Thursday, February 24, 2022

Bab 37 Novel Twilight (NEW MOON) – TEMAN-TEMAN - Baca Di Sini

Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight (New Moon) Bab 37 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight – TEMAN-TEMAN Bab 37

Charlie memandangiku selama sarapan, dan aku berusaha mengabaikannya. Kurasa aku pantas menerimanya. Aku tak bisa berharap ayahku tidak mengkhawatirkan aku. Mungkin butuh berminggu minggu

baru ia akan berhenti memandangiku seolah-olah menunggu aksi zombie-ku muncul kembali, jadi aku harus berusaha untuk tidak membiarkan itu menggangguku. Bagaimanapun, aku sendiri juga akan mengawasi kemunculan lagi si zombie itu. Dua hari belum cukup untuk menganggap diriku sudah benar-benar sembuh.

Sekolah justru sebaliknya. Sekarang setelah aku memerhatikan, kentara sekali tak ada yang memerhatikanku.

Aku ingat hari pertama aku datang ke Forks High School—betapa aku sangat berharap bisa berubah warna menjadi abu-abu dan menghilang ke balik beton trotoar yang basah seperti bunglon raksasa. Tampaknya permohonanku terkabul, satu tahun terlambat.

Novel Twilight (NEW MOON)


Rasanya seolah-olah aku tidak di sana. Bahkan mata guru-guru melewati kursiku seolah-olah kursi itu kosong.

Aku mendengar segalanya sepanjang pagi, sekali lagi mendengar suara-suara orang di sekelilingku. Aku berusaha mengetahui apa yang terjadi, tapi obrolan mereka terpotong-potong jadi akhirnya aku menyerah.

Jessica tidak mendongak waktu aku duduk di sebelahnya di kelas Kalkulus. "Hai, Jess," sapaku sok biasa-biasa saja.

"Bagaimana sisa akhir minggumu kemarin?" Jessica menengadah dengan sorot mata curiga.

Mungkinkah ia masih marah? Atau hanya tidak

sabar menghadapi orang gila? "Super," jawabnya, mengalihkan perhatian kembali ke bukunya.

"Bagus," gumamku.

Istilah "menganggap sepi" sangat tepat menggambarkan sikap Jessica saat itu. Aku bisa merasakan udara hangat berhembus dari kisi-kisi di lantai, tapi tetap saja aku kedinginan.

Kuambil jaket yang tadi kusampirkan ke punggung kursi, lalu memakainya lagi. Pelajaran keempatku berakhir terlambat, jadi meja tempatku biasa makan siang sudah penuh waktu aku sampai di sana. Mike sudah ada di sana, begitu juga Jessica dan Angela, Conner, Tyler, Eric, dan Lauren. Katie Marshall, murid junior berambut merah yang rumahnya dekat

dengan rumahku, duduk bersama Eric, dan Austin Marks—kakak cowok yang memberiku motor— duduk di sebelahnya. Aku bertanya-tanya dalam hati sejak kapan mereka duduk di sini, tidak ingat apakah ini yang pertama kali atau sudah menjadi kebiasaan.

Aku mulai kesal pada diriku sendiri. Rasanya seolah-olah aku dimasukkan ke kardus dan dipendam dalam biji-biji Styrofoam selama semester lalu.

Tidak ada yang mendongak waktu aku duduk di sebelah Mike, walaupun kursiku berderit nyaring menggores lantai linoleum waktu aku menariknya.

Aku berusaha mengikuti obrolan. Mike dan Conner asyik mengobrol tentang olahraga, jadi aku langsung menyerah, tidak bisa mengikuti obrolan mereka.

"Ke mana Ben hari ini?" tanya Lauren pada Angela.

Aku tergugah, tertarik. Aku penasaran apakah itu berarti Angela dan Ben masih pacaran. Aku nyaris tidak mengenali Lauren. Rambut pirangnya yang halus seperti sutra dipotong pendek—sekarang rambutnya model pixic superpendek, sampai-sampai bagian belakangnya dicukur habis kayak cowok. Aneh sekali.

Kalau saja aku tahu alasan di baliknya. Mungkin ada permen karet yang menempel di rambutnya? Atau jangan-jangan ia menjual rambutnya? Apakah orang-orang yang biasa diperlakukan tidak baik olehnya memergokinya sendirian di belakang gym dan menggundulinya? Kuputuskan tidak adil

menilainya dari pendapatku dulu. Siapa tahu sekarang ia sudah berubah jadi baik.

"Ben kena flu perut," jawab Angela dengan suara pelan dan kalem.

"Mudah-mudahan tidak lama sakitnya. Semalam sakitnya parah sekali." Angela juga mengubah model rambutnya.

Sekarang layer di rambutnya sudah dipanjangkan. “Apa saja yang kalian lakukan akhir minggu kemarin?" tanya Jessica.

kedengarannya tidak terlalu memedulikan jawabannya. Berani bertaruh, itu pasti hanya pancingan supaya ia bisa menceritakan ceritanya sendiri. Aku penasaran apakah ia akan bercerita tentang Port Angeles sementara aku duduk hanya dua kursi jauhnya dari dia? Apakah aku begitu tidak kasatmata, sehingga tidak ada yang merasa tidak nyaman membicarakan aku padahal aku ada di sini? "Sebenarnya kami berniat piknik hari Sabtu, tapi... berubah pikiran," cerita Angela.

Ada sedikit ketegangan dalam suaranya yang menarik perhatianku.

Kalau Jess, tetap saja tidak peduli.

"Sayang sekali," katanya, bersiap membeberkan ceritanya sendiri.

Tapi ternyata bukan hanya aku yang memerhatikan.

"Apa yang terjadi?" tanya Lauren ingin tahu.

Well," jawab Angela, terkesan lebih ragu-ragu daripada biasanya, walaupun ia memang selalu berhati-hati.

"Kami naik mobil ke utara, hampir sampai ke sumber air panas—di sana ada tempat yang asyik untuk piknik, kira-kira satu setengah kilometer menyusuri jalan setapak. Tapi baru separo jalan menuju ke sana... kami melihat sesuatu."

"Melihat sesuatu? Apa?" Alis Lauren yang pucat bertaut. Bahkan Jess sepertinya mendengarkan sekarang.

"Entahlah," jawab Angela.

"Kami pikir itu beruang. Soalnya warnanya hitam, tapi sepertinya... terlalu besar."

Lauren mendengus. "Oh, masa kau juga!" Sorot matanya berubah mengejek, dan kuputuskan menarik kembali keraguanku barusan. Jelas, kepribadiannya belum banyak berubah, tidak seperti rambutnya.

"Tyler juga berusaha meyakinkanku dengan cerita mengenai beruang minggu lalu."

"Tak mungkin ada beruang berkeliaran sedekat itu dengan pemukiman penduduk," kata Jessica, berpihak pada Lauren.

"Sungguh," protes Angela dengan suara rendah, menunduk memandang meja.

"Kami benar-benar melihatnya."

Lauren tertawa meremehkan. Mike masih asyik mengobrol dengan Conner, tidak memerhatikan mereka.

"Tidak, dia benar," selaku tak sabar.

"Hari Sabtu kemarin ada hiker yang mengaku melihat beruang juga, Angela. Katanya, beruang itu besar dan hitam, dan tidak jauh di luar kota. Benar kan, Mike?"

Suasana langsung sunyi. Setiap pasang mata di meja itu berpaling dan menatapku dengan shock. Si cewek baru, Katie, mulutnya ternganga seperti baru saja menyaksikan ledakan. Tidak ada yang bergerak.

Penutup Novel Twilight (New Moon)TEMAN-TEMAN Bab 37

Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TEMAN-TEMAN Bab 37 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: