Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 128 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – KEBENARAN Bab 128
“Ya?" tanya Edward, menunggu pertanyaanku. Aku
malah mengajukan pertanyaan lain. Hampir— tapi tidak persis—sama susahnya.
"Tapi bagaimana kalau nanti aku sudah tua sekali dan orang-orang mengira
aku ibumu? Nenekmu?" Suaraku pucat oleh perasaan jijik aku bisa melihat
wajah Gran lagi dalam mimpiku tentang bayangan dalam cermin waktu itu.
Seluruh wajah Edward melembut sekarang. Ia mengusap
air mata dari pipiku dengan bibirnya.
"Itu tidak penting bagiku," embusan napasnya
menerpa kulitku.
"Kau akan selalu menjadi orang yang paling cantik
bagiku. Tentu saja..." Edward ragu-ragu, sedikit tersentak.
"Kalau kau menjadi lebih tua daripada aku kalau
kau menginginkan sesuatu yang lebih aku bisa memahaminya, Bella. Aku berjanji
tidak akan menghalangimu kalau kau ingin meninggalkan aku." Mata Edward
tampak bagaikan batu akik cair dan benar-benar tulus.
Ia berbicara seolah-olah telah memikirkan rencana
tolol ini masak-masak.
"Kau tentunya sadar suatu saat nanti aku akan
mati, bukan?" desakku.
Edward juga sudah memikirkan hal
itu. "Aku akan menyusulmu secepat aku bisa."
"Ini benar-benar..."
Aku mencari kata yang tepat.
"Gila."
"Bella, hanya itu
satu-satunya cara yang tertinggal—"
"Mari kita mundur dulu sejenak," tukasku;
merasa marah membuatku jauh lebih mudah untuk berpikir jernih dan tegas.
"Kau pasti masih ingat pada keluarga Volturi,
kan? Aku tidak bisa tetap menjadi manusia selamanya. Mereka akan membunuhku.
Walaupun seandainya mereka tidak memikirkan aku sampai aku berumur tiga puluh
tahun", aku mendesiskan kalimat itu
"apa kau benar-benar mengira mereka bakal
lupa?"
"Tidak," jawab Edward lambat-lambat,
menggelengkan kepala. "Mereka tidak akan lupa. Tapi..."
"Tapi?"
Edward menyeringai sementara
aku menatapnya kecut. Mungkin bukan aku satu-satunya yang sinting di sini.
"Aku punya beberapa rencana."
"Dan rencana-rencana
itu," tukasku, suaraku semakin masam dalam setiap katanya.
"Rencanarencana itu pasti
berpusat padaku yang tetap menjadi manusia.”
Sikapku membuat ekspresi Edward
mengeras "Itu sudah jelas." Nadanya kasar, wajahnya yang bak malaikat
itu arogan.
Kami bertatapan garang beberapa
saat. Kemudian aku menarik napas dalam-dalam, menegakkan bahu, dan mendorong
lengan Edward jauh-jauh supaya bisa duduk tegak.
"Kau ingin aku pergi?"
tanya Edward, dan hatiku terasa nyeri melihat bagaimana pemikiran itu menyakiti
hatinya, meski ia berusaha tidak menunjukkannya.
"Tidak." jawabku.
"Aku yang akan
pergi."
"Boleh aku bertanya kau
akan ke mana?" tanyanya.
"Aku akan pergi ke rumahmu," jawabku, masih
menggapai-gapai tanpa melihat.
Edward berdiri dan
menghampiriku. "Ini sepatumu. Kau akan naik apa ke sana?"
"Trukku."
“Suaranya mungkin akan membuat
Charlie terbangun," kata Edward sebagai upaya untuk membuatku mengurungkan
niat. Aku mendesah.
“Aku tahu. Tapi jujur saja,
sekarang pun aku pasti akan dihukum tidak boleh keluar rumah beberapa minggu.
Jadi mumpung sudah basah, kecebur saja sekalian."
"Itu tidak benar Charlie
pasti akan menyalahkan aku, bukan kau."
"Kalau punya ide lain yang
lebih baik, katakan saja."
“Tetaplah di sini." Edward
menyarankan, tapi ekspresinya tidak berharap.
“Jangan harap. Tapi silakan
saja kalau kau mau tetap di sini. Anggap saja di rumah sendiri," dorongku,
kaget sendiri mendengar betapa wajarnya caraku menyindir, lalu bergegas menuju
pintu.
Tiba-tiba saja Edward sudah
berdiri di hadapanku, menghalangi jalan.
Aku mengerutkan kening, dan berbalik menuju jendela.
Tidak terlalu tinggi kok dari tanah, dan di bawah sebagian besar berupa
rerumputan... "Oke," desah Edward. "Aku akan membopongmu."
Aku mengangkat bahu.
"Terserah. Tapi mungkin
sebaiknya kau juga berada di sana."
"Mengapa begitu?"
"Karena kalau kau sudah
punya pendapat, sulit sekali mengubah pendapatmu. Jadi aku yakin kau pasti
ingin mendapat kesempatan mengutarakan pandangan-pandanganmu."
"Pandangan-pandanganku
mengenai apa?" tanya Edward dari sela-sela rahangnya yang terkatup rapat.
"Ini bukan lagi hanya
mengenai kau. Kau bukan pusat semesta alam, tahu." Kalau pusat semesta
alam pribadiku, tentu saja, adalah cerita lain.
"Kalau kau akan membuat
keluarga Volturi mendatangi kita hanya gara-gara hal tolol seperti
mempertahankan aku sebagai manusia, maka keluargamu perlu didengar juga
pendapatnya."
"Pendapat mereka mengenai
apa?" tanya
Edward, setiap kata diucapkan dengan jelas.
"Ketidakabadianku. Aku akan melakukan voting untuk menentukannya."
Penutup Novel Twilight (New Moon) – KEBENARAN Bab 128
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port KEBENARAN Bab 128
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: