Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 111 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – VOLTERRA Bab 111
Alice melenggang ringan ke sisi Edward, pembawaannya tenang. Tak sedikit pun tandatanda ketegangan dalam dirinya. Ia tampak begitu mungil, sangat rapuh. Kedua lengannya yang kecil bergoyang-goyang seperti kanak-kanak. Meski begitu, baik Demetri maupun Felix langsung menegakkan badan, jubah mereka berputar pelan saat angin berembus sepanjang lorong. Wajah Felix berubah masam. Rupanya mereka tidak suka bila keadaan berimbang.
"Kita tidak
sendirian," Alice mengingatkan mereka.
Demetri menoleh ke belakang.
Beberapa meter ke arah alun-alun, keluarga kecil tadi, yang anakanak
perempuannya bergaun merah, memandangi kami. Si ibu berbicara dengan nada
mendesak pada suaminya, matanya tertuju pada kami berlima. Ia membuang muka
waktu Demetri melihat ke arahnya.
Sang suami berjalan beberapa
langkah menuju alun-alun, dan menepuk bahu salah seorang lelaki berblazer
merah. Demetri menggeleng.
"Kumohon, Edward, jangan
mempersulit keadaan," ujarnya.
"Setuju," Edward
menyetujui.
"Dan kalau kita pergi
dengan tenang sekarang, tidak akan ada orang yang tahu.”
Demetri mendesah frustrasi.
"Setidaknya izinkan kami mendiskusikan
masalah ini secara lebih tertutup.”
Enam lelaki berblazer merah sekarang bergabung dengan keluarga kecil tadi dan memandangi kami dengan ekspresi waswas. Aku sangat khawatir dengan sikap protektif Edward di depankupasti itulah yang memicu kecemasan orang-orang tadi. Ingin rasanya aku berteriak pada mereka untuk lari.
Rahang Edward mengatup dengan
suara keras.
“Tidak.” Felix tersenyum.
“Cukup.”
Suara itu tinggi, tajam dan
datang dari belakang kami.
Aku mengintip dari bawah lengan
Edward dan melihat sosok lain yang kecil dan gelap, berjalan menghampiri kami.
Menilik jubahnya yang mengembang, aku tahu itu salah seorang dari mereka. Siapa
lagi?
Awalnya kukira sosok itu bocah
lelaki. Si pendatang baru itu semungil Alice, dengan rambut cokelat pucat dan
lemas yang dipangkas pendek. Tubuh di balik jubahnya—yang berwarna lebih gelap,
nyaris hitam—ramping dan memiliki karakteristik feminin sekaligus maskulin.
Tapi wajahnya terlalu cantik untuk ukuran laki-laki.
Wajahnya yang bermata lebar dan
berbibir penuh itu bakal membuat malaikat Botticelli terlihat bagaikan monster
menyeramkan. Bahkan walaupun iris matanya merah pucat. Ukuran tubuhnya sangat
tidak signifikan sehingga reaksi para vampir lain begitu melihat kedatangannya
membuatku bingung.
Ketegangan Felix dan Demetri
langsung mencair, dan mereka mundur selangkah dari posisi mereka yang siap
menyerang melebur kembali dalam keremangan bayang-bayang bangunan yang bagian
atasnya menjorok ke jalan.
Edward juga menurunkan kedua
lengannya dan berubah rileks—tapi karena kalah. “Jane,” desahnya, nadanya
mengenali bercampur menyerah.
Alice melipat kedua lengannya
di dada, ekspresinya datar.
“Ikuti aku," kata Jane
lagi, suaranya yang kekanak-kanakan terdengar monoton. Ia berbalik dan
melenggang tanpa suara memasuki kegelapan. Felix melambaikan tangan pada kami,
menyuruh kami berjalan duluan sambil tersenyum mengejek. Alice langsung
berjalan mengikuti Jane. Edward merangkul pinggangku dan menarikku berjalan di
sampingnya.
Lorong yang kami lewati
menikung sedikit ke bawah dan semakin menyempit. Aku mendongak memandang Edward
dengan berbagai pertanyaan berkecamuk di mataku, tapi Edward hanya menggeleng.
Meskipun aku tak bisa mendengar yang lain-lain berjalan di belakang kami, aku
yakin mereka ada di sana.
"Well, Alice," kata Edward dengan sikap seperti mengajak
ngobrol sementara kami berjalan.
"Kurasa seharusnya aku
tidak kaget melihatmu datang ke sini."
"Itu salahku," Alice menyahut dengan nada
yang sama.
"Jadi sudah kewajibanku pula untuk
meluruskannya."
"Apa yang sebenarnya
terjadi?" Suara Edward sopan, seakan-akan tidak begitu tertarik.
Aku yakin pasti karena ada
pihak-pihak lain yang ikut mendengarkan di belakang kami.
"Ceritanya panjang."
Alice melirik sekilas ke arahku.
"Singkatnya, dia memang
melompat dari tebing, tapi bukan karena mau bunuh diri. Belakangan ini Bella
menyukai olahraga ekstrem." Wajahku memerah dan aku memandang lurus ke
depan, menatap bayang-bayang gelap yang tak bisa lagi kulihat.
Bisa kubayangkan apa yang
didengar Edward dalam pikiran Alice sekarang. Nyaris tenggelam, diburu
vampir-vampir, berteman dengan werewolf...
"Hm," ucap Edward
pendek, dan nadanya tidak lagi terdengar biasa-biasa saja.
Lorong meliuk-liuk, masih terus
menurun, jadi aku tidak melihat jalan itu buntu hingga kami sampai di depan
tembok bata yang datar dan tak berjendela. Vampir mungil bernama Jane tadi
tidak terlihat.
Tanpa ragu dan tanpa
menghentikan langkah sedikit pun. Alice melenggang menuju dinding. Kemudian
dengan tangkas ia menyelinap masuk ke lubang yang menganga di jalan.
Kelihatan seperti saluran
limbah, menjorok di titik terendah jalan yang berbatu. Aku tidak menyadarinya
sampai Alice mendadak lenyap, tapi kisi-kisi penutupnya digeser separuh. Lubang
itu kecil dan gelap gulita.
Aku langsung mogok.
"Tidak apa-apa, Bella,”
kara Edward pelan. Alice akan menangkapmu.
Kupandangi lubang itu dengan
sikap ragu. Kurasa Edward pasri akan turun lebih dulu, kalau saja tidak ada
Demetri dan Felix menunggu, sinis dan diam, di belakang kami. Aku berlutut dan
meringkuk, mengayunkan kedua kakiku ke lubang yang sempit.
"Alice?" bisikku,
suaraku gemetar.
“Aku di sini, Bella," Alice
meyakinkanku. Suaranya terdengar terlalu jauh di bawah hingga tak berhasil
menenangkan hatiku. Edward memegangi pergelangan tanganku— tangannya terasa
seperti batu di musim dingin— lalu menurunkan aku ke kegelapan.
"Siap?" tanyanya.
"Lepaskan dia," seru
Alice.
Aku memejamkan mata sehingga
tidak bisa melihat kegelapan, menutupnya rapat-rapat dengan penuh ketakutan,
mengatupkan mulut agar tidak menjerit. Edward menjatuhkanku. Aku jatuh tanpa
suara, tak jauh dari atas lubang.
Udara mendesir melewatiku selama
setengah detik, kemudian, tepat ketika aku mengembuskan napas keras-keras,
kedua lengan Alice yang sudah menunggu menangkapku.
Tubuhku pasti bakal memar-memar; lengan Alice sangat keras.
Ia membantuku berdiri tegak.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – VOLTERRA Bab 111
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port VOLTERRA Bab 111
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: