Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 15 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TAMAT Bab 15
3. TAMAT
KEESOKAN paginya, perasaanku benar-benar kacau. Aku
tidak bisa tidur nyenyak; lenganku nyeri dan kepalaku sakit.
Perasaanku semakin kacau melihat wajah Edward tetap
licin dan muram saat ia mengecup dahiku sekilas dan merunduk keluar dari
jendela kamarku. Aku takut membayangkan waktu yang kulewatkan saat tidur tadi,
takut Edward berpikir tentang yang benar dan salah lagi sambil memandangiku
tidur. Kegelisahan
itu seolah menambah pukulan bertubi-tubi di kepalaku.
Edward menungguku di sekolah, seperti biasa, tapi
wajahnya masih muram. Ada sesuatu di balik tatapannya dan aku tak yakin apa
itu—dan itu membuatku takut.
Aku tak ingin mengungkitnya semalam, tapi aku tak
yakin apakah dengan menghindarinya justru memperparah keadaan.
Edward membukakan pintu untukku.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Sempurna," dustaku, meringis saat suara
pintu dibanting bergema di dalam kepalaku.
Kami berjalan sambil membisu, Edward memperpendek
langkah untuk mengimbangiku. Begitu banyak pertanyaan yang ingin kulontarkan,
tapi sebagian besar harus menunggu, karena pertanyaan-pertanyaan itu untuk
Alice: Bagaimana Jasper pagi ini? Apa yang mereka katakan waktu aku sudah
pulang?
Apa kata
Rosalie? Dan yang paling penting apa yang dilihat Alice akan terjadi di masa
mendatang menurut penglihatannya yang aneh dan tidak sempurna itu? Bisakah
Alice menebak apa yang dipikirkan Edward, mengapa ia begitu muram? Apakah
firasat ketakutan yang tak mau enyah dari hatiku ini berdasar? Pagi berlalu
dengan lambat.
Aku tak sabar ingin bertemu Alice, walaupun tidak
benar-benar bisa bicara dengannya kalau Edward ada di sana. Edward sendiri
lebih banyak berdiam diri. Sesekali ia menanyakan lenganku, dan aku
menyahutinya dengan berbohong.
Alice biasanya mendului kami makan siang; ia tak perlu
mengimbangi orang lelet seperti aku. Tapi ia tak ada di meja, menunggu dengan
nampan penuh makanan yang tak akan dimakannya.
Edward tidak mengatakan apa-apa tentang absennya
Alice. Mulanya aku mengira kelasnya belum selesai—sampai aku melihat Conner dan
Ben, yang sekelas dengannya di kelas bahasa Prancis jam keempat.
"Mana Alice?" tanyaku pada Edward dengan
sikap waswas.
Edward memandangi granola bar yang diremasnya
pelan-pelan sebelum menjawab. "Dia menemani Jasper."
"Jasper baik-baik saja?"
"Dia pergi dulu untuk sementara."
"Apa? Ke mana?"
Edward mengangkat bahu. "Tidak pasti ke
mana."
"Alice juga," kataku putus asa.
Tentu saja, bila Jasper membutuhkannya, Alice akan
pergi. “Ya. Dia pergi untuk sementara. Dia mencoba meyakinkan Jasper untuk
pergi ke Denali." Denali adalah tempat sekumpulan vampir unik lain—vampir
baik seperti keluarga Cullen—tinggal.
Tanya dan keluarganya. Aku beberapa kali mendengar
tentang mereka. Edward pernah bertemu mereka musim dingin lalu saat
kedatanganku ke Forks membuat hidupnya sulit.
Laurent, anggota paling beradab dalam kelompok kecil
James, memilih ke sana daripada berpihak kepada James untuk melawan keluarga
Cullen. Masuk akal bila Alice mendorong Jasper untuk pergi ke sana.
Aku menelan ludah, berusaha mengenyahkan ganjalan yang
tiba-tiba bersarang di tenggorokanku. Perasaan bersalah membuat kepalaku
tertunduk dan bahuku terkulai. Aku membuat mereka terusir dari rumah mereka
sendiri, seperti Rosalie dan Emmett. Aku benarbenar wabah penyakit.
"Lenganmu sakit?" kata Edward dengan nada
bertanya.
"Siapa yang peduli dengan lengan tololku?"
sergahku jengkel.
Edward tidak menyahut, dan aku meletakkan kepalaku di
meja.
Usai sekolah, kebisuan semakin tak tertahankan. Aku
tak ingin menjadi orang yang memecah kebisuan, tapi rupanya hanya itu
satusatunya pilihan kalau aku ingin ia bicara lagi denganku.
"Kau datang nanti malam?" tanyaku ketika
Edward berjalanmengiringiku—sambil membisu— ke trukku. Ia selalu datang.
"Nanti?"
Aku senang karena ia terlihat kaget. “Aku harus
kerja. Aku kan harus tukaran shift dengan
Mrs. Newton untuk bisa libur kemarin."
"Oh," gumam Edward.
"Jadi kau akan datang kalau aku sudah di rumah,
ya kan?" Aku tidak suka karena tiba-tiba merasa tak yakin tentang hal ini.
"Kalau kau menginginkannya."
"Aku selalu menginginkanmu," aku
mengingatkannya, mungkin sedikit lebih bersungguh-sungguh daripada seharusnya.
Aku mengira ia bakal tertawa, atau tersenyum, atau
setidaknya bereaksi terhadap kata-kataku.
"Baiklah kalau begitu," sahutnya tak acuh.
Edward mengecup keningku lagi sebelum menutup pintu
trukku. Lalu ia berbalik dan berlari melompat dengan anggun ke mobilnya. Aku masih
sanggup menyetir trukku keluar dari lapangan parkir sebelum kepanikan
menghantamku telak-telak, tapi aku sudah kehabisan napas ketika sampai di
Newton's.
Ia hanya butuh waktu, aku meyakinkan diriku sendiri.
Ia pasti bisa melupakannya. Mungkin ia sedih karena keluarganya harus pergi.
Tapi Alice dan Jasper sebentar lagi kembali, begitu juga Rosalie dan Emmett.
Kalau perlu, aku akan menjauh dulu dari rumah putih besar di tepi sungai
itu—aku tidak akan pernah menjejakkan kaki lagi di sana.
Bukan masalah. Aku tetap bisa bertemu Alice di
sekolah. Ia akan kembali bersekolah, kan? Lagi pula, ia lebih sering berada di
rumahku. Ia tak mungkin tega menyakiti hati Charlie dengan menjauhiku.
Tak diragukan lagi aku akan bertemu Carlisle secara
teratur—di UGD.
Bagaimanapun, kemarin tidak terjadi apa-apa. Tidak
terjadi apa-apa. Aku memang jatuh—tapi itu kan sudah biasa. Dibandingkan musim
semi lalu.
sepertinya ini tidak penting. James meninggalkanku
babak-belur dan nyaris mati kehabisan darah—meski begitu Edward tabah menjalani
minggu demi minggu yang tak ada akhirnya di rumah sakit jauh lebih baik
daripada ini.
Apakah karena, kali ini, ia tidak melindungiku dari
serangan musuh? Melainkan dari saudaranya sendiri?
Penutup Novel Twilight (New Moon) – TAMAT Bab 15
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port TAMAT Bab
15 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: