Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 106 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – BERPACU Bab 106
"Apakah aku membuatmu
takut?" tanya Alice.
"Kusangka memang itulah
yang kauinginkan."
"Memang!" aku
terkesiap.
"Oh, Alice, lakukan
sekarang! Aku bisa membantumu—dan aku tidak akan memperlambat larimu. Gigit
aku!"
"Ssstt," Alice
memperingatkan.
Si pramugara lagi-lagi melihat
ke arah kami.
"Cobalah berpikir
jernih," bisiknya.
"Waktunya tidak cukup.
Kita harus sampai di Volterra besok. Padahal kalau aku menggigitmu, kau akan
menggeliat-geliat kesakitan berhari-hari." Alice mengernyitkan muka.
"Dan bayangkan saja
bagaimana reaksi para penumpang lain."
Aku menggigit bibir.
"Kalau kau tidak melakukannya
sekarang, kau akan berubah pikiran."
"Tidak" Alice
mengerutkan kening, ekspresinya tidak senang.
"Kurasa aku tidak akan
berubah pikiran. Edward pasti akan marah, tapi apa lagi yang bisa dia
lakukan?"
Jantungku berdegup semakin
kencang. "Tidak ada."
Alice tertawa pelan, kemudian
mendesah.
"Kau terlalu percaya
padaku, Bella. Aku tidak yakin apakah aku bisa. Bisa-bisa kau malah terbunuh
nanti."
“Aku berani mengambil risiko
itu."
"Kau ini sangat aneh,
bahkan untuk ukuran manusia.”
“Trims.”
"Oh Well, saat ini, ini kan hanya hipotesis. Pertama-tama, kita harus
bisa melewati hari esok lebih dulu.”
"Benar sekali," Tapi setidaknya aku punya
sesuatu yang bisa diharapkan seandainya kami selamat melewati hari esok.
Kalau Alice benarbenar menepati janjinya—dan kalau dia
tidak membunuhku—maka Edward boleh mengejar apa saja yang dia inginkan untuk
mengalihkan pikirannya, dan aku bisa mengikutinya. Aku tidak akan membiarkannya
memikirkan hal lain. Mungkin, kalau aku cantik dan kuat, dia tidak ingin
memikirkan hal lain.
"Tidurlah lagi,"
Alice menyuruhku. Aku akan membangunkanmu kalau ada perkembangan baru."
"Baiklah," gerutuku,
yakin aku takkan bisa tidur lagi. Alice mengangkat kedua kakinya ke kursi,
merangkulnya dengan kedua tangan dan meletakkan dahinya ke lutut. Ia bergoyang
majumundur sambil berkonsentrasi.
Aku meletakkan kepalaku ke
kursi, menatapnya, dan tahu-tahu waktu aku sadar, kulihat Alice menurunkan
penutup jendela dengan keras, menghalangi cahaya matahari yang mulai merekah di
ufuk timur.
"Apa yang terjadi?”
gumamku.
"Mereka sudah menolak
permintaannya," kata Alice pelan.
Aku langsung bisa melihat
antusiasme Alice lenyap sama sekali.
Suaraku tercekat di
tenggorokkan karena panik.
"Apa yang akan Edward
lakukan?”
"Kacau sekali awalnya. Aku
hanya bisa melihat sepotong-potong, rencananya berubah-ubah sangat cepat."
"Apa saja
rencananya?" desakku.
"Waktunya sangat tidak
tepat," bisik Alice.
"Awalnya dia memutuskan
untuk berburu."
Alice menatapku, melihat mimik tak mengerti tergambar
di wajahku.
"Di kota," ia
menjelaskan.
"Dia sudah hampir
melakukannya. Tapi dia berubah pikiran pada saat-saat terakhir."
“Dia tidak mau mengecewakan
Carlisle," gumamku. Tidak pada akhirnya.
"Mungkin," Alice
sependapat.
"Cukupkah waktunya?"
Saat aku bicara, terasa ada perubahan tekanan udara dalam kabin pesawat. Aku
bisa merasakan pesawat mengurangi ketinggian.
"Mudah-mudahan cukup—kalau
Edward tetap pada keputusan terakhirnya, mungkin."
“Apa itu?"
"Mudah saja. Dia akan
berdiri di bawah terik matahari."
Berdiri di bawah terik matahari. Hanya itu. Itu saja
sudah cukup. Bayangan Edward berdiri di tengah padang rumput—kulitnya
berkilauan dan berpendar-pendar seolah-olah terbuat dari jutaan
berlian—terpatri sangat jelas dalam ingatanku.
Tak seorang manusia pun yang melihatnya akan
melupakannya. Keluarga Volturi tidak mungkin mengizinkan itu terjadi. Tidak
bila mereka ingin tetap merahasiakan keberadaan mereka di kota itu. Kupandangi
seberkas cahaya abu-abu yang menerobos masuk lewat jendela-jendela terbuka.
"Kita akan terlambat" bisikku,
kerongkonganku tercekat oleh kepanikan.
Alice menggeleng.
"Saat ini, dia cenderung
ingin melakukan hal yang melodramatis. Dia ingin dirinya ditonton sebanyak
mungkin orang, jadi dia akan memilih alun-alun utama, di bawah menara jam.
Tembok-tembok di sana tinggi. Dia akan menunggu sampai matahari tepat di atas
kepala.
"Jadi kita punya waktu
sampai tengah hari?”
"Kalau kita beruntung.
Kalau dia tetap dengan keputusannya."
Suara pilot bergaung melalui
interkom, mengumumkan, pertama dalam bahasa Prancis lalu Inggris, bahwa kami
akan segera mendarat. Lampu sabuk pengaman menyala dengan suara berdenting.
"Seberapa jauh perjalanan
dari Florence ke Volterra?”
"Tergantung seberapa cepat
kau menyetir... Bella?”
“Ya?”
Alice menatapku dengan sikap
spekulatif.
"Bagaimana pendapatmu
tentang pencurian mobil mewah? Sebuah Porsche kuning terang berhenti dengan
suara rem berdecit nyaring beberapa meter di depanku yang berjalan
mondar-mandir, tulisan TURBO dengan huruf-huruf melengkung perak terpampang di
bagian belakangnya. Semua orang di trotoar bandara yang penuh sesak
memerhatikan mobil itu.
"Cepat, Bella!" Alice
berteriak tak sabar lewat jendela yang terbuka.
Aku berlari ke pintu dan
melompat masuk, rasanya ingin sekali menutupi wajahku dengan stoking hitam
seperti pencuri.
"Ya ampun, Alice,"
keluhku.
“Apa kau tidak bisa memilih
mobil lain yang lebih mencolok untuk dicuri?"
Interior mobil itu berlapis
kulit hitam, dan jendela-jendelanya dilapisi kaca film gelap. Rasanya lebih
aman berada di dalam, seperti malam hari.
Alice meliuk-liukkan mobil,
terlalu kencang, menerobos lalu lintas bandara yang ramai— menyusup di antara
ruang-ruang lowong tipis di antara mobil-mobil sementara aku tegang ketakutan
dan tanganku meraba-raba mencari sabuk pengaman.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – BERPACU Bab 106
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port BERPACU Bab 106 ?
keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: