Sunday, February 6, 2022

Bab 123 Novel Twilight – ACARA ISTIMEWA - Baca Di Sini

Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight Bab 123 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight – ACARA ISTIMEWA Bab 123

Perasaan tenang itu langsung lenyap. Hubunganku dengan Rosalie tidak mengalami kemajuan, meskipun hubunganku dengan suami-sesekali-waktunya bisa dibilang baik.

Emmett senang berada di dekatku—menurut dia, reaksi manusiaku sangat menghiburnya... atau barangkali kenyataan aku sering kali terjatuh itu yang membuatnya menganggapku sangat lucu.

Rosalie bersikap seakan-akan aku tidak ada. Setelah menggeleng-gelengkan kepala untuk mengenyahkan pikiran itu, terpikir olehku hal lain.

“Apakah Charlie terlibat?” aku bertanya, tiba-tiba curiga.

“Tentu saja.” Ia nyengir, lalu tergelak.

“Meski begitu, kelihatannya Tyler tidak.”

Kukertakkan gigiku. Aku benar-benar tidak mengerti mengapa Tyler bisa punya pikiran konyol seperti itu. Di sekolah, tempat Charlie tak bisa ikut campur, Edward dan aku tak terpisahkan—kecuali pada hari-hari cerah yang sangat jarang terjadi.

Kami sudah di sekolah sekarang; mobil Rosalie tampak mencolok di lapangan parkir. Hari ini langit berawan tipis, secercah sinar matahari tampak jauh di sebelah barat. Edward keluar dan mengitari mobil untuk membukakan pintuku. Ia mengulurkan tangan.

Novel Twilight


Aku tak bergerak dari tempat duduk, tangan terlipat, diam-diam berpuas diri. Lapangan parkir dipenuhi orang berpakaian formal: para saksi. Ia tak dapat memindahkanku secara paksa dari mobil seperti yang mungkin dilakukannya seandainya kami hanya berdua.

Ia mendesah.

“Waktu seseorang hendak membunuhmu, kau seberani singa—kemudian saat seseorang menyebutnyebut soal dansa... “ Ia menggeleng.

Aku menelan liurku. Berdansa.

“Bella, aku takkan membiarkan apa pun melukaimu— bahkan tidak dirimu sendiri. Aku takkan pernah melepaskanmu, aku janji.”

Aku mempertimbangkannya dan tiba-tiba merasa jauh lebih baik. Ia bisa melihatnya di wajahku.

“Sudah, sudah,” katanya lembut,

“takkan seburuk itu.” Ia membungkuk dan memeluk pinggangku.

Aku menggenggam tangannya yang lain dan membiarkannya mengangkatku dari mobil.

Ia tetap memelukku erat-erat, menyokongku saat aku terpincang-pincang menuju sekolah ......

Di Phoenix, prom diadakan di ballroom hotel. Di sini, pestanya berlangsung di ruang gym. Barangkali itulah satusatunya

ruangan di kota ini yang cukup luas untuk pesta dansa. Ketika kami sampai di dalam, aku tertawa geli melihat balon-balon dan pita-pita krep pastel yang menghiasi dinding.

“Ini seperti film horor yang menunggu saatnya dimulai,” olokku.

Well” gumamnya saat kami pelan-pelan mendekati meja tempat penjualan karcis—meskipun ia praktis menggendongku, tapi aku masih harus melangkah

tertatihtatih—“ada lebih dari cukup vampir hadir di sini.”

Aku melihat ke arah lantai dansa; bagian tengah lantai tampak lengang hanya ada dua pasangan berputar-putar anggun.

Pasangan-pasangan lain merapat di pinggir lantai untuk memberi mereka ruang—tak ada yang ingin tampak kontras di dekat kedua pasangan yang memukau itu. Emmett dan Jasper tampak mengintimidasi dan tanpa cela dalam balutan tuksedo klasik.

Alice rampak memukau dalam gaun satin hitam berpotongan leher V yang memamerkan kulitnya yang putih bagai salju. Dan Rosalie... Well, ya Rosalie. Penampilannya sungguh di luar dugaan. Gaun merah menyalanya berpunggung terbuka, melekat ketat sampai ke betis yang kemudian melebar jadi tumpukan rimpel yang memanjang di belakangnya.

Garis leher gaunnya jatuh hingga ke pinggang. Aku mengasihani semua gadis di ruangan itu, termasuk diriku sendiri.

Kau mau aku mengunci pintu-pintu supaya kau bisa membantai orang-orang kota tak berdosa ini? bisikku penuh konspirasi.

“Dan apa peranmu dalam adegan itu?” Ia menatapku geram.

“Oh, tentu saja aku bersama kelompok vampir.” Ia tersenyum enggan.

“Apa pun asal kau tak perlu berdansa.”

“Apa pun.”

Ia membayar tiket kami, kemudian membimbingku ke lantai dansa. Kupeluk lengannya, dan menyeret kakiku.

“Aku punya waktu semalaman,” ia mengingatkan.

Akhirnya ia menarikku ke tempat keluarganya sedang berdansa elegan—boleh dibilang dengan gaya yang sangat tidak sesuai dengan musik masa kini. Aku memerhatikan mereka dengan ngeri.

“Edward.” Tenggorokanku sangat kering hingga aku hanya bisa berbisik.

“Aku benar-benar tidak bisa berdansa!” Bisa kurasakan rasa panik bergejolak dalam dadaku.

“Jangan khawatir, bodoh,” ia balas berbisik.

“Aku bisa.” Ia melingkarkan tanganku di lehernya, mengangkatku, lalu meletakkan kakinya di bawah kakiku.

Kemudian kami pun berdansa.

“Aku merasa seperti berumur lima tahun,” aku tertawa setelah beberapa menit berdansa waltz tanpa perlu bersusah-payah.

“Kau tidak kelihatan seperti berumur lima tahun,” gumamnya, sesaat menarikku lebih rapat, sehingga kakiku sedikit terangkat dari lantai.

Alice dan aku bertemu pandang saat kami berputar dan tersenyum menyemangati—aku balas tersenyum padanya.

Aku terkejut menyadari aku menikmatinya... sedikit.

“Oke, ini tidak terlalu buruk,” aku mengakui. Tapi tatapan Edward kini terarah ke pintu, wajahnya tampak marah.

“Ada apa?” aku bertanya keras-keras. Aku mengikuti arah pandangannya, tidak fokus akibat berputar-putar, namun akhirnya aku bisa melihat apa yang mengganggunya.

Jacob Black, tidak mengenakan tuksedo melainkan kemeja putih lengan panjang dan dasi, rambutnya ditarik licin dalam kucir kuda. Ia berjalan menghampiri kami.

Setelah kaget waktu mengenalinya tadi, kini aku merasa kasihan pada Jacob. Ia jelas-jelas merasa tidak nyaman— teramat sangat tidak nyaman. Penyesalan terpancar di matanya saat kami beradu pandang.

Edward menggeram sangat pelan.

“Jaga sikapmu!” desisku.

Suara Edward terdengar sinis. “Dia ingin mengobrol denganmu.”

Jacob sampai di tempat kami, perasaan malu dan menyesal makin jelas di wajahnya.

“Hei, Bella, aku memang berharap kau ada di sini.” Jacob terdengar seperti mengharapkan sebaliknya. Tapi senyumnya tetap hangat.

Penutup Novel Twilight – ACARA ISTIMEWA Bab 123

Gimana Novel twilight – Port ACARA ISTIMEWA Bab 123 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: