Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 37 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TEMAN-TEMAN Bab 37
Charlie memandangiku selama
sarapan, dan aku berusaha mengabaikannya. Kurasa aku pantas menerimanya. Aku
tak bisa berharap ayahku tidak mengkhawatirkan aku. Mungkin butuh berminggu
minggu
baru ia akan berhenti
memandangiku seolah-olah menunggu aksi zombie-ku muncul kembali, jadi aku harus
berusaha untuk tidak membiarkan itu menggangguku. Bagaimanapun, aku sendiri
juga akan mengawasi kemunculan lagi si zombie itu. Dua hari belum cukup untuk
menganggap diriku sudah benar-benar sembuh.
Sekolah justru sebaliknya.
Sekarang setelah aku memerhatikan, kentara sekali tak ada yang memerhatikanku.
Aku ingat hari pertama aku datang ke Forks High
School—betapa aku sangat berharap bisa berubah warna menjadi abu-abu dan
menghilang ke balik beton trotoar yang basah seperti bunglon raksasa. Tampaknya
permohonanku terkabul, satu tahun terlambat.
Rasanya seolah-olah aku tidak
di sana. Bahkan mata guru-guru melewati kursiku seolah-olah kursi itu kosong.
Aku mendengar segalanya
sepanjang pagi, sekali lagi mendengar suara-suara orang di sekelilingku. Aku
berusaha mengetahui apa yang terjadi, tapi obrolan mereka terpotong-potong jadi
akhirnya aku menyerah.
Jessica tidak mendongak waktu
aku duduk di sebelahnya di kelas Kalkulus. "Hai, Jess," sapaku sok
biasa-biasa saja.
"Bagaimana sisa akhir
minggumu kemarin?" Jessica menengadah dengan sorot mata curiga.
Mungkinkah ia masih marah? Atau
hanya tidak
sabar menghadapi orang gila?
"Super," jawabnya, mengalihkan perhatian kembali ke bukunya.
"Bagus," gumamku.
Istilah "menganggap sepi" sangat tepat
menggambarkan sikap Jessica saat itu. Aku bisa merasakan udara hangat berhembus
dari kisi-kisi di lantai, tapi tetap saja aku kedinginan.
Kuambil jaket yang tadi kusampirkan ke punggung kursi,
lalu memakainya lagi. Pelajaran keempatku berakhir terlambat, jadi meja
tempatku biasa makan siang sudah penuh waktu aku sampai di sana. Mike sudah ada
di sana, begitu juga Jessica dan Angela, Conner, Tyler, Eric, dan Lauren. Katie
Marshall, murid junior berambut merah yang rumahnya dekat
dengan rumahku, duduk bersama
Eric, dan Austin Marks—kakak cowok yang memberiku motor— duduk di sebelahnya. Aku
bertanya-tanya dalam hati sejak kapan mereka duduk di sini, tidak ingat apakah
ini yang pertama kali atau sudah menjadi kebiasaan.
Aku mulai kesal pada diriku
sendiri. Rasanya seolah-olah aku dimasukkan ke kardus dan dipendam dalam
biji-biji Styrofoam selama semester lalu.
Tidak ada yang mendongak waktu
aku duduk di sebelah Mike, walaupun kursiku berderit nyaring menggores lantai
linoleum waktu aku menariknya.
Aku berusaha mengikuti obrolan.
Mike dan Conner asyik mengobrol tentang olahraga, jadi aku langsung menyerah,
tidak bisa mengikuti obrolan mereka.
"Ke mana Ben hari ini?" tanya Lauren pada
Angela.
Aku tergugah, tertarik. Aku penasaran apakah itu
berarti Angela dan Ben masih pacaran. Aku nyaris tidak mengenali Lauren. Rambut
pirangnya yang halus seperti sutra dipotong pendek—sekarang rambutnya model
pixic superpendek, sampai-sampai bagian belakangnya dicukur habis kayak cowok.
Aneh sekali.
Kalau saja aku tahu alasan di baliknya. Mungkin ada
permen karet yang menempel di rambutnya? Atau jangan-jangan ia menjual
rambutnya? Apakah orang-orang yang biasa diperlakukan tidak baik olehnya
memergokinya sendirian di belakang gym dan menggundulinya? Kuputuskan tidak
adil
menilainya dari pendapatku
dulu. Siapa tahu sekarang ia sudah berubah jadi baik.
"Ben kena flu perut,"
jawab Angela dengan suara pelan dan kalem.
"Mudah-mudahan tidak lama
sakitnya. Semalam sakitnya parah sekali." Angela juga mengubah model
rambutnya.
Sekarang layer di rambutnya
sudah dipanjangkan. “Apa saja yang kalian lakukan akhir minggu kemarin?"
tanya Jessica.
kedengarannya tidak terlalu
memedulikan jawabannya. Berani bertaruh, itu pasti hanya pancingan supaya ia
bisa menceritakan ceritanya sendiri. Aku penasaran apakah ia akan bercerita
tentang Port Angeles sementara aku duduk hanya dua kursi jauhnya dari dia?
Apakah aku begitu tidak kasatmata, sehingga tidak ada yang merasa tidak nyaman
membicarakan aku padahal aku ada di sini? "Sebenarnya kami berniat piknik
hari Sabtu, tapi... berubah pikiran," cerita Angela.
Ada sedikit ketegangan dalam
suaranya yang menarik perhatianku.
Kalau Jess, tetap saja tidak
peduli.
"Sayang sekali,"
katanya, bersiap membeberkan ceritanya sendiri.
Tapi ternyata bukan hanya aku
yang memerhatikan.
"Apa yang terjadi?" tanya Lauren ingin tahu.
“Well,"
jawab Angela, terkesan lebih ragu-ragu daripada biasanya, walaupun ia memang
selalu berhati-hati.
"Kami naik mobil ke utara, hampir sampai ke sumber
air panas—di sana ada tempat yang asyik untuk piknik, kira-kira satu setengah
kilometer menyusuri jalan setapak. Tapi baru separo jalan menuju ke sana...
kami melihat sesuatu."
"Melihat sesuatu?
Apa?" Alis Lauren yang pucat bertaut. Bahkan Jess sepertinya mendengarkan
sekarang.
"Entahlah," jawab
Angela.
"Kami pikir itu beruang.
Soalnya warnanya hitam, tapi sepertinya... terlalu besar."
Lauren mendengus. "Oh,
masa kau juga!" Sorot matanya berubah mengejek, dan kuputuskan menarik
kembali keraguanku barusan. Jelas, kepribadiannya belum banyak berubah, tidak
seperti rambutnya.
"Tyler juga berusaha
meyakinkanku dengan cerita mengenai beruang minggu lalu."
"Tak mungkin ada beruang
berkeliaran sedekat itu dengan pemukiman penduduk," kata Jessica, berpihak
pada Lauren.
"Sungguh," protes
Angela dengan suara rendah, menunduk memandang meja.
"Kami benar-benar
melihatnya."
Lauren tertawa meremehkan. Mike
masih asyik mengobrol dengan Conner, tidak memerhatikan mereka.
"Tidak, dia benar," selaku tak sabar.
"Hari Sabtu kemarin ada hiker yang mengaku
melihat beruang juga, Angela. Katanya, beruang itu besar dan hitam, dan tidak
jauh di luar kota. Benar kan, Mike?"
Suasana langsung sunyi. Setiap pasang mata di meja itu
berpaling dan menatapku dengan shock.
Si cewek baru, Katie, mulutnya
ternganga seperti baru saja menyaksikan ledakan. Tidak ada yang bergerak.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TEMAN-TEMAN Bab 37
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TEMAN-TEMAN Bab 37 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi
di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: