Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 7 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PESTA Bab 7
"Aku tahu. Bella. Jangan
khawatir, dia akan bersikap sangat baik."
Aku diam saja. Tidak semudah itu untuk tidak merasa
khawatir. Tak seperti Alice, kakak "angkat" Edward yang lain, Rosalie
yang berambut pirang dan sangat cantik itu, tidak begitu menyukaiku.
Sebenarnya, lebih dari sekadar tidak suka. Bagi
Rosalie, aku penyusup tak diundang yang mengetahui kehidupan rahasia
keluarganya. Aku merasa sangat bersalah memikirkan situasi saat ini, karena
dugaanku, kepergian Rosalie dan Emmett untuk waktu lama adalah salahku,
walaupun diam-diam aku senang ia tidak ada.
Emmett, kakak Edward yang bertubuh besar dan suka
bercanda, nah kalau dia, aku benar-benar merasa kehilangan. Dalam banyak hal,
ia sudah seperti kakak lelaki yang ingin kumiliki sejak dulu... hanya saja
jauh, jauh lebih mengerikan. Edward memutuskan mengganti topik.
"Jadi, kalau kau tidak memperbolehkan aku
membelikanmu Audi, adakah hal lain yang kauinginkan untuk ulang tahunmu?"
Kata-kata itu meluncur dari
bibirku dalam bentuk bisikan.
"Kau tahu apa yang
kuinginkan." Kerutan dalam muncul di dahi Edward yang semulus marmer.
Jelas ia berharap tadi tidak
mengalihkan topik pembicaraan dari masalah Rosalie.
Rasanya kami sudah sering
sekali berdebat hari ini.
“Jangan malam ini, Bella. Please?”
“Well, mungkin Alice bisa mengabulkan keinginanku."
Edward menggeram—suaranya dalam
dan mengancam.
"Ini tidak akan menjadi
ulang tahunmu yang terakhir, Bella," ia bersumpah.
"Itu tidak adil!"
Kalau tidak salah aku mendengar
gigi-giginya gemertak.
Kami sudah berhenti di depan
rumah sekarang. Lampu-lampu bersinar terang dari setiap jendela di dua lantai
pertama. Deretan lentera Jepang yang terang bergelantungan di atap teras,
membiaskan pendaran cahaya lembut di pohon-pohon cedar besar yang mengelilingi rumah.
Mangkuk-mangkuk besar berisi
bunga—mawar merah jambu—berjajar sepanjang tangga lebar yang mengarah ke pintupintu
depan.
Aku mengerang.
Edward menarik napas dalam-dalam beberapa kali untuk
menenangkan diri.
"Namanya juga pesta," ia mengingatkanku.
"Berusahalah bersikap baik."
"Tentu," gerutuku.
Edward turun untuk membukakan
pintu bagiku, lalu mengulurkan tangan.
"Aku punya
pertanyaan." Ia menunggu dengan waswas.
"Kalau film ini dicuci
cetak," kataku, memainkan kamera di tanganku,
"apakah kau akan muncul di
foto?"
Tawa Edward pecah berderai. Ia
membantuku turun dari mobil, menarikku menaiki tangga, dan masih terus tertawa
saat membukakan pintu untukku.
Mereka semua menunggu di ruang
duduk yang besar dan berwarna putih. Begitu aku melangkah masuk, mereka
menyambutku dengan teriakan nyaring,
"Selamat ulang tahun,
Bella!" sementara aku menunduk dengan wajah merah padam.
Alicelah isumsiku, yang telah
menutup semua bagian yang permukaannya datar dengan lilin pink dan lusinan
mangkuk kristal berisi ratusan mawar. Ada meja bertaplak putih diletakkan di
sebelah grand piano Edward, dengan kue tart pink di atasnya, bunga-bunga mawar,
tumpukan piring kaca, dan gundukan kecil kado terbungkus kertas warna perak.
Ini ratusan kali lebih parah daripada yang bisa
kubayangkan.
Edward. merasakan kegalauanku.
merangkul pinggangku dengan sikap menyemangati, lalu mengecup puncak kepalaku.
Orangtua Edward. Carlisle dan
Esme—tetap semuda dan serupawan biasanya—berdiri paling dekat ke pintu. Esme
memelukku hati-hati, rambutnya yang halus dan sewarna karamel membelai pipiku
saat ia mengecup dahiku, kemudian Carlisle merangkul pundakku.
"Maaf tentang ini.
Bella," bisiknya.
"Kami tidak sanggup
mengekang Alice."
Rosalie dan Emmett berdiri di
belakang mereka. Rosalie tidak tersenyum, tapi setidaknya ia tidak melotot.
Emmett nyengir lebar. Sudah berbulanbulan aku tidak bertemu mereka; aku sudah
lupa betapa luar biasa cantiknya Rosalie—nyaris menyakitkan melihatnya. Dan
benarkah Emmett sejak dulu sudah begitu... besar?
"Kau sama sekali tidak
berubah," kata Emmett, berlagak seolah-olah kecewa.
"Sebenarnya aku berharap
kau sedikit berubah, tapi ternyata wajahmu tetap merah, seperti biasa.”
"Terima kasih banyak,
Emmett," kataku, semakin merah padam.
Emmett tertawa. "Aku harus keluar dulu
sebentar" —ia terdiam untuk mengedipkan mata pada Alice dengan gaya
mencolok—"Jangan berbuat macam-macam selagi aku tidak ada.”
“Akan kucoba."
Alice melepas tangan Jasper dan
bergegas maju, giginya berkilauan di bawah cahaya lampu. Jasper juga tersenyum,
tapi tetap berdiri di tempat. Ia bersandar, jangkung dan pirang, di tiang di
kaki tangga. Setelah beberapa hari terkurung bersama di Phoenix, kusangka ia
sudah tidak menghindariku lagi.
Tapi sikapnya sekarang kembali
seperti sebelumnya—sedapat mungkin menghindariku—begitu terbebas dari kewajiban
sementaranya untuk melindungiku. Aku tahu itu bukan masalah pribadi, hanya
tindakan pencegahan, dan aku mencoba untuk tidak terlalu sensitif mengenainya.
Jasper agak sulit menyesuaikan
diri dengan diet keluarga Cullen dibandingkan para anggota keluarga yang lain;
bau darah manusia lebih sulit ditolaknya dibanding yang lain-lain—ia belum
terlalu lama mencoba.
"Waktunya buka kado!"
seru Alice. Ia menggamit sikuku dengan tangannya yang dingin dan menarikku ke
meja penuh tart dan kado-kado mengilap.
Aku memasang wajah martirku
yang terbaik.
"Alice, sudah kubilang aku
tidak menginginkan apa-apa—“
"Tapi aku tidak
mendengarkan," sela Alice, senyum puas tersungging di bibirnya.
"Bukalah." Ia
mengambil kamera dari tanganku dan menggantinya dengan kotak segiempat besar
warna perak.
Kotak itu sangat ringan hingga terasa kosong. Label di
atasnya menandakan kado itu dari
Emmett, Rosalie, dan Jasper.
Waswas, kurobek kertas itu dan kupandangi kotak di dalamnya. Itu kotak
peralatan elektronik, dengan angkaangka pada namanya. Kubuka kotak itu,
berharap mengetahui isinya. Tapi kotak itu kosong.
“Ehm... trims."
Senyum Rosalie terkuak sedikit.
Jasper terbahak. "Itu stereo untuk mobilmu; ia menjelaskan. "Emmett
sedang memasangnya sekarang supaya kau tidak bisa mengembalikannya."
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PESTA Bab 7
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PESTA Bab 7
? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.