Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 118 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – VONIS Bab 118
"Ya, ya," jawab Aro riang.
"Tapi datanglah lagi kapan-kapan. Ini benar-benar
mengasyikkan!"
“Dan kami juga akan mengunjungi kalian," Caius
berjanji, matanya tiba-tiba separuh terpejam, seperti tatapan kadal yang
kelopak matanya tebal.
"Untuk memastikan kalian menepati bagian kalian.
Kalau aku jadi kau, aku tidak akan menunda terlalu lama. Kami tidak pernah
menawarkan kesempatan kedua." Rahang Edward mengeras, tapi ia mengangguk.
Caius tersenyum sinis dan
melenggang kembali ke tempat Marcus masih duduk, tidak bergerak dan tidak
tertarik.
Felix mengerang.
"Ah, Felix," Aro
tersenyum geli.
"Sebentar lagi Heidi
datang. Sabarlah."
“Hmmm," Ada semacam
kecemasan dalam suara Edward.
“Kalau begitu, mungkin
sebaiknya kami pergi saja sekarang.”
“Benar," Aro sependapat.
"Itu ide bagus. Kecelakaan
bisa saja terjadi Tapi kumohon kau mau menunggu di bawah sampai hari gelap,
kalau kau tidak keberatan.”
“Tentu saja,” Edward setuju,
sementara aku meringis membayangkan harus menunggu seharian sebelum bisa keluar
dari sini.
"Dan ini," Aro
menambahkan, memberi isyarat kepada Felix dengan satu jari. Felix langsung datang
menghampirinya, dan Aro membuka jubah abu-abu yang dikenakan vampir bertubuh
besar itu, melepasnya dari pundaknya. Dilemparkannya jubah itu pada Edward.
"Ambillah. Kau agak terlalu menarik perhatian."
Edward memakai jubah itu,
menurunkan penutup kepalanya. Aro mendesah. "Cocok untukmu." Edward
tertawa, tapi mendadak terdiam, menoleh ke belakang.
"Terima kasih, Aro. Kami
akan menunggu di bawah."
"Selamat jalan,
sobat-sobat muda," kata Aro, matanya cemerlang saat ia memandang ke arah
yang sama.
"Ayo kita pergi,"
kata Edward, nadanya mendesak sekarang.
Demetri memberi isyarat agar
kami mengikutinya, kemudian beranjak menuju pintu tempat kami datang tadi.
Tampaknya, itu satusatunya jalan keluar.
Edward menarik tanganku dan
berjalan cepatcepat. Alice merapat di sisiku yang lain, wajahnya keras.
"Masih kurang cepat,"
gumamnya.
Aku mendongak padanya,
ketakutan, tapi Alice hanya tampak sedih. Saat itulah pertama kalinya aku
mendengar celotehan orang-orang mengobrol— keras dan kasar—terdengar dari arah
ruang depan.
"Well, ini tidak biasa," dentum suara kasar seorang laki-laki.
"Sangat abad
pertengahan," balas seorang wanita dengan suaranya yang melengking tinggi
dan tidak enak didengar.
Serombongan besar orang melewati pintu yang kecil,
memenuhi ruangan berdinding baru yang lebih kecil. Demitri memberi isyarat pada
kami agar menepi. Kami menempel rapat-rapat di dinding yang dingin untuk
memberi jalan pada mereka. Pasangan yang berjalan paling depan, orangorang
Amerika kalau mendengar aksennya, memandang berkeliling dengan sikap menilai.
"Selamat datang, Tamu-Tamu! Selamat datang di
Volterra!" Aku bisa mendengar Aro berseru riang dari ruangan menara yang
besar.
Anggota rombongan lain, jumlahnya mungkin empat puluh
atau lebih, berbaris masuk setelah pasangan tadi. Beberapa mengamari keadaan
sekelilingnya seperti turis. Beberapa bahkan memotret. Yang lain-lain tampak
bingung, seolaholah cerita yang membawa mereka ke ruangan ini sekarang tak lagi
masuk akal.
Perhatianku tertarik pada wanita mungil berkulit
gelap. Di lehernya melingkar rosario, dan wanita itu mencengkeram salib
erat-erat dengan satu tangan. Ia berjalan lebih lambat daripada yang lain,
sesekali menyentuh anggota rombongan lain dan bertanya dalam bahasa yang tidak
kumengerti.
Sepertinya tidak ada yang memahaminya, dan suara
wanita itu terdengar semakin panik. Edward menarik wajahku ke dadanya, tapi
terlambat. Aku sudah mengerti. Begitu ada celah yang memungkinkan untuk lewat,
Edward cepat-cepat mendorongku ke arah pintu. Aku bisa merasakan ekspresi ngeri
tergurat di wajahku, dan air mataku mulai menggenang.
Aula emas penuh ukiran itu sunyi, kosong tanpa
kehadiran siapa pun, kecuali seorang wanita jelita yang tampak bagai patung. Ia
memandangi kami dengan sikap ingin tahu, utama aku.
"Selamat datang kembali, Heidi," Demetri
menyapa dari belakang kami.
Heidi tersenyum sambil lalu. Ia
mengingatkanku pada Rosalie, meski tidak mirip sama sekali— hanya karena
kecantikannya juga begitu luar biasa, tak terlupakan. Aku bagai tak mampu
mengalihkan tatapan.
Wanita itu berpakaian begitu
rupa untuk semakin menonjolkan kecantikannya. Kakinya yang luar biasa panjang
tampak lebih gelap dalam balutan stoking, terpampang jelas di balik rok mininya
yang superpendek. Blusnya berlengan panjang dan berleher tinggi namun sangat
ketat, dan terbuat dari vinyl merah. Rambut panjangnya yang sewarna kayu mahoni
itu mengilap, dan bola matanya berwarna ungu aneh—warna yang hanya mungkin
dihasilkan lensa kontak biru yang menutupi iris berwarna merah.
"Demetri," wanita itu
balas menyapa dengan suara selembut sutra, matanya berkelebat dari wajahku ke
jubah abu-abu yang dikenakan Edward.
"Boleh juga hasil
pancingannya," puji Demetri padanya, dan mendadak aku memahami dandanannya
yang mencolok... ia bukan hanya pemancing, tapi sekaligus juga umpan.
"Trims." Heidi
menyunggingkan senyum memesona.
"Kau tidak ikut?"
"Sebentar lagi. Sisakan beberapa untukku.” Heidi
mengangguk dan merunduk melewati pintu sambil melayangkan pandangan ingin tahu
sekali lagi ke arahku.
Edward berjalan sangat cepat hingga aku harus
berlari-lari untuk bisa mengimbanginya. Tapi belum lagi kami berhasil mencapai
pintu berukir di ujung aula, pekik jerit itu telah dimulai.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – VONIS Bab 118
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port VONIS Bab 118 ?
keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: