Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 132 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PEMUNGUTAN SUARA Bab 132
"Ya, tentu saja!" Ia
nyengir.
"Kita bisa mencari jalan
lain untuk mencari gara-gara dengan si Demetri ini."
Aku masih meringis mendengar
perkataannya saat berpaling kepada Esme.
"Ya, tentu saja, Bella.
Aku sudah menganggapmu bagian dari keluargaku."
"Terima kasih, Esme,"
bisikku sambil berpaling kepada Carlisle.
Tiba-tiba saja aku merasa
gugup, berharap aku tadi meminta suaranya lebih dulu. Aku yakin ini suara yang
paling berarti, suara yang dianggap lebih dari suara mayoritas.
Carlisle tidak melihat ke
arahku.
"Edward," ujarnya.
"Tidak," geram Edward. Rahangnya mengeras,
bibirnya menyeringai, memperlihatkan gigi-giginya.
“Ini satu-satunya jalan yang masuk akal,"
Carlisle berkeras. "Kau sudah memilih untuk tidak hidup tanpa dia, jadi
menurutku tak ada pilihan lain."
Edward menjatuhkan tanganku,
keluar dari meja. Ia menghambur meninggalkan ruangan, menggeram-geram marah.
"Kurasa kau sudah tahu
jawabanku." Carlisle mendesah.
Aku masih memandangi kepergian
Edward.
"Trims," gumamku.
Suara benda pecah yang mengoyak
gendang telinga terdengar dari ruang sebelah Aku tersentak, lalu cepat-cepat
bicara.
"Hanya itu yang
kuperlukan. Terima kasih semuanya. Untuk kesediaan kalian menerimaku. Begitu
jugalah yang kurasakan terhadap kalian semua." Suaraku tercekat oleh emosi
di akhir kalimat.
Dalam sekejap Esme sudah
berdiri di sampingku, lengannya yang dingin memelukku.
"Bella tersayang,"
desahnya.
Aku membalas pelukannya. Dari
sudut mata kulihat Rosalie menunduk memandangi meja, dan sadarlah aku
kata-kataku tadi dapat ditafsirkan berbeda.
"Well,
Alice," ujarku setelah Esme melepas pelukannya.
"Di mana kau ingin melakukannya?" Alice
menatapku, matanya membelalak ngeri.
"Tidak! Tidak! TIDAK!" raung Edward,
menghambur kembali ke dalam ruangan. Ia sudah sampai di hadapanku sebelum aku
sempat berkedip, membungkuk di atasku, wajahnya berkerut-kerut marah.
"Kau gila, ya?" teriaknya.
"Apa kau benar-benar sudah tidak waras lagi?"
Aku mengkeret menjauhinya, kedua tangan menutupi telinga.
"Eh, Bella," Alice
menyela dengan nada gelisah.
"Sepertinya aku belum siap
melakukan itu. Aku harus menyiapkan diri dulu..."
"Kau sudah berjanji,"
aku mengingatkannya, memandang garang dari bawah lengan Edward.
“Aku tahu, tapi... Yang benar
saja, Bella! Aku tidak tahu bagaimana melakukannya tanpa membunuhmu."
"Kau bisa
melakukannya," aku menyemangati.
"Aku percaya padamu."
Edward menggeram marah.
Alice menggeleng cepat-cepat,
terlihat panik.
"Carlisle?" Aku
menoleh dan memandanginya. Edward merenggut wajahku dengan tangannya, memaksaku
menatapnya. Sebelah tangannya yang lain terulur, telapak tangannya mengarah
pada Carlisle.
Carlisle tak menggubrisnya. "Aku bisa
melakukannya," ia menjawab pertanyaanku.
Kalau saja aku bisa melihat ekspresinya.
"Kau tak perlu takut aku akan kehilangan
kendali."
"Kedengarannya bagus." Aku berharap ia bisa
memahaminya; sulit berbicara dengan jelas bila Edward mencengkeram daguku
seperti ini.
"Tunggu," sergah
Edward dari sela-sela giginya
"Tidak perlu melakukannya
sekarang."
"Tidak ada alasan untuk
tidak melakukannya sekarang," balasku, kata-kataku tidak terdengar jelas.
"Aku bisa memikirkan
beberapa alasan."
"Tentu saja bisa,"
tukasku masam.
"Sekarang lepaskan aku.”
Edward melepaskan wajahku, dan melipat kedua lengannya di dada.
"Kira-kira dua jam lagi,
Charlie akan datang ke sini mencarimu. Dan aku tak ragu dia akan melibatkan polisi."
"Ketiga polisi yang ada di
sini." Tapi aku mengerutkan kening.
Ini selalu menjadi bagian
tersulit. Charlie, Renee. Sekarang ada Jacob juga. Orang-orang yang akan
kutinggalkan, orang-orang yang akan kusakiti. Kalau saja hanya aku orang yang
menderita, tapi aku tahu itu tidak mungkin.
Di saat yang sama, aku lebih
menyakiti mereka lagi dengan tetap menjadi manusia. Membahayakan nyawa Charlie
dengan berada di dekatnya. Membahayakan Jake lebih lagi dengan menarik
musuh-musuhnya datang ke wilayah yang wajib dijaganya. Dan Renee—aku bahkan tak
berani mengambil risiko mengunjungi ibuku sendiri karena takut bakal membawa
masalah masalahku yang mematikan ke sana! Aku magnet yang menarik bahaya; aku
menerima kenyataan itu.
Dengan menerimanya, aku tahu
aku harus bisa menjaga diri dan melindungi orang-orang yang kucintai, meskipun
itu berarti aku tidak bisa bersama mereka. Aku harus kuat.
"Dengan maksud untuk tetap
tidak menarik perhatian orang!” tukas Edward, masih berbicara lewat gigi
terkatup rapat, tapi memandang Carlisle sekarang,
"kusarankan kita
mengakhiri pembicaraan ini sekarang, setidaknya sampai Bella lulus SMU, dan
pindah dari rumah Charlie."
"Itu permintaan yang masuk
akal, Bella," ujar Carlisle.
Aku memikirkan reaksi Charlie
bila ia bangun pagi ini, bila setelah ia mengalami kehilangan besar dengan
meninggalnya Harry, kemudian aku membuatnya kalang-kabut dengan kepergianku
yang tanpa penjelasan ia menemukan tempat tidurku kosong.
Charlie pantas mendapatkan yang
lebih baik daripada itu. Toh tidak lama lagi; kelulusanku sudah di depan
mata... Aku mengerucutkan bibir.
“Akan kupertimbangkan."
Edward langsung rileks.
Rahangnya mengendur.
"Mungkin sebaiknya kuantar
kau pulang,” katanya, lebih tenang sekarang, tapi jelas ingin buru-buru
membawaku pergi dari sini.
"Siapa tahu Charlie bangun
lebih pagi." Kupandangi Carlisle.
"Setelah kelulusan?"
"Aku janji."
Aku menarik napas dalam-dalam,
tersenyum, dan berpaling kembali ke Edward.
"Oke. Kau boleh membawaku
pulang."
Edward membawaku melesat keluar
dari rumah sebelum Carlisle bisa menjanjikan hal lain. Ia membawaku keluar
lewat pintu belakang, jadi aku tidak melihat barang apa yang pecah di ruang
tamu.
Perjalanan pulang sangat
hening. Aku merasa menang dan sedikit puas pada diri sendiri. Sangat ketakutan juga,
tentu saja, tapi aku berusaha tidak memikirkan bagian itu. Tak ada gunanya
mengkhawatirkan rasa sakit—baik fisik maupun emosional—jadi itu tidak
kulakukan. Tidak sampai benar-benar harus.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PEMUNGUTAN SUARA Bab 132
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PEMUNGUTAN SUARA Bab 132 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: