Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 86 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – CARLISLE Bab 86
Edward tidak mengatakan apa-apa lagi ketika kami
berjalan menyusuri lorong, jadi aku bertanya, "Hampir selalu?"
Ia mendesah, tampak enggan menjawabnya. "Well, aku memiliki jiwa pemberontak khas
remaja—sekitar sepuluh tahun setelah aku... dilahirkan... diciptakan, terserah
bagaimana kau menyebutnya. Aku tidak menyukai caranya berpantang, dan aku marah
padanya karena telah membatasi seleraku. Jadi aku pergi hidup seorang diri
selama beberapa waktu."
"Sungguh?" Aku terpancing, bukannya
ketakutan, seperti yang seharusnya kurasakan.
Ia bisa merasakannya. Aku samar-samar menyadari kami
sedang menuju rangkaian anak tangga selanjutnya, tapi aku tidak terlalu
memerhatikan sekelilingku.
"Itu tidak membuatmu takut?"
"Tidak."
"Kenapa tidak?"
“Kurasa... kedengarannya masuk akal." Ia
tertawa, lebih keras daripada sebelumnya. Kami sekarang berada di anak tangga
teratas, di lorong berpanel lainnya.
"Sejak kelahiran baruku," gumamnya,
"aku memiliki kemampuan mengetahui apa yang
dipikirkan orang-orang di sekitarku, baik manusia maupun bukan manusia. Itu
sebabnya perlu sepuluh tahun bagiku untuk menentang Carlisle—aku bisa mengetahui
ketulusannya yang sempurna, mengerti benar mengapa dia hidup seperti itu.
"Hanya butuh beberapa tahun sampai aku kembali pada Carlisle dan
berkomitmen pada visinya. Kupikir aku akan terbebas dari... depresi... yang
menyertai hati nurani. Karena aku mengetahui pikiran mangsaku, aku dapat
mengabaikan yang tak bersalah dan mengejar hanya yang jahat. Kalau aku
mengikuti seorang pembunuh di lorong gelap tempat dia membunuh seorang gadis
muda—kalau aku menyelamatkan gadis itu, maka tentunya aku tidak sejahat
itu."
Aku gemetaran, membayangkan terlalu jelas apa yang
digambarkannya—lorong pada malam hari, gadis yang ketakutan, laki-laki di
belakangnya. Dan Edward, Edward yang sedang berburu, menyeramkan sekaligus
mengagumkan bagai dewa muda, tak terhentikan. Apakah gadis itu berterima kasih,
ataukah lebih ketakutan daripada sebelumnya?
"Tapi sejalan dengan waktu, aku mulai melihat
monster dalam diriku. Aku tak dapat melarikan diri dari begitu banyak kehidupan
manusia yang telah kuambil, tak peduli apa pun alasannya. Dan aku pun kembali
kepada Carlisle dan Esme. Mereka menyambutku secara berlebihan. Lebih daripada
yang layak kudapatkan."
Kami berhenti di depan pintu terakhir di lorong itu.
"Kamarku," ia memberitahuku, membuka dan menarikku masuk.
Kamarnya menghadap ke selatan, dengan jendela seluas
dinding seperti ruangan besar di bawah. Seluruh bagian belakang rumah ini pasti
terbuat dari kaca. Pemandangan di sini menyajikan Sungai Sol Duc yang
meliuk-liuk melintasi hutan rak terjamah hingga ke deretan Pegunungan Olympic.
Pegunungan itu jauh lebih dekat dari yang kuduga.
Dinding sebelah barat sepenuhnya tertutup rak demi
rak CD. Koleksi CD di kamarnya jauh melebihi yang dimiliki toko musik. Di sudut
ada satu set sound system yang tampak canggih jenis yang tak akan kusentuh
karena yakin bakal merusaknya. Tidak ada tempat tidur, hanya sofa kulit hitam
yang lebar dan mengundang. Lantainya dilapisi karpet tebal berwarna keemasan,
dan dindingnya dilapisi bahan tebal yang bernuansa lebih gelap.
"Perlengkapan audio yang bagus?" aku
mencoba menebak.
Ia tergelak dan mengangguk.
Ia mengambil remote
dan menyalakan stereonya. Suaranya pelan, namun musik jazz lembut itu terdengar seolah-olah dimainkan secara live di ruangan ini. Aku melihat-lihat
koleksi musiknya.
"Bagaimana kau menyusunnya?" aku bertanya.
Ia tidak mendengarkan.
"Mmmm, berdasarkan tahun, lalu berdasarkan
pilihan pribadi dalam rentang waktu itu," katanya setengah melamun.
Aku berbalik, dan ia sedang memandangku dengan
ekspresi aneh di matanya.
"Apa?"
"Aku tahu aku akan merasa... lega. Setelah kau
mengetahui semuanya, aku tak perlu lagi menyimpan rahasia darimu. Tapi aku tak
berharap merasakan lebih dari itu. Ternyata aku menyukainya. Ini membuatku...
bahagia." Ia mengangkat bahu, tersenyum samar.
“Aku senang," kataku, balas tersenyum. Aku
khawatir ia menyesal telah mengatakan semua ini padaku. Senang mengetahui bukan
itu masalahnya.
Tapi kemudian, ketika tatapannya memilah-milah ekspresiku,
senyumnya memudar dan dahinya berkerut. “Kau masih menungguku berlari dan
menjerit-jerit, kan?" aku menebak.
Penutup Novel Twilight – CARLISLE Bab 86
Gimana Novel twilight – Port CARLISLE Bab 86 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa
yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya.
Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: