Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 125 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – KEBENARAN Bab 125
“Isabella Marie Swan,"
bisik Edward, ekspresi ganjil melintasi wajahnya.
Ia nyaris tampak marah.
"Jadi kau yakin aku
meminta Volturi membunuhku karena merasa bersalah?" Aku bisa merasakan
wajahku memancarkan sikap tidak mengerti.
"Memangnya bukan karena
itu?"
"Merasa bersalah? Memang
sangat. Lebih daripada yang bisa kaupahami."
“Jadi... apa maksudmu? Aku
tidak mengerti."
"Bella, aku datang ke
keluarga Volturi karena kukira kau sudah mati," ujarnya, suaranya lembut,
matanya berapi-api.
“Bahkan seandainya aku tidak
punya andil dalam kematianmu" Edward bergidik saat membisikkan kata
terakhir itu –
“seandainya pun itu bukan
salahku, aku akan tetap pergi ke Italia. Jelas, seharusnya aku lebih
berhati-hati seharusnya aku langsung bicara pada Alice, bukan menerima begitu
saja perkataan Rosalie. Tapi, bayangkan saja, aku harus berpikir bagaimana waktu
pemuda itu berkata Charlie sedang menghadiri pemakaman? Apa kemungkinannya? “
"Kemungkinannya..."
lalu Edward menggerutu, terusik.
Suaranya pelan sekali hingga
aku tidak yakin mendengar perkataannya dengan benar.
"Kemungkinannya selalu
berlawanan dengan keinginan kita. Kesalahan demi kesalahan. Aku tidak akan
pernah mengkritik Romeo lagi."
"Tapi aku masih belum
mengerti," kataku.
"Justru itulah intinya. Memangnya kenapa?"
"Maaf?"
"Memangnya kenapa kalau
aku sudah mati?" Edward menatapku ragu beberapa saat sebelum menjawab.
"Kau tidak ingat apa yang
pernah kukatakan padamu sebelumnya?”
"Aku ingat semua yang
pernah kaukatakan padaku." Termasuk kata-kata yang menegaskan semuanya.
Edward membelai bibir bawahku
dengan ujungujung jarinya yang dingin.
"Bella, sepertinya kau
salah mengerti." Ia memejamkan mata, menggerakkan kepala ke depan dan ke
belakang dengan senyum miring menghiasi wajahnya yang rupawan.
Bukan senyum bahagia.
"Kukira aku sudah
menjelaskan dengan sangat jelas sebelumnya. Bella, aku tak sanggup hidup di
dunia kalau kau tidak ada."
“Aku..." Kepalaku berputar
sementara aku mencari-cari kara yang tepat.
"Bingung." Benar.
Penjelasannya sungguh tidak
masuk akal bagiku. Edward menatap mataku dalam-dalam dengan tatapannya Kang
tulus dan bersungguh-sungguh.
"Aku pembohong besar,
Bella, aku harus jadi pembohong besar begitu.”
Aku mengejang, otot-ototku mengunci seolah bersiap
menahan benturan. Otot dadaku mengejang, sakitnya luar biasa. Edward
mengguncang bahuku, berusaha melenturkan posturku yang kaku.
"Dengarkan kata-kataku sampai selesai! Aku ini
pembohong besar, tapi kau juga terlalu cepat percaya padaku." Edward
meringis.
"Itu... sangat menyakitkan." Aku menunggu,
masih kaku.
"Saat kita di hutan, waktu
aku mengucapkan selamat tinggal—"
Aku tidak mengizinkan diriku
mengingat kenangan buruk itu. Aku berusaha keras tetap berada di masa sekarang
saja.
"Waktu itu kau tidak mau
melepaskan aku," bisiknya.
"Aku bisa melihatnya. Aku
tidak ingin melakukannya—sungguh sangat menyakitkan bagiku melakukannya—tapi
aku tahu kalau aku tidak bisa meyakinkanmu bahwa aku tidak mencintaimu lagi,
pasti baru lama sekali kau bisa kembali menjalani hidup. Aku berharap, bila kau
mengira aku sudah tidak mencintaimu lagi, maka kau pun akan melakukan hal yang
sama."
"Perpisahan
seketika," bisikku dari sela-sela bibir yang tak bergerak.
"Tepat sekali. Tapi aku
tak pernah membayangkan ternyata mudah saja membohongimu! Kusangka itu mustahil
dilakukan bahwa kau akan sangat meyakini hal yang sebenarnya sehingga aku harus
berbohong dulu mati-matian sebelum aku bisa menanamkan sedikit saja benih
keraguan dalam pikiranmu. Aku bohong, dan aku sangat menyesal—menyesal karena
menyakitimu, menyesal karena itu upaya yang sia-sia. Menyesal karena aku tidak
bisa melindungimu dari diriku yang sebenarnya. Aku berbohong untuk
menyelamatkanmu, tapi ternyata tidak berhasil. Maafkan aku.
"Tapi bagaimana bisa kau
malah percaya padaku? Padahal sudah ribuan kali aku menyatakan cintaku padamu,
bagaimana kau bisa membiarkan satu kata saja menghancurkan kepercayaanmu
padaku?"
Aku tidak menjawab. Aku terlalu
shock untuk bisa membentuk respons
yang rasional.
"Aku bisa melihatnya di
matamu, kau sejujurnya percaya aku tidak menginginkanmu lagi. Konsep yang
paling absurd dan konyol—seolah-olah aku bisa bertahan tanpa
membutuhkanmu!" Aku masih kaku.
Kata-katanya tidak kumengerti,
karena tidak masuk akal. Edward mengguncang bahuku lagi, tidak keraskeras, tapi
cukup membuat gigiku gemeletuk sedikit.
"Bella," desahnya.
"Sungguh, apa yang ada dalam
pikiranmu waktu itu!"
Dan tangisku pun pecah. Air
mata menggenang dan kemudian mengalir deras di kedua pipiku.
"Sudah kukira,"
isakku.
"Sudah kukira aku pasti
bermimpi."
"Keterlaluan benar kau ini," sergah Edward,
lalu tertawa-tawanya keras dan frustrasi.
"Bagaimana caranya aku menjelaskan supaya kau mau
percaya padaku? Kau tidak sedang tidur, dan kau belum mati. Aku ada di sini,
dan aku cinta padamu. Aku selalu mencintaimu, dan akari selalu mencintaimu. Aku
memikirkanmu, melihat wajahmu dalam pikiranku, setiap detik selama kita
berpisah. Waktu kubilang aku tidak menginginkanmu lagi, bisa dibilang itu
semacam sumpah palsu yang paling konyol."
Aku menggeleng sementara air
mata terus menetes dari sudut-sudut mataku.
“Kau tidak percaya padaku,
kan?” bisiknya, wajahnya yang pucat sekarang lebih pucat daripada biasanya –
aku bisa melihatnya bahkan di bawah cahaya lampu remang-remang.
“Mengapa kau malah percaya pada
kebohongan, dan bukan kebenaran?”
"Memang tidak pernah masuk
akal bahwa kau mencintaiku," aku menjelaskan suaraku tercekat.
"Sejak dulu aku tahu itu.”
Mata Edward menyipit, dagunya
mengeras.
"Akan kubuktikan bahwa kau
sudah bangun," janjinya.
Ia merengkuh wajahku di antara
kedua tangannya yang sekeras besi, tak menggubris pemberontakanku saat aku
berusaha memalingkan wajah.
"Kumohon, jangan,"
bisikku. Edward berhenti, bibirnya hanya beberapa sentimeter dari bibirku.
"Mengapa tidak?"
tuntutnya. Napasnya berembus di wajahku, membuat kepalaku berputar.
"Kalau nanti aku terbangun" Edward membuka mulut
untuk protes, maka aku pun buru-buru mengoreksi "oke, lupakan itu kalau
kau pergi lagi nanti, tanpa ini pun keadaan sudah cukup sulit."
Penutup Novel Twilight (New Moon) – KEBENARAN Bab 125
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port KEBENARAN Bab 125
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: