Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 36 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TEMAN-TEMAN Bab 36
Charlie berdiri di teras
belakang yang kecil, bersama Billy yang duduk di ambang pintu di belakangnya.
"Hai, Dad," sapa kami
berbarengan, dan itu membuat kami tertawa lagi.
Charlie memandangiku dengan
mata terbelalak lebar, lalu melirik sekilas ke bawah, melihat tangan Jacob yang
menggandeng tanganku.
"Billy mengundang kita
makan malam," kata Charlie dengan nada biasa-biasa saja.
"Resep spageti super
rahasiaku. Diwariskan turun-temurun ke beberapa generasi," kata Billy
dengan suara serak.
Jacob mendengus. "Kurasa
Ragu belum ada selama itu."
Di dalam rumah penuh orang. Ada Harry Clearwater bersama
keluarganya—istrinya, Sue, yang samar-samar masih kuingat dari liburan musim
panas di Forks waktu aku masih kecil dulu, dan kedua anaknya.
Leah murid senior seperti aku, tapi usianya setahun
lebih tua. Kecantikannya eksotis—kulit tembaga indah, rambut hitam mengilat,
bulu mata tebal seperti bulu ayam—dan ia sibuk sendiri. Sejak kami datang, ia
terus asyik mengobrol di telepon rumah Billy, dan tidak kunjung berhenti.
Seth berumur empat belas tahun; ia mendengarkan setiap
kata yang keluar dari mulut Jacob dengan sorot mata mengidolakan. Karena tidak
semua orang bisa ditampung di meja dapur, Charlie dan Harry mengeluarkan
kursi-kursi ke halaman, dan kami makan spageti
dari piring yang diletakkan di
pangkuan, di keremangan cahaya lampu yang menyorot dari balik pintu rumah
Charlie yang terbuka. Kaum lelaki mengobrolkan pertandingan, lalu Harry dan
Charlie menyusun rencana untuk memancing bersama-sama. Sue menyindir suaminya
tentang kolesterolnya dan berusaha, meski gagal, membuatnya malu dan makan
sesuatu yang berdaun dan berwarna hijau. Jacob mengobrol denganku dan Seth,
yang sesekali menyela dengan penuh semangat setiap kali Jacob terlihat seperti
mau melupakannya. Charlie menatapku, berusaha agar tidak kentara, dengan sorot
mata senang namun waspada.
Berisik dan terkadang
membingungkan rasanya saat semua orang berlomba-lomba mengungguli yang lain
dalam bercerita, dan tawa dari satu lelucon diinterupsi dengan cerita tentang
lelucon lain. Aku tak perlu sering-sering bicara, tapi aku banyak tersenyum,
dan itu hanya karena aku merasa ingin. Rasanya aku tak ingin pulang. Tapi, ini
Washington, dan akhirnya hujan
membubarkan pertemuan kami;
ruang tamu Billy
kelewat sempit untuk melanjutkan acara kumpul kumpul kami.
Charlie tadi naik mobil Harry, jadi kami pulang naik trukku. Charlie bertanya
tentang
kegiatanku hari ini, dan sebagian besar yang
kuceritakan benar—bahwa aku pergi dengan Jacob mencari onderdil kemudian
menontonnya bekerja di garasi.
"Menurutmu, kau akan
mengunjunginya lagi nanti?” tanya Charlie, berusaha menunjukkan sikap
biasa-biasa saja.
"Besok sepulang sekolah,”
aku mengakui.
"Aku akan membawa PR-ku,
jangan khawatir."
"Pastikan kau
melakukannya," perintah Charlie, berusaha menutupi perasaan puasnya.
Aku merasa gelisah sesampai di
rumah. Aku tidak ingin naik ke lantai atas. Hangatnya kehadiran Jacob
berangsur-angsur lenyap, dan sebagai gantinya, perasaan resah semakin
menjadijadi. Aku yakin aku tak mungkin tidur tenang dua malam berturut-turut.
Untuk menunda tidur aku
mengecek e-mail; ada pesan baru dari Renee.
Ia menulis tentang kegiatannya
hari itu, tentang klub buku yang mengisi waktu luang karena ia keluar dari
kelas meditasi, tentang pengalamannya minggu ini menjadi guru pengganti di
kelas dua, membuatnya merindukan murid-murid TK-nya.
Ia juga menulis tentang Phil
yang menikmati pekerjaan barunya sebagai pelatih, dan bahwa mereka berencana
berbulan madu kedua ke Disney World.
Dan aku membaca semuanya
seperti membaca buku harian, bukan surat yang ditujukan untuk orang lain.
Hatiku dilanda perasaan menyesal, membuat perasaanku tertusuk. Aku ini bukan
anak baik.
Aku membalas e-mail-nya dengan cepat, mengomentari
setiap bagian suratnya, dan
menceritakan aktivitasku
juga—kuceritakan tentang pesta spageti di rumah Billy dan apa yang kurasakan
saat menonton Jacob membuat sesuatu yang berguna dari potongan-potongan kecil
logam—kagum dan sedikit iri.
Aku sama sekali tidak
mengungkit tentang perubahan nyata dalam surat ini dibandingkan surat-surat
lain yang diterima ibuku dalam beberapa bulan terakhir. Aku bahkan nyaris tak
ingat apa yang kutulis seminggu yang lalu, tapi aku yakin isinya pasti sangat
tidak responsif. Semakin dipikir, semakin aku merasa bersalah; aku pasti
benar-benar membuat ibuku khawatir.
Aku masih bertahan sampai jauh malam sesudah itu,
menyelesaikan PR lebih banyak daripada yang seharusnya kukerjakan. Tapi meski
kurang tidur dan sudah menghabiskan hampir seharian bersama Jacob—merasa nyaris
bahagia— ternyata itu tetap tak bisa menjauhkan mimpi buruk dari tidurku selama
dua malam berturutturut. Saat bangun aku gemetaran, teriakanku teredam bantal.
Ketika cahaya pagi yang samar masuk melalui jendelaku,
aku diam tak bergerak di tempat tidur dan mencoba mengenyahkan mimpi buruk itu.
Tapi ada sedikit perbedaan dalam mimpi tadi malam, dan aku berkonsentrasi
mengingatnya.
Semalam aku tidak sendirian di hutan. Sam Uley—lelaki
yang menemukanku di hutan pada malam yang tidak sanggup kupikirkan dalam
keadaan sadar itu—ada di sana. Perubahan yang aneh dan tak terduga-duga. Yang
mengejutkan,
mata gelapnya memancarkan sorot
tidak ramah, sarat rahasia yang sepertinya tak ingin ia bagikan padaku.
Kupandangi dia sesering yang bisa dilakukan mataku yang jelalatan mencari-cari;
aku jadi gelisah, selain perasaan panik yang biasa, karena ia ada di sana.
Mungkin itu karena, bila aku
tidak sedang menatap langsung ke arahnya, bentuk badannya seolah menggeletar
dan berubah dalam tatapanku. Tapi ia tidak melakukan apa-apa kecuali berdiri
dan memandangiku. Tidak seperti waktu kami bertemu di dunia nyata, ia tidak
menawarkan bantuan.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TEMAN-TEMAN Bab 36
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TEMAN-TEMAN Bab 36 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan
terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan
baca bab berikutnya dengan mengklik tombol
navigasi bab di bawah ini.
0 comments: