Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 22 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TAMAT Bab 22
"Yeah, kami sudah
menemukannya. Dia tidak apa-apa. Tersesat. Sekarang dia baik-baik saja,"
begitu kata Charlie berkali-kali. Aku mendengar per-per kursi berderit saat ia
duduk di sana untuk menjagaku. Beberapa menit kemudian telepon kembali
berdering.
Charlie mengerang saat bangkit
dari kursinya dengan susah payah, kemudian menghambur, tersaruk-saruk, menuju
dapur. Kubenamkan kepalaku lebih dalam ke bawah selimut, tak ingin mendengarkan
pembicaraan yang sama lagi.
"Yeah," jawab Charlie, menguap. Suaranya
berubah, terdengar jauh lebih waspada saat ia bicara lagi.
"Di mana?" Sejenak ia terdiam.
"Kau yakin itu di luar reservasi?" Terdiam
lagi.
"Tapi apa yang bisa terbakar di sana?"
Suaranya terdengar waswas bercampur bingung.
"Dengar, aku akan ke sana dan mengeceknya."
Aku mendengarkan, semakin
tertarik, sementara Charlie menekan serangkaian nomor di telepon. "Hei,
Billy, ini Charlie—maaf menelepon sedini ini... tidak, dia baik-baik saja.
Sekarang dia tidur... Trims, tapi bukan itu alasanku menelepon.
Aku baru saja ditelepon Mrs.
Stanley, dan katanya dari jendela tingkat dua rumahnya, dia bisa melihat api
berkobar di tebing-tebing laut, tapi aku tidak benar-benar... Oh!"
Mendadak suaranya berubah— nadanya terdengar jengkel... atau marah.
"Dan mengapa mereka
berbuat begitu? He eh. Benarkah?" Charlie mengucapkannya dengan nada
sarkastis. "Well, jangan meminta
maaf padaku. Yeah, yeah. Pastikan apinya tidak menjalar ke mana-mana... Aku
tahu, aku tahu, aku hanya
heran mereka bisa menyalakannya
di cuaca seperti ini."
Charlie ragu-ragu sejenak, lalu
dengan enggan menambahkan,
"Terima kasih sudah
mengirim Sam dan anak-anak lain ke sini. Kau benar— mereka memang lebih
mengenal kondisi hutan daripada kami. Sam-lah yang menemukannya, jadi aku
berutang budi padamu... Yeah, kita bicara lagi nanti," Charlie
menyanggupi, nadanya masih masam, sebelum menutup telepon.
Charlie menggerutu,
kata-katanya tidak jelas, ia berjalan tersaruk-saruk kembali ke ruang duduk.
"Ada apa?" tanyaku.
Charlie bergegas menghampiriku. “Maaf membuatmu
terbangun. Sayang"
“Ada yang terbakar, ya?"
“Tidak ada apa-apa,"
Charlie meyakinkan aku.
"Hanya api unggun di
tebing-tebing sana."
“Api unggun?” tanyaku. Suaraku
tidak terdengar ingin tahu. Nadanya mati. Charlie mengerutkan kening.
"Beberapa anak dari
reservasi berulah aneh-aneh.” ia menjelaskan.
"Mengapa?" tanyaku
muram.
Kentara sekali Charlie tidak
ingin menjawab. Ia menunduk memandangi lantai di bawah lututnya. "Mereka
merayakan kabar itu." Nadanya getir.
Hanya ada satu kabar yang
terpikir olehku, meski aku berusaha untuk tidak memikirkannya. Kemudian
potongan-potongan informasi itu mulai menyatu.
"Karena keluarga Cullen
pergi," bisikku.
"Mereka tidak suka ada
keluarga Cullen di La
Push—aku sudah lupa soal
itu."
Suku Quileute percaya takhayul
tentang "yang berdarah dingin" peminum darah yang merupakan musuh
suku mereka, sama halnya dengan legenda mereka tentang air bah dan leluhur
berwujud werewolf.
Hanya cerita, cerita rakyat,
bagi sebagian besar mereka. Tapi ada segelintir yang percaya. Teman baik
Charlie, Billy Black, termasuk yang percaya, walaupun Jacob, putranya,
menganggapnya tolol karena percaya pada takhayul. Billy pernah mengingatkanku
agar menjauhi keluarga Cullen...
Nama itu menggerakkan sesuatu dalam diriku, sesuatu
yang mulai mencakar-cakar, berusaha muncul ke permukaan, sesuatu yang aku tahu
tidak ingin kuhadapi.
"Konyol," gerutu
Charlie
Sesaat kami hanya duduk berdiam
diri. Langit tak lagi gelap di luar jendela. Di suatu tempat di balik hujan,
matahari mulai terbit.
"Bella?" Charlie
bertanya. Kupandangi ia dengan gelisah.
"Dia meninggalkanmu
sendirian di hutan?” tanya Charlie.
Aku berkelit dari
pertanyaannya. "Bagaimana Dad tahu ke mana harus mencariku?"
Pikiranku mengelak dari kesadaran yang mau tak mau mulai datang, datang dengan
cepat sekarang.
"Pesanmu,” jawab Charlie, terkejut.
Ia merogoh saku belakang
jinsnya dan mengeluarkan kertas kumal. Kertas itu kotor dan basah, dengan bekas
lipatan silang-menyilang yang menandakan kertas itu sudah dibuka dan dilipat
lagi berulang kali. Charlie membukanya lagi, mengangkatnya sebagai bukti.
Tulisan cakar ayam di sana sangat mirip tulisanku sendiri.
Pergi jalan-jalan
dengan Edward, menyusuri jalan setapak, begitu bunyi tulisannya. Sebentar lagi
pulang, B.
"Waktu kau tidak
pulang-pulang, aku menelepon
ke rumah keluarga Cullen, tapi tak ada yang
mengangkat," cerita Charlie pelan.
"Lalu aku menelepon rumah sakit, dan dr. Gerandy
memberi tahu Carlisle sudah pindah."
"Mereka pindah ke mana?" gumamku.
Charlie menatapku. "Edward
tidak memberi tahu?"
Aku menggeleng, hatiku ciut.
Mendengar namanya disebut seakan melepaskan sesuatu yang sejak tadi mencakari
hatiku—rasa sakit yang membuatku tak bisa bernapas, terperangah oleh
kekuatannya yang luar biasa.
Charlie memandangiku dengan
sikap ragu saat menjawab.
“Carlisle menerima pekerjaan di
rumah sakit besar di Los Angeles. Kurasa gajinya pasti sangat besar."
LA kota yang panas terik.
Mustahil mereka benar-benar pindah ke sana. Aku teringat mimpi burukku dengan
cermin itu... cahaya matahari berpendar-pendar dari kulitnya— Kepedihan
mengoyak hariku saat aku teringat wajahnya.
"Aku ingin tahu apakah
Edward meninggalkanmu sendirian di tengah hutan sana," desak Charlie.
Mendengar nama Edward membuatku
sangat tersiksa. Aku menggeleng kalut, putus asa ingin lepas dari cengkeraman
kepedihan itu. "Akulah yang salah. Dia meninggalkanku di jalan setapak,
aku masih bisa melihat rumah ini... tapi aku mencoba mengikutinya.”
Charlie hendak mengatakan sesuatu; dengan sikap
kekanak-kanakan aku menutup kedua telingaku.
"Aku tidak bisa membicarakan ini, Dad. Aku ingin
ke kamarku."
Sebelum ayahku bisa menjawab, aku
sudah menghambur turun dari sofa dan tersaruk-saruk menaiki tangga ke atas.
Seseorang datang ke rumah untuk
meninggalkan pesan bagi Charlie. pesan yang menuntunnya untuk menemukanku.
Sejak menyadari hal itu, kecurigaan sudah timbul di benakku. Aku menghambur ke
kamarku, menutup pintu, dan menguncinya sebelum berlari ke CD player di samping
tempat tidurku.
Semua masih tampak persis
seperti sebelum aku meninggalkannya. Kutekan bagian atas CD player. Kaitannya
terlepas, dan tutupnya perlahan mengayun terbuka.
Kosong.
Album yang diberikan Renee
untukku tergeletak di lantai di samping tempat tidur, persis di tempat aku
terakhir kali meletakkannya. Kubuka sampulnya dengan tangan gemetar. Aku hanya
perlu melihat halaman pertama. Sudut-sudut logam kecil di dalamnya tak lagi
menjepit foto.
Halamannya kosong, yang
tertinggal hanya tulisan tanganku sendiri di bagian bawah: Edward Cullen, dapur
Charlie, 13 September. Aku berhenti di sana. Sudah kuduga ia akan sangat cermat
menghapus semua jejaknya. Nantinya akan terasa
seolah-olah aku tak pernah ada.
Aku merasakan lantai kayu halus di bawah lututku, lalu
telapak tanganku, kemudian menempel di kulit pipiku. Aku berharap bakal pingsan
tapi sayangnya, ternyata aku tidak kehilangan kesadaran. Gelombang kepedihan
yang tadi hanya menerpaku kini menerjang tinggi, menggulung kepalaku menyeretku
ke bawah.
Aku tak muncul lagi di
permukaan.
- OKTOBER
- NOVEMBER
- DESEMBER
- JANUARI
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TAMAT Bab 22
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TAMAT Bab
22 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: