Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 99 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PERPISAHAN Bab 99
19. PERPISAHAN
CHARLIE menungguku. Semua lampu di rumah menyala.
Pikiranku kosong ketika aku mencoba memikirkan cara agar ia mau membiarkanku
pergi. Ini tidak bakal menyenangkan.
Perlahan Edward menepikan Jeep, memarkirnya tepat di
belakang trukku. Mereka bertiga sangat waspada, duduk tegak di kursi mereka,
mendengarkan setiap suara di hutan, mengamati setiap bayangan, menghirup setiap
aroma, mencari sesuatu yang tidak pada tempatnya. Mesin dimatikan, dan aku
duduk tidak bergerak ketika mereka terus mendengarkan.
“Dia tidak di sini," kata Edward tegang.
"Ayo." Emmett meraih ke sisiku untuk
membantuku melepaskan sabuk pengaman.
"Jangan khawatir. Bella," katanya pelan
namun ceria,
"kami akan membereskan semuanya di sini dalam
waktu singkat."
Aku merasakan mataku berkaca-kaca saat memandang
Emmet. Aku nyaris tak mengenalnya, namun bagaimanapun juga, tidak mengetahui
kapan aku bisa bertemu lagi dengannya setelah malam ini, membuatku sedih. Aku
tahu ini hanyalah rasa perpisahan yang harus kutahankan selama satu jam ke
depan, dan pikiran itu membuat air mataku mulai turun.
"Alice, Emmert." Suara Edward memerintah.
Mereka menyelinap tanpa suara menembus kegelapan,
langsung menghilang. Edward membukakan pintuku dan memegang tanganku, kemudian
menarikku ke dalam pelukannya yang melindungi. Ia mengantarku dengan cepat ke
rumah, matanya selalu menjelajahi kegelapan malam.
"Lima belas menit," ia mengingatkan dengan
berbisik.
"Aku bisa melakukannya," isakku. Air mata
memberiku inspirasi.
Aku berhenti di teras dan menggenggam wajahnya dengan
kedua tanganku. Aku menatap matanya lekat-lekat.
"Aku mencintaimu," kataku, suaraku pelan
dan dalam.
"Aku akan selalu mencintaimu, tak peduli apa
yang terjadi sekarang."
"Takkan terjadi apa-apa padamu, Bella,"
katanya, sama tajamnya.
"Jalankan saja rencananya, oke? Jaga Charlie
untukku. Dia takkan terlalu menyukaiku lagi setelah ini, dan aku ingin punya
kesempatan untuk meminta maaf nantinya."
"Masuklah, Bella. Kita harus bergegas."
Suaranya mendesak.
"Satu lagi," aku berbisik penuh hasrat.
"Jangan dengarkan kata-kataku malam ini."
Ia mencondongkan tubuhnya, jadi yang perlu kulakukan hanya berjingkat untuk
mencium bibirnya yang beku dan terkejut sekuat mungkin. Kemudian aku berbalik
dan menendang pintu hingga terbuka.
"Pergilah, Edward!" aku berteriak padanya,
berlari masuk dan membanting pintu hingga tertutup di hadapan wajahnya yang
masih terkejut.
“Bella?” Charlie sedang bersantai di ruang tamu, dan
sekarang ia bangkit berdiri.
“Jangan ganggu aku!" aku berteriak padanya, air
mataku mengalir deras sekarang. Aku berlari menaiki tangga menuju kamar,
membanting pintu dan menguncinya.
Aku berlari ke tempat tidur, mengempaskan diri di
lantai untuk mengambil tasku. Aku langsung mengulurkan tangan ke bawah kasur
dan pengambil kaus kaki usang tempatku menyimpan uangku.
Charlie menggedor-gedor pintu kamar.
"Bella, kau baik-baik saja? Apa yang
terjadi?" Suaranya waswas.
"Aku mau pulang," aku berteriak, memberi
tekanan pada kata yang tepat.
"Apakah dia melukaimu?" suaranya hampir
marah.
"Tidak!" jeritku. Aku berbalik ke lemari
pakaian, dan Edward sudah ada di sana, tanpa suara meraup asal-asalan
pakaianku, lalu melemparkannya padaku.
"Apakah dia mencampakkanmu?" Charlie
benar-benar bingung.
“Tidak!" aku berteriak, agak terengah-engah saat
menjejalkan semuanya ke dalam tas. Edward melempar beberapa helai pakaian lagi
padaku. Sekarang tasnya sudah lumayan penuh.
"Apa yang terjadi, Bella?" seru Charlie
dari balik pintu sambil menggedor-gedor lagi.
“Aku mencampakkannya!" aku balas berteriak,
sambil menarik resleting tasku. Tangan Edward yang sedang tidak melakukan
apa-apa mendorong tanganku dan menutup ritsleting itu dengan mulus. Dengan
hati-hati ia menaruh talinya di bahuku.
“Aku akan menunggu di truk – pergi!” ia berbisik, dan
mendorong ke pintu. Ia menghilang lewat jendela. Aku membuka pintu dan
menghambur melewati Charlie berjuang keras membawa tasku yang berat menuruni
tangga.
"Apa yang terjadi?" ia berteriak. Ia berada
tepat di belakang ku.
"Kupikir kau menyukainya." Ia menangkap
sikuku ketika kami sampai di dapur.
Meskipun ia masih bingung cengkeramannya kuat. Ia
memutar rubuhku menghadapnya, dan aku bisa melihat ekspresi di wajahnya, bahwa
ia tidak berniat membiarkanku pergi.
Aku hanya bisa memikirkan satu cara untuk melepaskan
diri, dan ini akan sangat melukai hatinya hingga aku membenci diriku sendiri
bahkan ketika memikirkannya. Tapi aku tak punya waktu, dan aku harus memikirkan
keselamatannya.
Aku menatap geram pada ayahku, air mata kembali
menggenangi mataku memikirkan apa yang akan segera kulakukan.
"Aku memang menyukainya—itulah masalahnya. Aku
tak bisa melakukan ini lagi! Aku tak bisa tinggal di sini lebih lama lagi! Aku
tak mau terjebak di kota tolol dan membosankan ini seperti Mom! Aku tidak akan
membuat kesalahan bodoh yang sama seperti yang dilakukan Mom. Aku benci—aku tak
bisa tinggal di sini lebih lama lagi!" Ia melepaskan lenganku seolah-olah
aku telah menyetrumnya.
Aku berpaling dari wajahnya yang terkejut dan
terluka, lalu bergegas ke pintu.
"Bells, kau tak bisa pergi sekarang. Sudah
malam," bisiknya di belakangku.
Aku tidak menoleh. "Aku akan tidur di truk bila
mengantuk."
"Tunggu satu minggu lagi," ia memohon,
masih terkejut setengah mati.
"Renee akan kembali pada saat itu." Ini
benar-benar membuatku kesal.
"Apa?" Charlie melanjutkan dengan
bersemangat, hampir meracau lega ketika melihat keraguanku.
"Dia menelepon ketika kau sedang keluar.
Kehidupannya di Florida tidak berjalan baik, dan kalau Phil tidak mendapatkan
kontrak hingga akhir pekan, mereka akan kembali ke Arizona. Asisten pelatih
Side-winders bilang mungkin mereka masih punya posisi sementara untuknya."
Aku menggeleng, berusaha mengumpulkan pikiranku yang sekarang berantakan. Setiap detik yang berlalu akan semakin membahayakan nyawa Charlie.
Penutup Novel Twilight – PERPISAHAN Bab 99
Gimana Novel twilight – Port PERPISAHAN Bab 99 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa
yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya.
Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: