Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 92 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PERMAINAN Bab 92
"Kau marah," aku berkeras.
"Ya."
"Tapi kau baru bilang—"
"Aku tidak marah padamu. Tidak bisakah kau melihatnya,
Bella?" Tiba-tiba ia tegang, seluruh selera humornya lenyap.
"Tidakkah kau mengerti?"
"Mengerti apa?" tuntutku, bingung dengan perubahan suasana hatinya yang tiba-tiba, begitu juga kata-katanya.
"Aku takkan pernah marah padamu—bagaimana mungkin
bisa? Kau begitu berani, percaya... hangat."
“Lalu kenapa?" bisikku, mengingat suasana
hatinya yang kelam yang menjauhkannya dariku, yang selalu kuinterpretasikan
sebagai perasaan frustrasi yang rasional— frustrasi akan kelemahanku,
kelambananku, dan reaksi manusiaku yang tak terkendali...
Hati-hati ia meletakkan tangannya di kedua sisi
wajahku.
“Aku membangkitkan kemarahanku sendiri," katanya
lembut.
“Karena selalu membahayakan dirimu. Eksistensiku
sendiri membahayakanmu. Kadang-kadang aku benar-benar benci diriku sendiri. Aku
harus lebih kuat, aku harus bisa –“
Kuletakkan tanganku di atas mulutnya.
"Jangan." Ia meraih tanganku, memindahkannya dari bibirnya namun
meletakkannya di wajahnya.
"Aku mencintaimu," karanya.
"Itu alasan menyedihkan untuk apa yang
kulakukan, tapi itu masih benar." Itulah pertama kalinya ia menyatakan
cintanya padaku—dalam begitu banyak kata-kata.
Ia mungkin tidak menyadarinya tapi aku tentu saja
menyadarinya. "Sekarang kumohon bersikaplah yang baik," ia
melanjutkan, dan membungkuk untuk menyapukan bibirnya dengan lembut di bibirku.
Aku diam tak bergerak. Lalu mendesah.
“Kau berjanji pada Kepala Polisi Swan akan
mengantarku pulang tidak sampai larut, ingat? Sebaiknya kita pergi
sekarang."
“Ya, Ma'am."
Ia tersenyum sedih dan melepaskanku, kecuali satu
tanganku. Ia membimbingku menaiki ketinggian beberapa meter, menembus
semak-semak yang basah dan padat, mengitari pohon cemara beracun yang besar
sekali, dan kami pun sampai, di ujung lapangan terbuka yang luas di pangkuan
puncak Pegunungan Olympic. Luasnya dua kali stadion bisbol.
Aku bisa melihat yang lain semua ada di sana; Esme,
Emmett, dan Rosalie yang duduk di atas pecahan batu yang menonjol adalah yang
terdekat dengan kami, mungkin jauhnya seratus meter.
Lebih jauh lagi aku bisa melihat Jasper dan Alice,
setidaknya jaraknya seperempat mil, kelihatannya sedang melempar-lempar
sesuatu, rapi aku tak melihat bolanya. Kelihatannya Carlisle sedang menandai
base, tapi benarkah base-base itu terpisah sejauh itu? Ketika kami sampai,
Esme, Emmett, dan Rosalie bangkit berdiri. Esme menghampiri kami.
Emmett mengikuti setelah menatap punggung Rosalie.
Rosalie telah bangkit dengan gemulai dan melangkah ke lapangan tanpa melirik ke
arah kami. Perutku langsung mual, gelisah. "Kaukah yang kami dengar tadi,
Edward?" Esme bertanya sambil mendekati kami.
"Kedengarannya seperti beruang tersedak,"
Emmett membenarkan.
Aku tersenyum ragu-ragu kepada Esme. "Itu memang
dia."
"Bella tahu-tahu melakukan sesuatu yang
lucu," Edward menjelaskan, cepat-cepat membalasku.
Alice telah meninggalkan posisinya dan sedang
berlari,
atau menari ke arah kami. Ia meluncur cepat dan
berhenti dengan luwes di dekat kami. "Sudah waktunya," ia
mengumumkan.
Begitu ia berbicara, gemuruh petir yang menggelegar
mengguncang hutan, kemudian pecah di barat kota. "Menyeramkan,
bukan?" kata Emmett dengan nada akrab, sambil mengedip padaku.
“Ayo.” Alice meraih tangan Emmett dan mereka berlari
ke lapangan yang luas.
Alice berlari bagai rusa. Emmett juga nyaris seanggun
dan secepat Alice—meski begitu ia takkan pernah bisa dibandingkan dengan rusa.
“Kau siap bermain?" Edward bertanya, tatapannya
bersemangat, berkilat-kilat.
Aku mencoba terdengar bersemangat. "Ayo.
tim!" Ia mengejek dan.
setelah mengacak-acak rambutku, mengejar kedua saudaranya.
Larinya lebih agresif, lebih mirip Ia cheetah daripada rusa, dan dengan cepat
ia mendahului mereka. Keanggunan dan kekuatan itu memesonaku.
"Mau ikut turun?" Esme bertanya dengan
suaranya lembut dan merdu, dan aku menyadari telah melongo menatap Edward.
Dengan cepat kubenahi ekspresiku dan mengangguk. Esme
tetap menjaga jarak beberapa meter di antar kami, dan aku bertanya-tanya apakah
ia masih berhati-hati agar tidak membuatku takut. Ia menyamakan langkah kami
tanpa terlihat tidak sabar.
"Anda tidak bermain bersama mereka?"
tanyaku malumalu.
"Tidak, aku lebih suka jadi wasit—aku suka
menjaga mereka tetap jujur," ia menjelaskan.
"Kalau begitu, apakah mereka suka bermain
curang?"
"Oh ya—kau harus dengar argumentasi mereka!
Sebenarnya, kuharap kau tak perlu mendengarnya, kau akan berpikir mereka
dibesarkan sekawanan serigala."
"Anda terdengar seperti ibuku," aku
tertawa, terkejut. Ia juga tertawa.
"Well,
aku memang menganggap mereka anak-anakku dalam banyak hal. Aku tak pernah bisa
menghilangkan naluri keibuanku—apakah Edward bilang bahwa aku kehilangan
seorang anak?"
"Tidak," gumamku, terkejut, berusaha
memahami masa kehidupan mana yang sedang diingatnya.
"Ya, bayi
pertamaku dan satu-satunya. Dia meninggal hanya beberapa hari setelah
dilahirkan, makhluk kecil yang malang, ia mendesah. "Itu menghancurkan
hatiku—itu sebabnya aku melompat dari tebing, kau tahu," tambahnya terus
terang.
"Edward hanya bilang Anda j-jatuh," ujarku
terbata-bata.
"Selalu sang pria sejati." Ia tersenyum.
"Edward putra baruku yang pertama. Aku selalu
menganggapnya begitu, meskipun dia lebih tua dariku, setidaknya dalam satu
cara." Ia tersenyum hangat padaku.
"Itu sebabnya aku senang dia menemukanmu.
Sayang." Ungkapan sayang itu terdengar sangat alami meluncur dari bibirnya.
"Dia sudah terlalu lama menjadi laki-laki aneh,
aku sedih melihatnya sendirian."
"Kalau begitu, Anda tidak keberatan?" aku
bertanya, kembali ragu-ragu.
"Bahwa aku... sangat tidak tepat untuknya?"
"Tidak." Ia tampak bersimpati.
"Kaulah yang diinginkannya. Entah bagaimana,
pasti akan ada jalan keluarnya," katanya, meskipun dahinya berkerut
waswas.
Gelegar petir terdengar lagi.
Penutup Novel Twilight – PERMAINAN Bab 92
Gimana Novel twilight – Port PERMAINAN Bab 92 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa
yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya.
Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: