Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 17 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TAMAT Bab 17
Aku akan merekam segala sesuatu
tentang Forks sebelum harus meninggalkannya. Perubahan akan datang. Aku bisa
merasakannya. Bukan prospek menyenangkan, tidak bila hidup saat ini sudah
begitu sempurna. Aku sengaja berlama-lama di kamar sebelum turun lagi ke bawah,
sambil menenteng kamera, berusaha menepis kegelisahan yang berkecamuk di
hatiku, memikirkan jarak aneh yang tidak ingin kulihat di mata Edward.
Ia pasti bisa mengatasinya.
Mungkin ia khawatir aku bakal kalut bila ia mengajakku pergi. Akan kubiarkan ia
mengatasi perasaannya tanpa ikut campur. Dan aku akan siap bila nanti ia
memintaku. Aku sudah siap dengan kameraku waktu menyelinap diam-diam ke ruang
duduk.
Aku yakin tak mungkin Edward
tidak menyadari kehadiranku, tapi ia tetap tidak mendongak. Aku merasakan
tubuhku merinding saat perasaan dingin menerpa perutku; kuabaikan perasaan itu
dan kuambil foto mereka.
Barulah mereka menoleh
memandangku. Kening Charlie berkerut. Wajah Edward kosong, tanpa ekspresi.
"Apa-apaan sih kau, Bella?" protes Charlie.
“Oh, ayolah," Aku pura-pura
tersenyum saat beranjak duduk di lantai, persis di depan sofa tempat Charlie
berbaring santai.
"Dad kan tahu sebentar lagi
Mom pasti menelepon untuk bertanya apakah aku sudah memanfaatkan
hadiahhadiahku. Aku harus segera memulainya supaya Mom tidak kecewa.”
"Tapi mengapa kau
memotretku?" gerutu Charlie.
"Karena Dad ganteng
sekali," jawabku, menjaga agar nada suaraku tetap ringan.
"Dan karena Dadlah yang
membeli kamera ini, maka Dad wajib menjadi salah satu objeknya." Charlie
menggumamkan kata-kata yang tidak jelas.
"Hei, Edward," kataku
dengan lagak tak acuh yang patut diacungi jempol.
"Ambil fotoku bersama
ayahku."
Kulempar kamera itu padanya,
sengaja menghindari matanya, lalu berlutut di samping lengan sofa yang
dijadikan tumpuan kepala Charlie. Charlie mendesah.
"Kau harus tersenyum,
Bella," gumam Edward.
Aku menyunggingkan senyum
terbaikku, dan kamera menjepret.
"Sini kufoto kalian,"
Charlie mengusulkan.
Aku tahu ia hanya berusaha
mengalihkan fokus kamera dari dirinya.
Edward berdiri dan dengan enteng melemparkan kamera
itu kepada Charlie.
Aku bangkit dan berdiri di
samping Edward, dan pengaturan itu terasa formal dan asing bagiku. Edward
mengaitkan sebelah lengannya ke bahuku, dan aku merangkul pinggangnya lebih
erat. Aku ingin menatap wajahnya, tapi tidak berani.
"Senyum, Bella,"
Charlie mengingatkanku lagi. Aku menghela napas dalam-dalam dan tersenyum.
Lampu blitz seakan membutakan mataku.
"Cukup sudah
potret-memotretnya malam ini," kata Charlie kemudian, menjejalkan kamera
ke celah di antara bantal-bantal sofa, lalu berguling di atasnya.
"Kau tidak perlu menghabiskan
satu rol film sekarang juga." Edward menurunkan tangannya dari bahuku
dan menggeliat melepaskan diri
dengan sikap kasual. Lalu ia duduk lagi di kursi. Aku ragu, lalu duduk
bersandar lagi di sofa. Mendadak aku merasa sangar ketakutan sampaisampai
tanganku gemetar.
Kutempelkan kedua tanganku ke
perut untuk menyembunyikannya, meletakkan daguku ke lutut dan memandangi layar
televisi di depanku, tak melihat apa-apa. Setelah acara berakhir, aku bergeming
di tempat duduk. Dari sudut mata kulihat Edward berdiri.
"Sebaiknya aku
pulang," katanya. Charlie tidak mengangkat wajah dari tayangan iklan.
"Sampai ketemu lagi."
Aku berdiri dengan sikap canggung—tubuhku kaku setelah
duduk diam sekian lama—lalu mengikuti Edward ke pintu depan. Ia langsung ke
mobilnya.
"Kau menginap tidak?"
tanyaku, tanpa ada harapan dalam suaraku.
Aku sudah bisa menebak
jawabannya, jadi rasanya tidak terlalu menyakitkan.
"Tidak malam ini."
Aku tidak menanyakan alasannya.
Edward naik ke mobilnya dan menderu pergi sementara aku berdiri di sana, tak
bergerak. Aku nyaris tak sadar hujan telah turun. Aku menunggu, tanpa tahu apa
yang kutunggu, sampai pintu di belakangku terbuka.
"Bella, kau ngapain?"
tanya Charlie, terkejut melihatku berdiri sendirian di sana, air hujan
menetes-netes membasahi tubuhku.
“Tidak sedang apa-apa."Aku
berbalik dan terseok-seok kembali ke rumah.
Malam itu sangat panjang, aku
nyaris tak bisa beristirahat.
Aku bangun segera setelah matahari membiaskan cahaya
pertamanya di luar jendela kamarku. Seperti robot aku bersiap-siap ke sekolah,
menunggu langit terang. Setelah makan semangkuk sereal, aku memutuskan sekarang
sudah cukup terang untuk memotret.
Aku memotret trukku, lalu bagian depan rumah. Aku
berbalik dan menjepret hutan di dekat rumah Charlie beberapa kali. Lucu juga
bagaimana hutan itu tak lagi terasa mengancam seperti dulu.
Sadarlah aku bahwa aku akan
sangat kehilangan ini semua—kehijauan, keabadian, kemisteriusan hutan ini.
Semuanya.
Aku memasukkan kamera ke tas
sekolah sebelum berangkat. Kucoba memusatkan pikiran pada proyek baruku, bukan
pada fakta bahwa Edward ternyata belum berhasil mengatasi kegalauan hatinya
sepanjang malam. Selain takut, aku mulai tidak sabar.
Sampai berapa lama lagi ini akan
berlangsung? Kebisuan itu berlangsung sepanjang pagi. Edward berjalan di
sampingku, bungkam seribu bahasa, sepertinya tak pernah benar-benar menatapku.
Aku mencoba berkonsentrasi pada pelajaran-pelajaranku, tapi bahkan bahasa
Inggris pun tak mampu menarik perhatianku.
Mr. Berty sampai harus dua kali
mengulang pertanyaan tentang Lady Capulet sebelum aku sadar ia menujukan
pertanyaan itu padaku. Edward membisikkan jawaban yang benar dengan suara
pelan, lalu kembali mengabaikanku. Saat makan siang, kebisuan terus berlanjut.
Rasanya aku seperti hendak menjerit setiap saat, jadi, untuk mengalihkan
pikiran aku mencondongkan badan, melanggar garis batas tak kasatmata, dan
berbicara pada Jessica.
"Hei, Jess?"
“Ada apa, Bella?"
"Boleh aku minta
tolong?" tanyaku, merogoh tasku.
“Ibuku ingin aku memotret
teman-temanku untuk albumku. Jadi tolong potretkan semua orang, ya?” Kuulurkan
kamera itu padanya.
"Tentu." jawabnya,
nyengir, lalu berpaling untuk menjepret Mike yang mulutnya sedang penuh
makanan.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TAMAT Bab 17
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TAMAT Bab
17 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: