Thursday, February 3, 2022

Bab 99 Novel Twilight – PERPISAHAN - Baca Di Sini

Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight Bab 99 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight – PERPISAHAN Bab 99

19. PERPISAHAN

CHARLIE menungguku. Semua lampu di rumah menyala. Pikiranku kosong ketika aku mencoba memikirkan cara agar ia mau membiarkanku pergi. Ini tidak bakal menyenangkan.

Perlahan Edward menepikan Jeep, memarkirnya tepat di belakang trukku. Mereka bertiga sangat waspada, duduk tegak di kursi mereka, mendengarkan setiap suara di hutan, mengamati setiap bayangan, menghirup setiap aroma, mencari sesuatu yang tidak pada tempatnya. Mesin dimatikan, dan aku duduk tidak bergerak ketika mereka terus mendengarkan.

Novel Twilight


“Dia tidak di sini," kata Edward tegang.

"Ayo." Emmett meraih ke sisiku untuk membantuku melepaskan sabuk pengaman.

"Jangan khawatir. Bella," katanya pelan namun ceria,

"kami akan membereskan semuanya di sini dalam waktu singkat."

Aku merasakan mataku berkaca-kaca saat memandang Emmet. Aku nyaris tak mengenalnya, namun bagaimanapun juga, tidak mengetahui kapan aku bisa bertemu lagi dengannya setelah malam ini, membuatku sedih. Aku tahu ini hanyalah rasa perpisahan yang harus kutahankan selama satu jam ke depan, dan pikiran itu membuat air mataku mulai turun.

"Alice, Emmert." Suara Edward memerintah.

Mereka menyelinap tanpa suara menembus kegelapan, langsung menghilang. Edward membukakan pintuku dan memegang tanganku, kemudian menarikku ke dalam pelukannya yang melindungi. Ia mengantarku dengan cepat ke rumah, matanya selalu menjelajahi kegelapan malam.

"Lima belas menit," ia mengingatkan dengan berbisik.

"Aku bisa melakukannya," isakku. Air mata memberiku inspirasi.

Aku berhenti di teras dan menggenggam wajahnya dengan kedua tanganku. Aku menatap matanya lekat-lekat.

"Aku mencintaimu," kataku, suaraku pelan dan dalam.

"Aku akan selalu mencintaimu, tak peduli apa yang terjadi sekarang."

"Takkan terjadi apa-apa padamu, Bella," katanya, sama tajamnya.

"Jalankan saja rencananya, oke? Jaga Charlie untukku. Dia takkan terlalu menyukaiku lagi setelah ini, dan aku ingin punya kesempatan untuk meminta maaf nantinya."

"Masuklah, Bella. Kita harus bergegas." Suaranya mendesak.

"Satu lagi," aku berbisik penuh hasrat.

"Jangan dengarkan kata-kataku malam ini." Ia mencondongkan tubuhnya, jadi yang perlu kulakukan hanya berjingkat untuk mencium bibirnya yang beku dan terkejut sekuat mungkin. Kemudian aku berbalik dan menendang pintu hingga terbuka.

"Pergilah, Edward!" aku berteriak padanya, berlari masuk dan membanting pintu hingga tertutup di hadapan wajahnya yang masih terkejut.

“Bella?” Charlie sedang bersantai di ruang tamu, dan sekarang ia bangkit berdiri.

“Jangan ganggu aku!" aku berteriak padanya, air mataku mengalir deras sekarang. Aku berlari menaiki tangga menuju kamar, membanting pintu dan menguncinya.

Aku berlari ke tempat tidur, mengempaskan diri di lantai untuk mengambil tasku. Aku langsung mengulurkan tangan ke bawah kasur dan pengambil kaus kaki usang tempatku menyimpan uangku.

Charlie menggedor-gedor pintu kamar.

"Bella, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Suaranya waswas.

"Aku mau pulang," aku berteriak, memberi tekanan pada kata yang tepat.

"Apakah dia melukaimu?" suaranya hampir marah.

"Tidak!" jeritku. Aku berbalik ke lemari pakaian, dan Edward sudah ada di sana, tanpa suara meraup asal-asalan pakaianku, lalu melemparkannya padaku.

"Apakah dia mencampakkanmu?" Charlie benar-benar bingung.

“Tidak!" aku berteriak, agak terengah-engah saat menjejalkan semuanya ke dalam tas. Edward melempar beberapa helai pakaian lagi padaku. Sekarang tasnya sudah lumayan penuh.

"Apa yang terjadi, Bella?" seru Charlie dari balik pintu sambil menggedor-gedor lagi.

“Aku mencampakkannya!" aku balas berteriak, sambil menarik resleting tasku. Tangan Edward yang sedang tidak melakukan apa-apa mendorong tanganku dan menutup ritsleting itu dengan mulus. Dengan hati-hati ia menaruh talinya di bahuku.

“Aku akan menunggu di truk – pergi!” ia berbisik, dan mendorong ke pintu. Ia menghilang lewat jendela. Aku membuka pintu dan menghambur melewati Charlie berjuang keras membawa tasku yang berat menuruni tangga.

"Apa yang terjadi?" ia berteriak. Ia berada tepat di belakang ku.

"Kupikir kau menyukainya." Ia menangkap sikuku ketika kami sampai di dapur.

Meskipun ia masih bingung cengkeramannya kuat. Ia memutar rubuhku menghadapnya, dan aku bisa melihat ekspresi di wajahnya, bahwa ia tidak berniat membiarkanku pergi.

Aku hanya bisa memikirkan satu cara untuk melepaskan diri, dan ini akan sangat melukai hatinya hingga aku membenci diriku sendiri bahkan ketika memikirkannya. Tapi aku tak punya waktu, dan aku harus memikirkan keselamatannya.

Aku menatap geram pada ayahku, air mata kembali menggenangi mataku memikirkan apa yang akan segera kulakukan.

"Aku memang menyukainya—itulah masalahnya. Aku tak bisa melakukan ini lagi! Aku tak bisa tinggal di sini lebih lama lagi! Aku tak mau terjebak di kota tolol dan membosankan ini seperti Mom! Aku tidak akan membuat kesalahan bodoh yang sama seperti yang dilakukan Mom. Aku benci—aku tak bisa tinggal di sini lebih lama lagi!" Ia melepaskan lenganku seolah-olah aku telah menyetrumnya.

Aku berpaling dari wajahnya yang terkejut dan terluka, lalu bergegas ke pintu.

"Bells, kau tak bisa pergi sekarang. Sudah malam," bisiknya di belakangku.

Aku tidak menoleh. "Aku akan tidur di truk bila mengantuk."

"Tunggu satu minggu lagi," ia memohon, masih terkejut setengah mati.

"Renee akan kembali pada saat itu." Ini benar-benar membuatku kesal.

"Apa?" Charlie melanjutkan dengan bersemangat, hampir meracau lega ketika melihat keraguanku.

"Dia menelepon ketika kau sedang keluar. Kehidupannya di Florida tidak berjalan baik, dan kalau Phil tidak mendapatkan kontrak hingga akhir pekan, mereka akan kembali ke Arizona. Asisten pelatih Side-winders bilang mungkin mereka masih punya posisi sementara untuknya."

Aku menggeleng, berusaha mengumpulkan pikiranku yang sekarang berantakan. Setiap detik yang berlalu akan semakin membahayakan nyawa Charlie.

Penutup Novel Twilight – PERPISAHAN Bab 99

Gimana Novel twilight – Port PERPISAHAN Bab 99 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: