Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 25 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TERBANGUN Bab 25
"Kedengarannya
sempurna." Aku lebih suka berurusan dengan zombie daripada nonton film
cinta-cintaan.
"Oke." Kelihatannya
Jessica terkejut melihat responsku.
Aku berusaha mengingat-ingat
apakah dulu aku suka nonton film horor, tapi tidak bisa memastikan.
"Bagaimana kalau aku menjemputmu sepulang sekolah nanti?" Jessica
menawarkan diri.
“Tentu.”
Jessica menyunggingkan senyum
bersahabat yang masih terlihat sedikit ragu sebelum beranjak pergi. Aku agak
terlambat membalas senyumnya, tapi kupikir ia masih sempat melihatnya. Sisa
hari itu lewat dengan cepat, pikiranku terfokus pada acara malam ini.
Dari pengalaman sebelumnya aku
tahu, begitu berhasil membuat Jessica ngobrol. aku hanya perlu bergumam pelan
di saat yang tepat sebagai balasan. Hanya diperlukan interaksi minimal.
Kabut tebal yang mengaburkan
hari-hariku kini terkadang membingungkan. Aku terkejut saat mendapati diriku
sudah di kamar, tidak begitu mengingat perjalanan pulang ke rumah dan sekolah
atau bahkan membuka pintu depan. Tapi itu bukan masalah. Aku justru bersyukur
bila waktu berjalan tanpa terasa.
Aku tidak melawan kabut yang menyelubungi pikiranku
saat berpaling menghadap lemari. Ada tempat-tempat tertentu di mana perasaan
kebas itu lebih dibutuhkan. Aku nyaris tidak memerhatikan apa-apa saat
menggeser pintu
lemari, menyingkapkan tumpukan
sampah di sisi kiri, tersuruk di bawah baju-baju yang tak pernah kupakai.
Mataku tidak melirik kantong
plastik hitam besar berisi hadiah-hadiah ulang tahun terakhirku, tidak melihat
bentuk stereo yang menonjol di balik plastik hitam; aku juga tidak berpikir
tentang jarijariku yang berdarah setelah aku merenggutkan benda itu secara
paksa dari dasbor. Kusentakkan tas lama yang jarang kupakai dari gantungannya,
lalu kudorong pintu lemari hingga tertutup.
Saat itulah aku mendengar suara
klakson. Cepat-cepat kukeluarkan dompetku dari tas sekolah dan kumasukkan ke
tas. Aku bergegas, seolah-olah dengan bergegas aku bisa membuat malam ini
berlalu lebih cepat.
Kulirik diriku di cermin ruang
depan sebelum membuka pintu, hati-hati mengatur ekspresiku dengan
menyunggingkan senyum dan berusaha mempertahankannya.
“Terima kasih sudah mau pergi denganku malam
ini," kataku pada Jess sambil naik ke kursi penumpang, berusaha
memperdengarkan nada berterima kasih.
Sudah cukup lama aku tak pernah lagi memikirkan apa
yang akan kukatakan pada orang lain selain Charlie. Jess lebih sulit. Aku tak
yakin harus berpura-pura menunjukkan emosi yang bagaimana.
"Tentu. Omong-omong,
mengapa tahu-tahu kepingin?" tanya Jess sambil menjalankan mobilnya.
"Tahu-tahu kepingin
apa?"
"Mengapa kau tiba-tiba
memutuskan... untuk keluar?" Kedengarannya ia mengubah pertanyaannya di
tengah-tengah. Aku mengangkat bahu.
"Sekali-sekali boleh,
kan?"
Saat itulah aku mengenali lagu
yang diputar di radio, lalu cepat-cepat mengulurkan tangan ke tombol pemutar.
"Keberatan, nggak?"
tanyaku.
"Tidak, silakan
saja."
Aku memutar-mutar tombol ke
beberapa stasiun sampai menemukan satu yang tidak
"berbahaya". Kulirik
ekspresi Jess saat musik yang baru kutemukan itu mengalun mengisi mobil. Mata
Jess langsung menyipit.
"Sejak kapan kau
mendengarkan musik rap?"
"Entahlah," jawabku.
"Sudah lumayan lama."
"Kau suka lagu ini?"
tanyanya ragu.
"Jelas."
Akan sangat sulit berinteraksi dengan Jessica secara
normal bila aku harus berusaha keras mengabaikan suara musiknya pula.
Maka aku pun mengangguk-anggukkan kepala, berharap
gerakanku seirama dengan ketukan.
"Oke..." Jessica memandang ke luar kaca
depan dengan mata melotot.
"Bagaimana hubunganmu
dengan Mike belakangan ini?" aku buru-buru bertanya.
“Kau lebih sering ketemu dia
daripada aku." Pertanyaanku tadi tidak membuatnya mulai mengoceh seperti
yang kuharapkan bakal terjadi.
“Sulit ngobrol di tempat
kerja," gumamku, lalu mencoba lagi–
"Ada cowok lain yang
kencan denganmu belakangan ini?"
"Tidak juga. Kadang-kadang
aku kencan dengan Conner Aku kencan dengan Eric dua minggu lalu." Jessica
memutar bola matanya dan aku bisa merasakan adanya cerita yang panjang.
Kusambar kesempatan baik itu.
"Eric Yorkie? Siapa yang
mengajak siapa?" Jessica mengerang, semakin bersemangat.
"Ya, dia dong tentu saja!
Aku tidak tahu bagaimana menolak ajakannya dengan halus."
"Dia mengajakmu ke
mana?" desakku, tahu ia akan menerjemahkan semangatku sebagai
ketertarikan.
"Ceritakan semuanya."
Jessica langsung nyerocos, dan aku duduk bersandar di kursiku, merasa lebih
nyaman sekarang.
Aku menyimak ceritanya dengan
saksama, sesekali menggumam bersimpati dan terkesiap ngeri bila diperlukan.
Setelah selesai dengan cerita tentang Eric, ia melanjutkan dengan
membandingkannya dengan Conner tanpa perlu diminta lagi.
Filmnya main lebih awal, jadi Jess mengusulkan supaya
kami nonton pertunjukan sore dan sesudah itu baru makan. Aku senang-senang saja
mengikuti semua kemauannya; bagaimanapun, aku sudah mendapatkan apa yang
kuinginkan— menghindar dari Charlie.
Kubiarkan saja Jess terus
mengoceh selama preview film-film
baru, supaya aku bisa lebih mudah mengabaikannya. Tapi aku gugup waktu filmnya
dimulai.
Sepasang kekasih berjalan
menyusuri tepi pantai, bergandengan tangan dan mendiskusikan perasaan mereka
dengan ekspresi penuh cinta yang memuakkan dan palsu. Kutahan diriku untuk
tidak menutup telinga dan mulai berdendang. Aku kan tidak berniat nonton film
cinta-cintaan
"Katanya film
zombie," desisku pada Jessica
"Memang film zombie
kok."
"Lantas, kenapa belum ada
orang yang dimakan?" tanyaku putus asa.
Jessica memandangiku dengan mata
membelalak lebar yang nyaris tampak ngeri.
"Aku yakin bagian itu pasti
muncul sebentar lagi,” bisiknya.
"Aku mau beli popcorn dulu. Kau mau juga?"
"Tidak, terima
kasih."
Seseorang di belakang kami ber-"sssttt". Aku
sengaja berlama-lama di konter makanan, memandangi jam sambil berdebat dalam
hati berapa persen dari film berdurasi sembilan puluh menit yang bisa
dihabiskan untuk adegan cinta. Kuputuskan sepuluh menit sudah lebih dari cukup,
itu pun aku menyempatkan diri berhenti sebentar di depan pintu teater untuk
memastikan.
Terdengar suara jeritan membahana dari speaker, jadi
tahulah aku, bahwa aku sudah cukup lama menunggu.
"Kau ketinggalan
semuanya," gumam Jess waktu aku menyusup ke kursiku.
"Hampir semua orang sudah
jadi zombie sekarang."
"Antreannya panjang."
Kusodorkan popcorn-ku.
Ia mengambil segenggam.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TERBANGUN Bab 25
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TERBANGUN Bab
25 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: