnya.
"Kau selalu saja lupa umurku sudah empat
puluhan.”
“Oh, benar."
Jacob menepuk-nepuk kepalaku.
"Kau seperti boneka kecil,” godanya.
"Boneka porselen."
Aku memutar bola mataku, mundur lagi selangkah.
"Sudahlah, jangan mulai
lagi dengan ejekanmu soal albino itu.”
"Serius nih, Bella, kau
yakin kau bukan albino?" Jacob mendekatkan tangannya yang kemerahan itu ke
tanganku, perbedaannya sangat mencolok.
"Aku belum pernah melihat
orang yang lebih pucat daripada kau... Well.
Kecuali–" Jacob tidak meneruskan kata-katanya, dan aku membuang muka
berusaha tidak memahami apa yang hendak ia katakan.
“Bagaimana, jadi naik motor atau tidak?”
“Ayolah,” ajakku, lebih antusias daripada setengah
menit sebelumnya. Kalimat Jacob yang tidak selesai tadi mengingatkanku pada
alasan mengapa aku datang ke sini.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PENGULANGAN Bab 43
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PENGULANGAN Bab 43 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: