Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 135 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – EPILOG—KESEPAKATAN
Bab 135
EPILOG—KESEPAKATAN
HAMPIR semuanya kembali
normal—normal seperti sebelum masa ini, ketika aku berkeliaran laksana mayat
hidup dalam tempo sangat cepat, lebih daripada yang kuyakini bisa terjadi.
Rumah sakit menerima Carlisle kembali dengan tangan terbuka, bahkan tidak
merasa perlu menutupi kegembiraan mereka bahwa Esme tidak terlalu suka tinggal
di LA.
Gara-gara aku tidak ikut ulangan
Kalkulus karena harus pergi ke luar negeri waktu itu, nilai Alice dan Edward
saat ini lebih bagus daripada aku untuk bisa lulus SMA. Tibatiba kuliah menjadi
prioritas (kuliah masih tetap merupakan rencana B, untuk jaga-jaga siapa tahu
tawaran Edward membuatku batal mengambil pilihan melakukannya dengan Carlisle
sesudah lulus).
Sudah banyak tenggat waktu
pendaftaran yang kulewatkan, tapi Edward menyodorkan setumpuk formulir baru
untuk kuisi setiap hari. Ia sudah mengembalikan berkas pendaftarannya ke
Harvard, jadi tidak masalah baginya bila, gara-gara aku terlalu banyak
berleha-leha, kami terdampar di Peninsula Community College tahun depan.
Charlie agak marah padaku, dan
ia juga mendiamkan Edward. Tapi setidaknya Edward diizinkan – selama jam
berkunjung yang sudah ditentukan masuk ke rumah lagi. Tapi aku tidak diizinkan
keluar dari sana.
Aku hanya boleh keluar untuk bersekolah dan bekerja,
jadi dinding-dinding kelasku yang berwarna kuning kusam mendadak terasa begitu
mengundang bagiku. Itu berhubungan erat dengan orang yang duduk di meja di
sebelahku.
Edward mengambil jadwalnya yang lama, jadi ia sekelas
denganku di hampir semua pelajaran. Kelakuanku begitu aneh, sejak keluarga
Cullen "pindah" ke LA, sehingga tak ada yang mau duduk di sampingku.
Bahkan Mike, yang dulu selalu bersemangat memanfaatkan setiap kesempatan,
sekarang pun seperti menjaga jarak. Dengan kembalinya Edward, delapan bulan
terakhir nyaris bagaikan mimpi buruk yang mengganggu.
Nyaris, meski tidak persis seperti itu. Salah satunya,
karena sekarang aku dihukum tidak boleh keluar rumah. Dan alasan lain, sebelum
musim gugur waktu itu, aku tidak bersahabat dengan Jacob Black. Jadi, tentu
saja, waktu itu aku belum merasa kehilangan dia.
Aku tidak bisa pergi ke La Push, dan Jacob tidak mau
datang menemuiku. Ia bahkan tidak mau menerima teleponku.
Kebanyakan aku menelepon ke sana malammalam, setelah
Edward diusir – jam sembilan tepat oleh Charlie yang meski muram tapi tampaknya
sangat senang bisa mengusir Edward – dan sebelum Edward menyusup kembali ke
kamarku lewat jendela setelah Charlie tidur.
Aku sengaja memilih waktu itu untuk melakukan
panggilan yang sia-sia ini karena kulihat Edward selalu mengernyitkan muka
setiap menyebut nama Jacob. Seperti tidak suka dan waswas... mungkin bahkan
marah. Kurasa itu karena Edward juga punya prasangka buruk terhadap werewolf, walaupun tidak sevokal Jacob
terhdap
"para pengisap darah”. Jadi. aku jarang
menyebut-nyebut nama Jacob. Dengan Edward di dekatku, sulit memikirkan hal-hal
yang tidak membahagiakan – bahkan memikirkan mantan sahabatku, yang saat ini
mungkin sedang sangat tidak bahagia, gara-gara aku. Kalaupun aku memikirkan
Jake, aku selalu merasa bersalah karena tidak sering memikirkan dia.
Dongeng itu sudah kembali. Sang
pangeran sudah kembali, dan kutukan jahat dilenyapkan. Aku tidak tahu apa yang
harus dilakukan terhadap karakter lain yang tertinggal dan tidak ikut bahagia.
Apakah kisah ini juga akan berakhir bahagia selamanya untuk dia?
Minggu-minggu berlalu, dan
Jacob masih tidak mau menjawab teleponku. Hal ini mulai membuatku terus-menerus
khawatir. Seperti keran bocor di belakang kepalaku yang tidak bisa kumatikan
atau kuabaikan. Tes, tes, tes. Jacob, Jacob, Jacob.
Jadi, meski jarang menyebut-nyebut
nama Jacob, terkadang perasaan frustrasi dan gelisahku meluap juga.
"Benar-benar brengsek!" aku mengomel
panjangpendek pada Sabtu siang saat Edward menjemputku dari tempat kerja.
Lebih mudah melampiaskan amarah daripada merasa
bersalah.
"Ini sama saja dengan menghina!"
Aku sudah mencoba segala cara,
dengan harapan mendapat respons berbeda. Kali ini aku mencoba menelepon Jake
dari tempat kerja, tapi teleponku dijawab Billy yang sama sekali tidak bisa
membantu. Lagi-lagi.
"Kata Billy, Jacob tidak
mau bicara denganku," aku meradang, memelototi hujan yang mengalir
membasahi jendela mobil.
“Masa dia ada di sana, tapi
tidak mau berjalan tiga langkah saja untuk menerima telepon! Biasanya Billy
hanya mengatakan Jacob keluar, sibuk, tidur, atau semacamnya Maksudku, bukan
berarti aku tidak tahu dia bohong padaku tapi paling tidak cara itu masih lebih
sopan. Kurasa Billy juga benci padaku sekarang. Tidak adil!"
"Bukan begitu,
Bella," ucap Edward tenang.
"Tidak ada yang benci
padamu."
"Rasanya seperti itu,"
gerutuku, melipat kedua lengan di dada.
Sekarang itu hanya kebiasaan
yang sulit diubah. Tidak ada lagi lubang di dadaku kini—aku bahkan sudah nyaris
tidak ingat perasaan hampa yang pernah kurasakan.
"Jacob tahu kami sudah
kembali, dan aku yakin dia tahu pasti aku bersamamu," jelas Edward.
"Dia tidak mau dekat-dekat
denganku. Permusuhan itu sudah berurat akar dalam dirinya."
"Itu kan konyol. Dia tahu
kau tidak... seperti vampir-vampir lain."
"Bukan berarti tidak ada alasan untuk menjaga
jarak."
Aku memandang garang melalui
kaca depan mobil. Yang kulihat hanya wajah Jacob, terpasung dalam topeng getir
yang kubenci itu.
"Bella, memang beginilah
keadaannya," kata Edward kalem.
"Aku bisa mengendalikan
diri, tapi aku ragu dia bisa. Dia masih sangat muda. Besar kemungkinan akan
terjadi perkelahian, dan aku tidak tahu apakah bisa menghentikannya sebelum aku
membu" Edward mendadak berhenti bicara, kemudian cepat-cepat melanjutkan.
"Sebelum aku menyakitinya.
Kau tidak akan senang. Aku tidak ingin itu terjadi."
Aku ingat apa yang dikatakan
Jacob di dapur waktu itu, mendengar kata-kata yang ia ucapkan sambil mengenang
suaranya yang parau. Aku tidak yakin akan
cukup bisa mengendalikan diri untuk menghadapinya... Mungkin kau juga tidak
suka kalau aku membunuh temanmu. Tapi, Jacob ternyata mampu mengendalikan
diri, waktu itu...
"Edward Cullen,"
bisikku.
"Tadi kau mau mengatakan
membunuhnya, kan? Iya, kan?” Edward membuang muka,
memandang ke hujan di luar. Di
depan kami, lampu merah yang tadi tidak kusadari keberadaannya berubah menjadi
hijau dan Edward menjalankan mobilnya kembali, mengemudikannya sangat lamban.
Tidak biasanya ia menyetir sepelan ini.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – EPILOG—KESEPAKATAN Bab 135
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port KESEPAKATAN Bab
135 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: