Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 126 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – KEBENARAN Bab 126
Edward mundur sedikit, menatap
wajahku.
"Kemarin, ketika aku hendak
menyentuhmu, kau sangat... ragu-ragu, begitu hati-hati, tapi tetap sama. Aku
ingin tahu mengapa. Apakah karena aku terlambat? Karena aku terlalu menyakiti
hatimu? Karena kau sudah mencintai orang lain, seperti yang kumaksudkan bagimu?
Kalau memang begitu, itu... cukup adil. Aku tidak akan mencela keputusanmu.
Jadi, tidak usah mencoba menjaga perasaanku, please—ceritakan saja padaku sekarang apakah kau masih mencintaiku
atau aduk setelah semua yang kulakukan padamu. Bisakah kau?" bisik Edward.
"Pertanyaan idiot macam
apa itu?"
"Jawab saja. Please." Lama sekali kutatap Edward
dengan tajam.
"Perasaanku terhadapmu
takkan pernah berubah. Tentu saja aku cinta padamu—dan itu tak bisa diganggu
gugat lagi!"
"Hanya itu yang perlu
kudengar."
Lalu bibir Edward menempel di bibirku, dan aku tak
mampu melawannya. Bukan karena ia ribuan kali lebih kuat daripada aku, tapi
karena pertahanan diriku langsung ambruk begitu bibir kami bertemu. Ciuman kali
ini tidak sehati-hati ciuman lain yang bisa kuingat, tapi itu bukan masalah.
Kalau memang aku akan menghancurkan diriku lebih jauh lagi, maka lebih baik
sekalian saja.
Maka aku pun membalas
ciumannya, jantungku berdebar-debar tidak berirama saat napasku memburu dan
jari-jariku membelai wajahnya dengan rakus.
Aku bisa merasakan tubuhnya
yang sekeras marmer menempel di setiap lekuk tubuhku, dan aku sangat gembira ia
tidak mendengarkan aku—tak ada kepedihan di dunia yang dapat membenarkan
kehilangan cinta ini. Tangan Edward meraba wajahku, sama seperti tanganku
meraba wajahnya, dan saat bibir kami terpisah sejenak beberapa detik, ia
membisikkan namaku.
Ketika kepalaku mulai terasa
pusing, Edward menarik tubuhnya, tapi menempelkan telinganya di dadaku.
Aku berbaring di sana, nanar,
menunggu napasku tenang kembali.
"Omong-omong”, kata Edward
dengan nada biasa-biasa saja.
“Aku tidak akan
meninggalkanmu."
Aku tidak mengatakan apa-apa,
dan Edward sepertinya bisa mendengar nada skeptis dalam diamku.
Ia mengangkat wajahnya dan menatapku lekatlekat.
"Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Tidak tanpa
kau," ia menambahkan dengan nada lebih serius. "Dulu aku
meninggalkanmu karena ingin kau punya kesempatan untuk menjalani hidup yang
normal dan bahagia sebagai manusia.
Aku bisa melihat akibatnya bila kau terus bersamaku—
membuatmu terus-menerus dalam bahaya, merenggutmu dari duniamu, mempertaruhkan
nyawamu setiap kali aku bersamamu. Jadi aku harus berusaha. Aku harus melakukan
sesuatu, dan tampaknya, pergi adalah satu-satunya jalan. Kalau aku tidak
beranggapan kau akan lebih baik, aku tidak akan pernah pergi.
Aku terlalu egois. Hanya kau yang lebih penting
daripada apa yang kuinginkan... yang kubutuhkan. Apa yang kuinginkan dan
kubutuhkan adalah bersamamu, dan aku tahu aku tidak akan pernah cukup kuat
meninggalkanmu lagi. Terlalu banyak alasan untuk tinggal—syukurlah! Sepertinya
kau tidak bisa aman, tak peduli betapa pun jauhnya jarak di antara kita."
"Jangan janjikan
apa-apa," bisikku. Kalau aku membiarkan diriku berharap, tapi ternyata
harapanku kosong... itu akan membunuhku.
Seandainya semua vampir yang
tak kenal belas kasihan itu tak sanggup menghabisiku, kehilangan harapan pasti
bisa melakukannya. Bola mata Edward yang hitam berkilat marah.
"Jadi kau – pikir aku bohong sekarang?"
“Tidak—tidak bohong." Aku menggeleng, berusaha
berpikir jernih. Mempelajari hipotesis bahwa ia memang mencintaiku, namun tetap
berpikir objektif dan klinis, sehingga aku tidak akan jatuh dalam perangkap
harapan.
"Kau memang bersungguh-sungguh... sekarang. Tapi
bagaimana dengan besok, kalau kau memikirkan kembali semua alasan mengapa kau
meninggalkanku dulu? Atau bulan depan, kalau Jasper lepas kendali lagi
terhadapku?" Edward tersentak.
Ingatanku melayang ke hari-hari
terakhir hidupku sebelum Edward meninggalkanku, berusaha melihatnya melalui
saringan apa yang dikatakannya padaku sekarang. Dari sudut pandang itu,
membayangkan bahwa ia meninggalkanku saat masih mencintaiku, meninggalkanku
demi aku, aku jadi mengerti sikapnya yang dingin dan menjauhiku.
"Kau toh tidak melakukannya
tanpa memikirkannya masakmasak lebih dulu, kan?" tebakku.
"Nanti pun kau akan
melakukan apa yang kauanggap benar."
"Aku tidak setegar yang
kaukira," sergah Edward.
"Benar atau salah tidak lagi
berarti banyak buatku; aku akan tetap kembali. Sebelum Rosalie mengabarkan
berita itu padaku, aku sudah tidak lagi berusaha menjalani hidup seminggu demi
seminggu, atau bahkan sehari demi sehari.
Aku berjuang untuk bisa bertahan
hidup dari satu jam ke satu jam berikutnya. Hanya soal waktu saja—dan tidak
lama lagi sebenarnya—aku akan muncul lagi di depan jendelamu dan memohon agar
kau mau menerimaku kembali. Aku tidak keberatan memohon sekarang, kalau memang
itu maumu."
Aku meringis. "Kumohon, seriuslah.”
"Oh, aku serius kok," tegas Edward, sikapnya
garang sekarang.
"Bisakah kau mencoba mendengarkan apa yang akan
kukatakan padamu? Maukah kau memberiku kesempatan menjelaskan apa artinya kau
bagiku?”
Edward menunggu, mengamati
wajahku saat ia berbicara untuk memastikan aku benar-benar mendengarkan.
"Sebelum kau. Bella,
hidupku bagaikan malam tanpa bulan. Gelap pekat, tapi bintang-bintang—
titik-titik cahaya dan alasan... Kemudian kau melintasi langitku bagaikan
meteor. Tiba-tiba saja semua seperti terbakar; ada kegemerlapan, ada keindahan.
Setelah kau tidak ada, setelah meteor tadi lenyap di batas cakrawala, semuanya
hitam kembali. Tidak ada yang berubah, tapi mataku sudah dibutakan oleh cahaya
terang tadi. Aku tidak bisa lagi melihat bintang-bintang. Jadi tidak ada alasan
lagi untuk apa pun juga.” Aku ingin memercayainya. Tapi ini hidupku tanpa dia
yang Edward lukiskan, bukan sebaliknya.
"Matamu akan menyesuaikan
diri lagi," gumamku.
"Itulah masalahnya—tidak
bisa."
"Bagaimana dengan hal-hal
yang bisa mengalihkan pikiranmu?"
Edward tertawa tanpa emosi.
"Itu hanya bagian dari kebohonganku, Sayang.
Tidak ada yang bisa mengalihkan pikiran dari... dari penderitaan. Jantungku sudah hampir sembilan puluh tahun tak lagi
berdetak, tapi ini berbeda. Rasanya seakan-akan jantung hatiku
hilang—seolah-olah rongga dadaku kosong. Seakan-akan, segala sesuatu dalam
diriku kutinggalkan di sini bersamamu." "Lucu," gumamku.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – KEBENARAN Bab 126
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port KEBENARAN Bab 126
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: