Novel Twilight (New Moon), ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang
tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight (New Moon) Bab 13 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – JAHITAN Bab 13
"Tidak apa-apa,"
Kudekap kado-kado itu dengan kikuk di bawah lenganku yang tidak terluka, lalu
membanting pintu mobil. Kurang dari satu detik Edward sudah keluar dari mobil
dan berdiri di sampingku.
"Biar kubawakan paling
tidak," katanya sambil mengambil kado-kado itu dari pelukanku.
"Aku akan menemuimu di
kamarmu."Aku tersenyum.
"Trims."
"Selamat ulang
tahun," bisik Edward, lalu membungkuk untuk menempelkan bibirnya ke
bibirku.
Aku berjinjit agar bisa
berciuman lebih lama, tapi Edward melepaskan bibirnya. Ia menyunggingkan senyum
separonya yang sangat kusukai itu, lalu menghilang di balik kegelapan.
Pertandingan masih berlangsung; begitu berjalan memasuki pintu depan, aku
langsung bisa mendengar suara komentator meningkahi soraksorai penonton di
televisi.
"Bell?" seru Charlie.
"Hai, Dad," balasku, muncul dari sudut
ruangan. Kurapatkan lenganku ke sisi tubuh. Tekanan itu membuat lukaku
berdenyut-denyut, dan aku mengerutkan hidung. Anestesinya mulai kehilangan
pengaruhnya ternyata.
"Bagaimana pestanya?" Charlie tidur-tiduran
di sofa dengan kaki ditumpangkan di lengan sofa. Rambut cokelat keritingnya
kempis di satu sisi.
"Alice merajalela. Bunga,
kue tart, lilin, kado— pokoknya komplet."
"Mereka memberimu kado
apa?"
"Stereo untuk
trukku." Dan beberapa kado lain yang belum diketahui isinya.
"Wow"
"Yeah," aku
sependapat.
"Well, aku mau tidur dulu."
"Sampai besok pagi."
Aku melambaikan tangan.
"Sampai besok."
"Lenganmu kenapa?"
Wajahku kontan memerah dan mulutku memaki
"Aku tadi tersandung.
Nggak apa-apa kok"
"Bella," Charlie
mendesah, menggelenggelengkan kepala.
"Selamat malam, Dad."
Aku bergegas masuk ke kamar
mandi, tempatku menyimpan piamaku sebagai persiapan untuk malam-malam seperti
ini. Aku memakai tank top dan celana katun sebagai ganti sweter bolongbolong
yang biasa kupakai tidur, meringis saat gerakanku membuat jahitan di lenganku
tertarik. Dengan satu tangan aku mencuci muka, menyikat gigi, lalu cepat-cepat
masuk ke kamar.
Ia sudah duduk di tengah-tengah
tempat tidur, malas-malasan mempermainkan salah satu kado perakku.
"Hai," sapanya. Suaranya sedih. Ia masih
menyalahkan dirinya sendiri.
Aku naik ke tempat tidur,
menyingkirkan kadokado itu dan tangan Edward, lalu naik ke pangkuannya.
"Hai," Aku meringkuk
di dadanya yang sekeras batu.
"Boleh kubuka kadoku
sekarang?"
"Mengapa tahu-tahu kau
antusias begini?" tanyanya.
"Kau membuatku ingin tahu."
Kuambil kotak persegi panjang
tipis yang pasti kado dari Carlisle dan Esme.
"Biar aku saja," saran
Edward.
Diambilnya kado itu dan tanganku
dan dirobeknya kertas perak pembungkusnya dengan satu gerakan luwes. Lalu ia
menyodorkan kotak putih persegi empat itu padaku.
"Kau yakin aku bisa
mengangkat tutup kotaknya?" sindirku, tapi Edward tak mengacuhkan
sindiranku.
Kotak itu berisi selembar
kertas panjang dan tebal, penuh berisi tulisan. Butuh waktu semenit baru aku
bisa mencerna informasi yang tertulis di sana.
"Kita akan pergi ke
Jacksonville?" Aku girang
bukan main, meski sebenarnya
tidak ingin. Kadonya berupa voucher tiket
pesawat, untukku dan Edward.
"Begitulah idenya."
"Aku tak percaya. Renee bakal girang setengah
mati! Tapi kau tidak keberatan, kan? Di sana
panas terik, jadi kau harus
berada di dalam rumah seharian"
"Kurasa itu bisa
diatasi," kata Edward, tapi keningnya berkerut.
"Seandainya aku tahu kau
akan bereaksi seperti ini, aku akan menyuruhmu membukanya di depan Carlisle dan
Esme. Kusangka kau bakal protes."
"Well, tentu saja ini berlebihan. Tapi aku bisa pergi
bersamamu!"
Edward tertawa kecil.
"Tahu begitu, aku akan mengeluarkan uang untuk membeli kadomu. Ternyata
kau masih bisa berpikir sehat." Aku menyingkirkan tiket-tiket itu dan
meraih kado dari Edward, rasa ingin tahuku muncul lagi.
Edward mengambilnya dariku dan
membuka bungkusnya seperti kado pertama tadi. Ia menyerahkan padaku kotak CD
bening, dengan CD kosong di dalamnya.
"Apa ini?" tanyaku,
heran.
Edward tidak berkata apa-apa; dikeluarkannya
CD itu lalu dimasukkannya ke CD player di atas nakas.
Tangannya menekan tombol play
dan kami menunggu dalam kesunyian. Lalu musik mulai mengalun.
Aku mendengarkan, tak mampu berkata apaapa, mataku
terbelalak lebar. Aku tahu ia menunggu reaksiku, tapi aku tak sanggup bicara.
Air mataku menggenang, dan aku mengangkat tangan untuk menyekanya sebelum jatuh
menetes di pipi.
“Lenganmu sakit?” tanya Edward
waswas.
"Tidak, ini bukan karena
lenganku. Indah sekali, Edward. Tak ada kado lain yang bisa kauberikan yang
lebih kusukai daripada ini. Aku tak percaya." Lalu aku diam, supaya bisa
mendengarkan.
CD itu berisi rekaman musiknya,
komposisinya.
Musik pertama di CD itu adalah
lagu ninaboboku.
“Kupikir kau tidak akan
membiarkanku membelikanmu piano supaya aku bisa memainkannya untukmu di
sini," Edward menjelaskan.
"Kau benar"
"Lenganmu bagaimana?"
"Baik-baik saja,"
Sebenarnya, lukaku mulai terasa panas di balik perban. Aku ingin mengompresnya
dengan es batu. Sebenarnya aku bisa menggunakan tangan Edward, tapi itu bakal
membuatnya tahu aku kesakitan.
"Aku akan mengambilkan
Tylenol untukmu."
"Aku tidak butuh
apa-apa," protesku, tapi Edward sudah menurunkan aku dari pangkuannya dan
berjalan ke pintu.
"Charlie," desisku. Charlie tidak tahu
Edward sering menginap di kamarku.
Sebenarnya, bisabisa ia terserang stroke bila aku
memberi tahunya. Tapi aku tidak merasa terlalu bersalah telah memperdaya
ayahku. Soalnya, kami toh tidak melakukan apa-apa yang dilarang olehnya. Edward
dan aturan-aturannya...
“Dia tidak akan menangkap basah
aku," janji Edward sebelum lenyap tanpa suara di balik pintu... dan
kembali sejurus kemudian, memegangi pintu sebelum sempat menutup kembali.
Ia memegang gelas kumur yang
diambilnya dari kamar mandi serta sebotol pil di satu tangan. Aku menerima
pil-pil yang disodorkannya tanpa membantah—aku tahu paling-paling aku bakal
kalah berdebat dengannya. Dan lenganku mulai benar-benar nyeri.
Penutup Novel Twilight (New Moon) – JAHITAN Bab 13
Gimana Novel twilight (New Moon) – Port JAHITAN Bab
13 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab
berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab
berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: