Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 41 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PENGULANGAN Bab 41
"Aku tidak mau berkencan," jawabku lambatlambat,
menyadari betapa benar hal itu. Seisi
dunia terasa sangat jauh denganku sekarang.
"Hanya sebagai teman?" Mike mengusulkan.
Bola matanya yang biru jernih sekarang tidak tampak terlalu bersemangat.
Kuharap ia
bersungguh-sungguh waktu
mengatakan kami bisa jadi teman saja.
"Pasti asyik. Tapi sayangnya
aku sudah punya acara Jumat nanti, jadi bagaimana kalau minggu depan?"
"Kau mau ngapain?"
tanyanya, lebih ingin tahu daripada yang kurasa ingin ia tunjukkan. "Bikin
PR. Aku sudah... janji akan belajar bersama teman.”
"Oh. Oke. Mungkin minggu depan." Mike
mengantarku ke trukku, sikapnya tidak seceria tadi. Aku jadi teringat
bulan-bulan pertamaku di Forks. Lingkaran kehidupanku seolah kembali ke titik
awal, dan sekarang semuanya terasa bagaikan gema—gema yang kosong, tanpa
ketertarikan seperti dulu.
Esok malamnya Charlie tidak kelihatan kaget sedikit
pun melihat Jacob dan aku berselonjor di lantai ruang tamu dengan buku
pelajaran bertebaran di mana-mana, jadi kurasa ia dan Billy diam-diam
membicarakan kegiatan kami.
“Hai, Anak-anak," sapanya, matanya mengarah ke
dapur. Aroma lasagna yang kubuat sesorean tadi—sementara Jacob menonton dan
sesekali mencicipi—menguar ke ruang depan; aku sengaja berbuat baik, berusaha
menebus dosa gara-gara membiarkan Charlie memesan pizza terus.
Jacob ikut makan malam bersama kami, lalu pulang
sambil membawa sepiring makanan untuk Billy. Dengan enggan ia menambahkan satu
tahun lagi ke umurku yang masih bisa dinegosiasikan karena kepiawaianku
memasak. Hari Jumat kami nongkrong di garasi, dan Sabtu-nya, usai bekerja di
Newtons, kami bikin PR lagi.
Charlie merasa cukup yakin aku sudah kembali waras
sehingga mau pergi memancing bersama Harry. Waktu ia pulang, kami sudah selesai
mengerjakan PR—merasa sangat bertanggung jawab dan dewasa—dan sedang menonton
Monster Garage di Discovery Channel.
"Mungkin sebaiknya aku pulang," Jacob
mendesah.
"Ternyata sudah malam sekali."
"Oke, baiklah," gerutuku.
"Kuantar kau pulang." Jacob tertawa melihat
ekspresiku yang keberatan—sepertinya itu membuatnya senang.
"Besok kembali bekerja," kataku begitu kami
sudah aman di dalam truk.
"Jam berapa kau mau aku datang?"
Ada kesan riang yang tak bisa
dijelaskan terpancar dari senyumnya. "Kutelepon kau dulu, oke?"
"Tentu." Keningku berkerut, bertanya-tanya
ada apa.
Senyum Jacob semakin lebar. Aku membersihkan rumah
keesokan paginya— sambil menunggu Jacob menelepon sekaligus berusaha
mengenyahkan mimpi burukku yang terakhir. Pemandangannya berubah.
Semalam aku berkelana di tengah lautan pakis yang
diselingi pohon hemlock raksasa di sana-sini. Tidak ada apa-apa lagi di sana,
dan aku tersesat, menggelandang tanpa tujuan dan sen dirian, tidak mencari
apa-apa.
Ingin rasanya kumarahi diriku sendiri karena pergi ke
sana minggu lalu. Kutepiskan mimpi itu dari pikiran sadarku, berharap mimpi
tersebut akan terkunci rapat di suatu tempat dan tidak muncul lagi. Charlie
sedang mencuci mobil patrolinya di luar, jadi ketika telepon berdering, aku
langsung menjatuhkan sikat WC dan lari ke bawah untuk mengangkatnya.
"Halo?" jawabku
terengah-engah.
"Bella." kata Jacob,
nadanya aneh dan formal.
"Hai, Jake"
"Aku yakin kita... ada
kencan hari ini," katanya, nadanya sarat makna terselubung.
Butuh waktu sedetik bagiku
untuk mencernanya. "Sudah selesai? Aku tidak percaya!" Waktunya
benar-benar tepat.
Aku membutuhkan sesuatu yang
bisa mengalihkan pikiranku dari mimpi buruk dan kehampaan.
"Yeah, dua-duanya sudah
berfungsi lagi."
"Jacob, kau ini
benar-benar, tidak diragukan lagi, orang paling berbakat dan hebat yang pernah
kukenal. Usiamu bertambah sepuluh tahun karena ini."
"Keren! Jadi sekarang aku sudah separo
baya." Aku tertawa.
"Aku akan segera ke sana!"
Kulempar semua peralatan
bersih-bersihku ke bawah konter kamar mandi, lalu kusambar jaketku.
"Mau ke rumah Jake,"
kata Charlie waktu aku berlari melewatinya.
Itu bukan pertanyaan.
“Yep," sahutku sambil meloncat ke truk.
"Aku nanti akan ke
kantor," Charlie berseru padaku.
“Oke," aku balas
berteriak, memutar kunci. Charlie mengatakan sesuatu, tapi aku tak bisa
mendengarnya dengan jelas karena terhalang raungan mesin truk. Ke dengarannya
seperti,
"Buru-buru amat?"
Kuparkir trukku di sisi rumah keluarga Black, dekat
pepohonan, supaya kami bisa lebih mudah menyelundupkan sepeda-sepeda motor itu
keluar.
Waktu aku turun, secercah warna berkelebat menarik
perhatianku—dua motor mengilap, satu merah, satu hitam, tersembunyi di balik
semak, tidak tampak dari rumah. Jacob sudah siap. Sepotong pita biru diikat
membentuk pita kecil di setiap setang motor.
Aku tertawa melihatnya sewaktu Jacob menghambur keluar
rumah. "Siap?" tanyanya pelan, matanya berbinar-binar. Aku menengok
ke belakang bahunya, tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran Billy.
"Yeah," jawabku, tapi tidak merasa terlalu
bersemangat seperti sebelumnya; aku mencoba membayangkan diriku benar-benar
menunggangi sepeda motor itu.
Dengan enteng Jacob menaikkan
sepeda-sepeda motor itu ke bak belakang trukku, membaringkannya dengan
hati-hati agar tidak terlihat.
"Ayo," ajaknya,
suaranya lebih tinggi daripada biasanya karena bersemangat.
"Aku tahu tempat yang
aman—tidak ada yang akan memergoki kita di sana."
Kami ke luar kota menuju
selatan. Jalan tanah berkelok-kelok keluar-masuk hutan—terkadang tidak tampak
pemandangan lain selain pepohonan, dan sejurus kemudian tiba-tiba tampak
pemandangan indah Samudera Pasifik membentang luas, jauh hingga ke batas
cakrawala, abu-abu gelap di bawah awan-awan.
Kami berada di atas pantai, di
puncak tebing-tebing yang membatasi pantai di sini, dan pemandangannya seakan
membentang luas hingga ke ujung bumi. Aku mengendarai trukku pelan-pelan, supaya
bisa dengan aman memandangi samudra luas sesekali, sementara jalan
berkelok-kelok semakin dekat ke tebing-tebing laut.
Jacob bercerita tentang
keberhasilannya memperbaiki kedua sepeda motor itu, tapi penjelasannya mulai
mengarah ke hal-hal teknis, jadi aku tidak begitu memerhatikan. Saat itulah aku
melihat empat orang berdiri di tubir batu, terlalu dekat ke pinggir tebing.
Dari jauh aku tidak bisa menebak usia mereka, tapi asumsiku mereka lelaki
dewasa. Meski hari ini dingin, kelihatannya mereka hanya mengenakan celana
pendek.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PENGULANGAN Bab 41
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PENGULANGAN Bab 41 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: