Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 16 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TAMAT Bab 16
Mungkin jauh lebih baik jika Edward membawaku pergi
saja, daripada keluarganya tercerai berai seperti itu. Depresiku sedikit
berkurang waktu aku mulai membayangkan bisa berduaan dengan Edward tanpa ada
yang mengganggu.
Seandainya Edward bisa bertahan sampai akhir tahun
ajaran ini, Charlie takkan bisa melarang. Kami bisa pergi ke luar kota untuk
kuliah, atau berpura-pura itulah yang kami lakukan, seperti Rosalie dan Emmett
tahun ini. Tentu saja Edward bisa menunggu satu tahun.
Apa artinya satu tahun kalau kau bisa hidup selamanya?
Menurutku itu tidak terlalu berat. Aku berhasil menabahkan diri hingga sanggup
turun dari truk dan berjalan ke toko. Hari ini Mike Newton menduluiku datang ke
sini, tersenyum dan melambai waktu aku masuk.
Kusambar rompiku, mengangguk samar ke arahnya. Otakku masih sibuk membayangkan berbagai skenario menyenangkan tentang aku dan Edward yang melarikan diri ke tempat-tempat eksotis. Mike membuyarkan lamunanku.
"Bagaimana ulang tahun-mu?”
"Ugh," gumamku.
"Aku senang itu sudah
berakhir."
Mike memandangiku dari sudut
matanya, seolah-olah aku sinting.
Waktu berjalan sangat lambat.
Aku ingin bertemu lagi dengan Edward, berdoa semoga ia sudah bisa mengatasi
saat-saat terburuknya, apa pun itu, waktu aku bertemu lagi dengannya nanti.
Semua baik-baik saja, aku meyakinkan diri sendiri berulang kali.
Semua pasti akan normal lagi.
Kelegaan yang kurasakan waktu berbelok memasuki kawasan tempat tinggalku dan
melihat mobil perak Edward terparkir di depan rumahku sangat besar dan luar
biasa. Dan itu membuatku gelisah.
Aku bergegas masuk lewat pintu
depan, berseru sebelum benar-benar berada di dalam.
"Dad? Edward?"
Saat aku berseru, terdengar
jelas alunan musik acara SportsCenter yang
ditayangkan ESPN bergema dari ruang duduk. "Di sini," Charlie
menyahut.
Aku menggantungkan jas hujan dan bergegas mengitari
sudut ruangan.
Edward duduk di kursi,
sementara ayahku di sofa. Mata keduanya sama-sama tertuju ke layar televisi.
Fokus itu normal saja bagi ayahku. Tapi tidak demikian halnya bagi Edward.
"Hai," sapaku lemah.
"Hai, Bella," sahut
ayahku, matanya tak pernah beralih dari layar televisi.
"Kami baru saja makan
pizza dingin. Kalau tidak salah masih ada di meja"
"Oke."
Aku menunggu di ambang pintu.
Akhirnya
Edward menoleh sambil tersenyum
sopan. "Sebentar lagi aku menyusul," janjinya.
Matanya beralih lagi ke
televisi.
Sejenak aku hanya bisa bengong,
shock. Tak seorang pun di antara
mereka sepertinya menyadari hal itu. Aku bisa merasakan sesuatu, mungkin
kepanikan, bertumpuk di dadaku. Aku kabur ke dapur.
Pizza-nja sama sekali tidak
menarik perhatianku. Aku duduk di kursi, melipat lutut, dan memeluk kedua
kakiku. Ada yang tidak beres, mungkin lebih parah daripada yang kusadari.
Obrolan khas cowok terus berlanjut dari depan layar televisi.
Aku berusaha mengendalikan diri, memberi penjelasan
masuk akal pada diriku. Hal paling buruk apa yang bisa terjadi? Aku tersentak.
Jelas itu pertanyaan keliru. Sulit rasanya bernapas dengan benar.
Oke, aku berpikir lagi, hal
paling buruk apa yang sanggup kuterima? Aku juga tidak terlalu menyukai
pertanyaan itu. Tapi aku memikirkan berbagai kemungkinan yang kupertimbangkan
hari ini tadi.
Menjauh dari keluarga Edward.
Tentu saja. Edward tidak mungkin berharap Alice juga bakal kujauhi. Tapi kalau
Jasper tak bisa didekati, berarti lebih sedikit waktu yang bisa kuhabiskan
bersama Alice. Aku mengangguk sendiri—itu bisa kuterima.
Atau pergi dari sini. Mungkin
Edward tak ingin menunggu sampai akhir tahun ajaran, mungkin harus sekarang
juga.
Di hadapanku, di meja,
tergeletak hadiahhadiahku dari Charlie dan Renee yang kutinggalkan di sana
semalam. Kamera yang tak sempat kugunakan di rumah keluarga Cullen tergeletak
di sebelah album.
Sambil menarik napas panjang
kusentuh sampul depan album cantik yang dihadiahkan ibuku padaku, teringat pada
Renee. Entah bagaimana, sekian lama hidup tanpa ibuku tidak membuatku lantas
bisa lebih mudah menerima kemungkinan hidup terpisah selamanya darinya.
Dan Charlie akan tinggal sendirian di sini,
ditinggalkan. Hati mereka bakal terluka... Tapi kami akan kembali, bukan? Kami
pasti akan datang berkunjung, bukan begitu? Aku tak bisa memastikan jawabannya.
Aku meletakkan pipiku ke lutut,
memandangi benda-benda yang menjadi ungkapan cinta kedua orangtuaku. Aku tahu
jalan yang kupilih ini bakal sulit. Dan, bagaimanapun, aku memikirkan skenario
terburuk—yang paling buruk yang bisa kuterima.
Aku menyentuh album itu lagi,
membalikkan sampul depannya. Sudut-sudut logam kecil sudah tersedia di halaman
dalam untuk meletakkan foto pertama. Bagus juga idenya, merekam kehidupanku di
sini. Aku merasakan dorongan yang aneh untuk mulai. Mungkin aku tak punya waktu
lama lagi di Forks.
Aku memainkan tali kamera,
penasaran dengan film pertama di dalamnya. Mungkinkah hasilnya akan mendekati
sosok aslinya? Aku meragukannya.
Tapi Edward tampaknya tidak
khawatir hasilnya bakal kosong. Aku terkekeh sendiri, mengenang tawa lepasnya
semalam. Tawaku terhenti. Begitu banyak yang berubah, dan begitu tiba-tiba.
Membuatku merasa sedikit pusing, seakan-akan aku berdiri di tepi tebing curam
yang sangat tinggi.
Aku tak ingin memikirkannya
lagi. Kusambar kameraku dan berjalan menuju tangga. Kamarku tak banyak berubah
dalam kurun waktu tujuh belas tahun semenjak ibuku tinggal di sini.
Dinding-dindingnya masih berwarna biru muda, tirai berenda menguning yang
tergantung di depan jendela juga masih sama. Sekarang di sana ada tempat tidur,
bukan boks. tapi Renee pasti akan mengenalinya dari selimut quilt yang
terhampar berantakan di atasnya—itu hadiah dari Gran.
Bagaimanapun, aku memotret kamarku. Tak banyak lagi yang
bisa kulakukan malam ini—di luar sudah terlalu gelap—dan perasaan itu semakin
kuat, sekarang bahkan nyaris menjadi keharusan.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TAMAT Bab 16
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TAMAT Bab
16 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: