Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 102 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PEMAKAMAN Bab 102
Sebuah tangan cokelat halus
mengulurkan bolpoin padaku.
"Trims,” gumamku, menarik
tutupnya dengan gigi.
Tanpa bersuara Jacob
mengulurkan notes tempat kami biasa menuliskan pesan-pesan telepon. Kurobek
lembaran paling atas dan kulempar begitu saja ke balik bahuku. Dad, tulisku.
Aku bersama Alice. Edward sedang ada masalah. Dad boleh menghukumku
kalau aku pulang nanti Aku tahu waktunya sangat tidak tepat. Maafkan aku.
Sangat sayang padamu. Bella. "Jangan pergi," bisik Jacob.
Amarahnya lenyap karena sekarang Alice sudah tak ada lagi di ruangan itu.
Aku tidak mau membuang-buang
waktu berdebat dengannya.
"Kumohon, kumohon, kumohon
jaga Charlie baik-baik," pintaku sambil melesat kembali ke ruang depan.
Alice menunggu di ambang pintu dengan tas disampirkan ke pundak.
"Ambil dompetmu—kau harus
membawa KTP. Please, kuharap kau punya paspor. Tak ada waktu untuk membuat
paspor palsu."
Aku mengangguk dan berlari menaiki tangga, lututku
lemas oleh perasaan bersyukur karena ibuku sempat ingin menikah dengan Phil di
pantai di Meksiko. Tentu saja, seperti semua rencananya yang lain, rencana itu
gagal total. Tapi aku sudah telanjur melakukan segala persiapan berkenaan
dengan rencananya itu.
Aku menghambur memasuki kamar.
Kujejalkan dompet tuaku, T-shirt bersih, dan celana panjang ke dalam ransel,
dan cak ketinggalan sikat gigi. Lalu aku melesat lagi menuruni tangga. Perasaan
deja vu nyaris terasa mencekik saat ini.
Setidaknya, tidak seperti waktu
itu—ketika aku harus melarikan diri dari Forks untuk lolos dari kejaran para
vampir haus darah, bukan malah menemui mereka—aku tidak perlu berpamitan dengan
Charlie secara langsung.
Jacob dan Alice tampak
bersitegang di depan pintu yang terbuka, berdiri berjauhan satu sama lain
hingga awalnya orang pasti takkan mengira mereka sedang berbicara. Tampaknya
mereka tak menggubris kemunculanku kembali yang berisik.
"Mungkin saja kau bisa
mengendalikan diri sesekali, tapi kau membawanya ke hadapan lintahlintah
yang—" tuduh Jacob dengan nada marah.
"Ya. Kau benar,
anjing." Alice tak kalah garang.
"Keluarga Volturi itu inti
utama jenis kami— merekalah alasan mengapa bulu kudukmu meremang saat kau
mencium bauku. Mereka hakikat mimpi-mimpi burukmu, kengerian di balik
instingmu. Aku bukannya tidak menyadari hal itu."
"Dan kau membawa Bella ke
mereka, seperti membawa sebotol anggur ke pesta!" teriak Jacob.
"Kaupikir dia lebih aman bila
aku meninggalkannya sendirian di sini, bersama Victoria yang mengincarnya?”
"Kami bisa mengatasi si rambut merah.”
"Kalau benar begitu,
mengapa dia masih berburu?"
Jacob menggeram, dan getaran
hebat mengguncang tubuhnya.
“Hentikan!” teriakku pada mereka
berdua, kalut oleh perasaan tidak sabar.
"Nanti saja berdebatnya,
kalau kita sudah kembali. Ayo berangkat!” Alice berbalik menuju mobilnya,
menghilang saking buru-burunya. Aku bergegas menyusulnya, otomatis berhenti
sebentar untuk berbalik dan mengunci pintu.
Jacob menyambar lenganku dengan
tangannya yang gemetar.
"Please, Bella. Kumohon." Bola matanya yang gelap berkaca-kaca
oleh air mata. Tenggorokanku tercekat.
"Jake, aku harus—“
"Tapi kau tidak harus
pergi. Sungguh. Kau bisa tinggal di sini bersamaku. Kau bisa tetap hidup. Demi
Charlie. Demi aku."
Mesin Mercedes Carlisle
menderum; meraungraung semakin keras saat Alice menginjak pedal gas dengan
tidak sabar.
Aku menggeleng, air mataku
mengalir turun. Kutarik lenganku dari pegangannya, dan Jacob tidak menahanku.
“Jangan mati, Bella," katanya dengan suara
tercekik.
"Jangan pergi. Jangan." Bagaimana kalau aku
tidak pernah melihatnya lagi?
Pikiran itu menyeruak keluar
dari benakku di sela-sela air mata tanpa suara; sedu sedan terlontar dari dadaku.
Aku meraih pinggang Jacob dan memeluknya sebentar, mengubur wajahku yang
bersimbah air mata di dadanya. Jacob menempelkan tangannya yang besar ke
belakang kepalaku, seolah-olah ingin menahanku di sana.
"Selamat tinggal,
Jake." Kutarik tangannya dari rambutku, dan kuaum telapaknya. Aku tak
sanggup menatap wajahnya.
“Maaf,” bisikku.
Kemudian aku berbalik dan
berlari ke mobil.
Pintu penumpang sudah terbuka, menunggu. Kulempar
ranselku ke belakang dan masuk, membanting pintu di belakangku.
“Jaga Charlie baik-baik!" aku menoleh dan
berteriak ke luar jendela, tapi Jacob sudah tidak tampak lagi.
Saat Alice menginjak pedal gas kuatkuat dan – ban
mobil berderit keras bagaikan lengkingan suara manusia – memutar mobil dengan
cepat ke arah jalan, mataku tertumpu pada cabikan sesuatu berwarna putih, dekat
pinggir pepohonan. Cabikan sepatu.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PEMAKAMAN Bab 102
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PEMAKAMAN Bab 102
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: