Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 90 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PERMAINAN Bab 90
Dengan putus asa aku membayangkan bagaimana
melaksanakan tugasku, berjuang memikirkan cara untuk mengangkat masalah itu.
"Apa yang kaulakukan hari ini?" tanyanya,
membuyarkan lamunanku.
"Well,
sore ini aku di rumah saja..." Bukan sepanjang sore, sebenarnya.
Aku berusaha menjaga suaraku tetap ceria, tapi
perutku seperti berlubang.
"Dan pagi ini aku bertamu ke rumah keluarga
Cullen." Charlie menjatuhkan garpunya.
“Rumah dr. Cullen?" ia bertanya, kaget.
Aku berpura-pura tidak memerhatikan reaksinya.
"Yeah."
"Apa yang kaulakukan di sana?" Ia tidak
mengambil garpunya lagi.
“Well, bisa
dibilang aku punya kencan dengan Edward Cullen malam ini, dan dia ingin
memperkenalkan aku dengan orangtuanya... Dad?"
Kelihatannya Charlie mengalami penyempitan pembuluh
darah.
"Dad, kau baik-baik saja?"
"Kau berkencan dengan Edward Cullen?"
gelegar Charlie.
O-Oh. "Kupikir kau menyukai keluarga
Cullen?"
"Dia terlalu tua untukmu," serunya marah.
“Kami sama-sama murid junior," aku meralatnya,
meskipun ia lebih benar dari yang diduganya.
"Tunggu..." ia berhenti.
"Edward itu yang mana, ya?"
"Edward adalah yang paling muda, yang rambutnya
cokelat kemerahan." Yang tampan, yang seperti dewa...
"Oh, well,
itu"—ia berusaha keras mengucapkan katakatanya
—"
lebih baik, kurasa. Aku tidak suka tampang yang
bertubuh besar. Aku yakin dia anak laki-laki yang baik dan semuanya, tapi dia
kelihatan terlalu... dewasa untukmu.
Apakah Edwin ini pacarmu?"
"Namanya Edward, Dad."
"Ya, tidak?"
"Kurasa bisa dibilang begitu."
"Semalam katamu kau tidak tertarik dengan anak
lakilaki mana pun di kota ini." Tapi ia mengambil garpunya lagi, jadi aku
tahu yang terburuk telah berlalu.
"Well,
Edward tidak tinggal di kota, Dad." Ia menatapku jengkel saat mengunyah.
"Lagi pula," lanjutku,
"ini baru tahap awal, kau tahu. Jangan membuatku
malu dengan semua omongan soal pacar, oke?
“Kapan dia akan kemari?"
“Dia akan tiba sebentar lagi."
“Dia akan mengajakmu ke mana?"
Aku menggeram keras-keras. "Kuharap
kausingkirkan kecurigaan berlebihan dari pikiranmu sekarang. Kami akan bermain
bisbol bersama keluarganya."
Wajahnya cemberut, kemudian akhirnya ia tergelak.
"Kau bermain bisbol?"
"Well,
barangkali kebanyakan aku menonton." "Kau pasti benar-benar menyukai
laki-laki ini," ia mengamatiku curiga.
Aku mendesah dan memutar bola mataku. Aku mendengar
deruman mobil diparkir di depan rumah. Aku melompat dan mulai membersihkan
piring bekas makanku.
"Tinggalkan saja piring-piring itu, aku bisa
mencucinya malam ini. Kau sudah terlalu memanjakanku." Bel pintu berbunyi,
dan Charlie berjalan terhuyunghuyung untuk membukanya.
Aku hanya beberapa jengkal di belakangnya.
Aku tidak menyadari betapa derasnya hujan di luar
sana. Edward berdiri di bawah bias lampu teras, tampak seperti model pria dalam
iklan jas hujan.
"Ayo masuk, Edward."
Aku mendesah lega ketika Charlie menyebut namanya
dengan benar.
"Terima kasih, Kepala Polisi Swan," sahut
Edward dengan suara penuh hormat.
"Oh, panggil saja aku Charlie. Sini, kusimpankan
jaketmu."
"Terima kasih, Sir."
"Silakan duduk, Edward." Aku meringis.
Edward duduk dengan luwes di kursi satu dudukan, memaksaku duduk di sofa, di
sebelah Charlie. Aku cepatcepat
melirik jengkel padanya. Ia mengedip di belakang
Charlie.
"Jadi, kudengar kau mau mengajak putriku
menonton pertandingan bisbol." Faktanya, hanya di Washington-lah
pertandingan olahraga luar ruangan tetap berjalan tak peduli deras atau tidak.
“Ya, Sir, begitulah rencananya." Ia tidak tampak
terkejut bahwi aku mengatakan yang sebenarnya pada ayahku. Lagi pula, ia
mungkin saja mendengarkan.
"Well,
kurasa kau lebih punya kekuatan untuk itu." Charlie tertawa, dan Edward
ikut tertawa.
"Oke" Aku bangkit berdiri.
"Sudah cukup menertawakanku. Ayo kita
pergi." Aku kembali menyusuri lorong dan mengenakan jaket. Mereka
mengikuti.
"Jangan pulang terlalu larut, Bell."
"Jangan khawatir, Charlie, aku akan mengantarnya
pulang sebelum larut," Edward berjanji.
"Kaujaga putriku baik-baik, oke?"
Aku mengerang, tapi mereka mengabaikanku.
"Dia akan aman bersamaku, aku janji, Sir."
Charlie tak bisa meragukan ketulusan Edward, yang terdengar pada setiap
kata-katanya.
Aku melangkah keluar sambil mengentakkan kaki.
Mereka tertawa, dan Edward mengikutiku. Aku berhenti
tiba-tiba di teras. Di sana, di belakang trukku, tampak Jeep berukuran sangat
besar.
Bannya lebih tinggi dari pinggangku. Di depan lampu
depan dan belakangnya ada bemper baja dan empat lampu sorot besar terkait di
rangka bemper yang besar. Atapnya merah mengilat.
Charlie bersiul pelan.
“Kenakan sabuk pengamanmu," sahutnya tercekat.
Edward mengikuti ke sisiku dan membukakan pintu. Aku mengira-ngira jarak ke jok
dan bersiap-siap melompat naik.
mendesah, kemudian mengangkatku dengan satu tangan.
Kuharap Charlie tidak memerhatikan.
Ketika ia beralih ke jok pengemudi, dalam langkah
manusia normal, aku berusaha mengenakan sabuk pengamanku. Tapi terlalu banyak
kaitan.
"Ini semua untuk apa?" tanyaku ketika ia
membuka pintu.
"Itu perlengkapan keselamatan off-road.”
"Oh-oh."
Aku mencoba menemukan setiap kaitan yang tepat, tapi
tidak mudah. Ia mendesah lagi dan mencondongkan tubuh untuk membantuku. Aku
senang hujannya sangat lebat sehingga kurasa Charlie tidak terlalu jelas
melihat kemari.
Berarti ia tidak bisa melihat tangan Edward yang
menyentuh leherku, menyusuri tulang selangkaku. Aku menyerah berusaha
menolongnya dan berkonsentrasi agar tidak terengah-engah.
Edward memasukkan kunci kontak dan menyalakan mesin.
Kami berlalu meninggalkan rumah.
"Ini... mmm... Jeep-mu besar sekali."
"Ini punya Emmett. Kurasa kau pasti tidak ingin
berlari sepanjang jalan."
"Di mana kalian menyimpan benda ini?"
"Kami merenovasi salah satu bangunan lain di
rumah kami dan menjadikannya garasi."
"Apa kau tidak akan mengenakan sabuk
pengamanmu?” Ia menatapku tak percaya.
Lalu aku tiba-tiba mengerti.
"Berlari sepanjang jalan? Itu berarti kita masih
harus berlari separuh perjalanan?" Suaraku naik beberapa oktaf.
Ia tersenyum tegang. "Kau tidak akan
berlari."
"Aku bakal mual."
Penutup Novel Twilight – PERMAINAN Bab 90
Gimana Novel twilight – Port PERMAINAN Bab 90 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa
yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya.
Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: