Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 101 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PEMAKAMAN Bab 101
"Dan waktu Edward
menelepon ke sini, dia mengira yang dimaksud Jacob adalah pemakamanku,"
aku tersadar.
Sakit rasanya mengetahui aku
tadi sudah sangat dekat dengannya, hanya beberapa sentimeter saja dari
suaranya. Kuku-kukuku terbenam di kulit lengan Jacob, tapi ia bergeming.
Alice menatapku aneh. "Kau
tidak kalut," bisiknya.
"Well, waktunya memang sangat tidak tepat, tapi semua bisa
diluruskan kembali. Kalau dia menelepon lagi nanti, dia bisa diberitahu
tentang... kejadian... sebenarnya..." Suaraku menghilang.
Tatapan Alice membuat
kata-kataku tersangkut di tenggorokkan.
Mengapa Alice sepanik ini?
Mengapa wajahnya berkerut-kerut oleh sikap kasihan bercampur ngeri? Apa yang
dikatakannya pada Rosalie di telepon barusan? Sesuatu tentang penglihatannya...
dan penyesalan Rosalie; Rosalie takkan pernah menyesali apa pun yang terjadi
padaku. Tapi bila dia menyakiti keluarganya, saudara lelakinya...
"Bella," bisik Alice.
"Edward tidak akan menelepon lagi. Dia percaya pada Rosalie."
“Aku. Tidak. Mengerti."
Mulutku membentuk setiap kata tanpa suara. Aku tidak sanggup mendorong udara
keluar dari mulutku untuk mengucapkan kata-kata yang akan membuat Alice
menjelaskan maksudnya.
"Dia pergi ke Italia."
Seketika aku langsung mengerti.
Ketika suara Edward terngiang kembali dalam ingatanku, suaranya bukan lagi
imitasi sempurna dari delusiku. Hanya nada datar dan lemah seperti yang terekam
dalam ingatanku.
Tapi kata-katanya saja sudah
cukup mengoyak dadaku dan membuatnya menganga lebar. Kata-kata itu berasal dari
saat ketika aku berani mempertaruhkan segala yang kumiliki pada fakta bahwa ia
mencintaiku.
Well aku tidak mau
hidup tanpa kau, kata Edward waktu itu ketika kami menonton Romeo dan
Juliet meninggal, persis di ruangan ini.
Tapi aku tidak
tahu bagaimana melakukannya... aku tahu Emmett dan Jasper tidak akan mau
membantu... jadi kupikir mungkin aku akan pergi ke Italia dan melakukan sesuatu
untuk memprovokasi Volturi... Kau tidak boleh membuat kesal keluarga Volturi.
Kecuali kau memang ingin mati. Kecuali
kau memang ingin mati.
"TIDAK!" Penyangkalan setengah
berteriak itu terdengar sangat nyaring setelah kata-kata yang diucapkan sambil
berbisik, hingga membuat kami semua terlonjak kaget. Aku merasa darah menyembur
ke wajahku saat aku menyadari apa yang telah dilihat Alice.
"Tidak! Tidak, tidak, tidak! Tidak boleh! Dia tidak
boleh melakukan hal itu!"
"Dia langsung membulatkan
tekad begitu temanmu mengonfirmasi bahwa sudah terlambat untuk
menyelamatkanmu."
"Tapi dia... dia yang pergi! Dia tidak menginginkanku lagi!
Apa bedanya itu sekarang? Dia toh sudah tahu aku bakal meninggal suatu saat
nanti!"
"Menurutku dia memang tidak
berniat hidup lagi setelah kau tidak ada," ujar Alice pelan.
"Berani betul dia!" jeritku.
Aku berdiri sekarang, dan Jacob
bangkit dengan sikap ragu, lagi-lagi menempatkan dirinya di antara Alice dan
aku.
"Oh, minggirlah,
jacob!" Kusikut tubuhnya yang gemetar itu dengan sikap tidak sabar.
“Apa yang bisa kita lakukan?”
tanyaku pada Alice. Pasti ada yang bisa kami lakukan.
“Apakah kita tidak bisa
meneleponnya? Bisakah Carlisle menghubunginya?”
Alice menggeleng-geleng.
"Itu hal pertama yang
kucoba. Dia membuang ponselnya ke tong sampah di Rio—teleponku dijawab orang
lain...,” bisiknya.
"Kaubilang tadi kita harus
bergegas. Bergegas bagaimana? Ayo kita lakukan, apa pun itu!"
"Bella, aku – aku tidak
bisa memintamu untuk..." Suaranya menghilang dalam kebimbangan.
"Minta saja!"
perintahku.
Alice memegang bahuku dengan kedua tangan, memegangiku
jari-jarinya membuka dan menutup secara sporadis untuk memberi penekanan pada
kata-katanya.
"Mungkin saja kita sudah terlambat. Aku
melihatnya mendatangi keluarga Volturi... dan minta mati." Kami sama-sama
bergidik, dan mataku tiba-tiba buta. Aku mengerjap-ngerjapkan mata, mengusir
air mata yang merebak.
"Sekarang tergantung pada pilihan mereka. Aku
tidak bisa melihatnya sampai mereka mengambil keputusan. Tapi kalau mereka
mengatakan tidak, dan itu mungkin saja terjadi—Aro kan, menyayangi Carlisle,
dan tidak mau membuatnya sedih – Edward punya rencana cadangan. Keluarga
Volturi sangat protektif terhadap kota mereka. Kalau Edward melakukan sesuatu yang
mengoyakkan kedamaian tempat itu, menurut perkiraannya, mereka pasti akan
bertindak untuk menghentikannya. Dan dia benar. Mereka memang akan
bertindak."
Kutatap Alice dengan dagu
mengejang frustrasi. Aku belum mendengar alasan apa pun yang bisa menjelaskan
mengapa kami masih berdiri di sini.
“Jadi kalau mereka setuju
mengabulkan permintaannya, berarti kita terlambat. Kalau mereka menolak, dan
Edward menjalankan rencananya untuk membuat mereka marah, kita juga terlambat.
Kalau dia melakukan kecenderungan teatrikal-nya... mungkin kita masih punya
waktu."
"Ayo kita pergi!"
"Dengar, Bella! Terlepas dari apakah kita nanti
terlambat atau tidak, kita akan berada di jantung kota Volturi. Aku akan
dianggap kaki tangan Edward bila dia berhasil. Kau akan menjadi manusia yang
bukan hanya terlalu banyak tahu, tapi juga membangkitkan selera. Besar
kemungkinan mereka akan menghabisi kita— walaupun dalam kasusmu hukumannya
mungkin menjadikanmu menu makan malam."
"Jadi itukah sebabnya kita tidak kunjung
berangkat juga?" tanyaku dengan sikap tak percaya. "Aku akan pergi
sendirian kalau kau takut." Dalam hati aku menghitung jumlah uang di
rekeningku, dan bertanya-tanya apakah Alice bersedia meminjamkan kekurangannya
padaku.
“Aku hanya takut membuatmu terbunuh.” Aku mendengus
sebal.
"Setiap hari juga aku hampir terbunuh kok!
Katakan padaku apa yang perlu kulakukan!”
"Tulis pesan untuk
Charlie. Aku akan menelepon perusahaan penerbangan."
“Charlie," aku terkesiap.
Bukan berarti keberadaanku di
sini bisa melindunginya, tapi sanggupkah aku meninggalkannya sendirian di sini
untuk menghadapi...
"Aku tidak akan membiarkan
apa pun menimpa Charlie.” Suara pelan Jacob terdengar parau bercampur marah.
"Masa bodoh dengan
kesepakatan."
Aku mendongak dan menatapnya, tapi Jacob merengut melihat
ekspresiku yang panik. "Cepatlah. Bella,” sela Alice dengan nada mendesak.
Aku berlari ke dapur, menyentakkan laci-laci hingga terbuka dan membuang semua
isinya ke lantai, kalang-kabut mencari bolpoin.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PEMAKAMAN Bab 101
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PEMAKAMAN Bab 101
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.