Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 40 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PENGULANGAN Bab 40
"Hai, Bella,"
serunya.
Aku tersenyum lega.
“Hai, Jacob" Kulambaikan
tangan pada Billy yang memandang ke luar jendela.
"Ayo kita segera
bekerja," kata Jacob dengan suara pelan namun bersemangat.
Entah bagaimana aku bisa tertawa.
"Kau benarbenar belum muak padaku, ya?" aku
penasaran.
Ia sendiri pasti mulai bertanya-tanya, sebegitu putus
asanya aku ingin punya teman. Jacob berjalan menduluiku mengitari rumah untuk
menuju garasi.
"Nggak. Belum."
"Tolong beritahu aku kapan
aku mulai membuatmu kesal. Aku tidak mau menjadi pengganggu."
"Oke." Jacob tertawa,
suaranya sengau.
"Tapi kalau aku jadi kau,
aku tidak bakal terlalu berharap."
Saat melangkah memasuki garasi,
aku shock melihat motor merah itu
sudah berdiri, tampak lebih mirip motor daripada onggokan besi tua.
“Jake, hebat benar kau,"
desahku.
Lagi-lagi Jake tertawa.
"Aku jadi obsesif bila sedang
mengerjakan proyek." Ia mengangkat bahu.
"Kalau pintar sih,
seharusnya aku berlama-lama mengerjakannya."
"Kenapa?"
Jacob menunduk, berdiam diri
lama sekali hingga aku sempat bertanya-tanya apakah ia mendengar pertanyaanku.
Akhirnya, ia bertanya padaku,
"Bella, seandainya aku
berkata tidak bisa membetulkan sepeda-sepeda motor itu, apa yang akan
kaukatakan?"
Aku juga tidak langsung
menjawab, dan Jacob mendongak untuk mengecek ekspresiku.
"Aku akan berkata...
sayang sekali, tapi berani taruhan, kita pasti bisa mencari kegiatan lain untuk
dilakukan. Kalau kepepet sih, kita bahkan bisa mengerjakan PR bersama."
Jacob tersenyum, dan bahunya kembali rileks. Ia duduk
di sebelah motor dan memungut obeng.
"Menurutmu kau masih akan
datang ke sini kalau aku sudah selesai memperbaikinya, begitu?"
"Jadi maksudmu itu
ya?" Aku menggeleng.
"Kurasa aku memang sengaja
memanfaatkan keahlian mekanikmu yang kelewat murah itu. Tapi selama kau masih
mengizinkan aku datang ke sini, aku pasti datang."
"Berharap ketemu Quil
lagi?" godanya.
"Ketahuan deh." Jacob
terkekeh.
"Kau benar-benar suka
menghabiskan waktu bersamaku?" tanyanya, takjub.
"Suka, suka sekali. Dan
akan kubuktikan. Aku harus kerja besok, tapi Rabu-nya kita bisa melakukan
sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan perbengkelan."
"Seperti apa?"
"Entahlah. Kita bisa pergi
ke rumahku supaya kau tidak tergoda untuk menjadi obsesif. Kau bisa membawa
tugas sekolahmu—kau pasti banyak ketinggalan pelajaran, karena aku tahu aku pun
begitu."
"Boleh juga bikin PR
bareng." Jacob mengernyit dan aku bertanya-tanya dalam hati berapa banyak
PR yang sudah lalai ia kerjakan agar bisa bersamaku.
"Benar," aku sependapat.
"Kita harus mulai menunjukkan sikap bertanggung
jawab sesekali, kalau tidak Billy dan Charlie tidak bakal semudah ini memberi
izin," Aku membuat isyarat yang menggambarkan kami sebagai kesatuan.
Jacob senang melihatnya—wajahnya berseri-seri.
"Mengerjakan PR sekali seminggu?" usulnya.
“Mungkin lebih baik dua kali," aku menyarankan,
membayangkan setumpuk PR yang baru saja diberikan hari ini.
Jacob mengembuskan napas berat. Lalu ia mengulurkan
tangan melewati kotak perkakas, mengambil kantong kertas. Dari dalamnya ia
mengeluarkan dua kaleng soda, membuka satu dan menyodorkannya padaku. Lalu
dibukanya kaleng kedua dan diangkatnya dengan sikap seperti hendak bersulang.
"Ini untuk tanggung
jawab," katanya.
"Dua kali seminggu."
"Dan kecerobohan pada
setiap hari di antaranya," aku menekankan Jacob nyengir dan menempelkan
kalengnya ke kalengku.
Aku sampai di rumah lebih malam
daripada yang kurencanakan, dan mendapati Charlie sudah memesan pizza dan
bukannya menungguku pulang. Ia tidak menerima permintaan maafku.
"Tidak apa-apa," ia
meyakinkan aku.
"Sesekali kau pantas
mendapat istirahat dari tugas memasak."
Aku tahu Charlie hanya merasa lega karena aku masih
bersikap layaknya manusia normal, dan tidak ingin merusak suasana.
Aku mengecek e-mail dulu sebelum
mulai mengerjakan PR. Ternyata ada balasan dari Renee. Ia bersemangat sekali
mengomentari setiap hal yang kutulis kemarin, jadi aku pun membalasnya dengan
penjelasan panjang-lebar tentang kegiatanku hari ini. Semua kecuali tentang
sepeda motor.
Bahkan Renee yang periang itu
bakal jantungan kalau kuceritakan. Suasana sekolah hari Selasa lumayan
menyenangkan – Angela dan Mike sepertinya siap menyambutku kembali dengan
tangan terbuka— dengan berbaik hati melupakan sikapku yang menyimpang beberapa
bulan terakhir ini.
Sementara Jess masih menolak.
Aku jadi penasaran jangan-jangan ia membutuhkan surat permintaan maaf resmi atas
insiden di Port Angeles tempo hari.
Mike riang dan cerewet sekali
saat bekerja.
Seolah-olah selama ini ia
menyimpan bahan obrolan selama satu semester dan menumpahkan semuanya sekarang.
Aku mendapati diriku bisa tersenyum dan tertawa bersamanya, meski tidak semudah
bila aku bersama Jacob.
Kelihatannya tidak ada maksud
apa-apa di baliknya, sampai tiba waktunya untuk pulang.
Mike memasang tanda
"TUTUP" di etalase sementara aku melipat rompiku dan menjejalkannya
di bawah konter.
"Menyenangkan sekali malam
ini," kata Mike senang.
"Yeah," aku sependapat, meski lebih suka
menghabiskan soreku di garasi.
"Sayang kau harus keluar
sebelum filmnya selesai minggu lalu."
Aku agak bingung mengikuti
jalan pikirannya.
Kuangkat bahuku. "Kurasa
aku memang penakut."
"Maksudku, seharusnya kau
nonton film yang lebih bagus, yang kau suka," ia menjelaskan.
"Oh," gumamku, masih
bingung.
"Seperti misalnya Jumat
ini. Bersamaku. Kita bisa pergi nonton film yang tidak seram sama sekali.”
Kugigit bibirku.
Aku tidak ingin merusak
hubunganku dengan Mike, tidak bila dialah salah satu dari sedikit orang yang
siap memaafkanku atas sikap gilaku. Tapi ini, lagi-lagi, terasa sangat
familier. Seakan-akan peristiwa tahun lalu tak pernah terjadi. Kalau saja kali
ini aku bisa memakai Jess sebagai alasan.
“Maksudmu berkencan?"
tanyaku. Bersikap jujur mungkin langkah terbaik yang bisa diambil saat ini.
Langsung ke pokok masalah. Mike mencerna nada suaraku.
"Kalau kau mau. Tapi tidak
perlu begitu juga."
Penutup Novel Twilight (New Moon) – PENGULANGAN Bab 40
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port PENGULANGAN Bab 40 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: