Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 123 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – ACARA ISTIMEWA Bab 123
Perasaan tenang itu langsung lenyap. Hubunganku
dengan Rosalie tidak mengalami kemajuan, meskipun hubunganku dengan
suami-sesekali-waktunya bisa dibilang baik.
Emmett senang berada di dekatku—menurut dia, reaksi
manusiaku sangat menghiburnya... atau barangkali kenyataan aku sering kali
terjatuh itu yang membuatnya menganggapku sangat lucu.
Rosalie bersikap seakan-akan aku tidak ada. Setelah
menggeleng-gelengkan kepala untuk mengenyahkan pikiran itu, terpikir olehku hal
lain.
“Apakah Charlie terlibat?” aku bertanya, tiba-tiba
curiga.
“Tentu saja.” Ia nyengir, lalu tergelak.
“Meski begitu, kelihatannya Tyler tidak.”
Kukertakkan gigiku. Aku benar-benar tidak mengerti
mengapa Tyler bisa punya pikiran konyol seperti itu. Di sekolah, tempat Charlie
tak bisa ikut campur, Edward dan aku tak terpisahkan—kecuali pada hari-hari
cerah yang sangat jarang terjadi.
Kami sudah di sekolah sekarang; mobil Rosalie tampak
mencolok di lapangan parkir. Hari ini langit berawan tipis, secercah sinar
matahari tampak jauh di sebelah barat. Edward keluar dan mengitari mobil untuk
membukakan pintuku. Ia mengulurkan tangan.
Aku tak bergerak dari tempat
duduk, tangan terlipat, diam-diam berpuas diri. Lapangan parkir dipenuhi orang
berpakaian formal: para saksi. Ia tak dapat memindahkanku secara paksa dari
mobil seperti yang mungkin dilakukannya seandainya kami hanya berdua.
Ia mendesah.
“Waktu seseorang hendak membunuhmu, kau seberani
singa—kemudian saat seseorang menyebutnyebut soal dansa... “ Ia menggeleng.
Aku menelan liurku. Berdansa.
“Bella, aku takkan membiarkan apa pun melukaimu—
bahkan tidak dirimu sendiri. Aku takkan pernah melepaskanmu, aku janji.”
Aku mempertimbangkannya dan tiba-tiba merasa jauh
lebih baik. Ia bisa melihatnya di wajahku.
“Sudah, sudah,” katanya lembut,
“takkan seburuk itu.” Ia membungkuk dan memeluk
pinggangku.
Aku menggenggam tangannya yang lain dan membiarkannya
mengangkatku dari mobil.
Ia tetap memelukku erat-erat, menyokongku saat aku
terpincang-pincang menuju sekolah ......
Di Phoenix, prom diadakan di ballroom hotel. Di sini,
pestanya berlangsung di ruang gym. Barangkali itulah satusatunya
ruangan di kota ini yang cukup luas untuk pesta
dansa. Ketika kami sampai di dalam, aku tertawa geli melihat balon-balon dan
pita-pita krep pastel yang menghiasi dinding.
“Ini seperti film horor yang menunggu saatnya
dimulai,” olokku.
“Well”
gumamnya saat kami pelan-pelan mendekati meja tempat penjualan karcis—meskipun
ia praktis menggendongku, tapi aku masih harus melangkah
tertatihtatih—“ada lebih dari cukup vampir hadir di
sini.”
Aku melihat ke arah lantai dansa; bagian tengah
lantai tampak lengang hanya ada dua pasangan berputar-putar anggun.
Pasangan-pasangan lain merapat di pinggir lantai
untuk memberi mereka ruang—tak ada yang ingin tampak kontras di dekat kedua
pasangan yang memukau itu. Emmett dan Jasper tampak mengintimidasi dan tanpa cela
dalam balutan tuksedo klasik.
Alice rampak memukau dalam gaun satin hitam
berpotongan leher V yang memamerkan kulitnya yang putih bagai salju. Dan
Rosalie... Well, ya Rosalie.
Penampilannya sungguh di luar dugaan. Gaun merah menyalanya berpunggung terbuka,
melekat ketat sampai ke betis yang kemudian melebar jadi tumpukan rimpel yang
memanjang di belakangnya.
Garis leher gaunnya jatuh hingga ke pinggang. Aku
mengasihani semua gadis di ruangan itu, termasuk diriku sendiri.
Kau mau aku mengunci pintu-pintu supaya kau bisa
membantai orang-orang kota tak berdosa ini? bisikku penuh konspirasi.
“Dan apa peranmu dalam adegan itu?” Ia menatapku
geram.
“Oh, tentu saja aku bersama kelompok vampir.” Ia
tersenyum enggan.
“Apa pun asal kau tak perlu berdansa.”
“Apa pun.”
Ia membayar tiket kami, kemudian membimbingku ke
lantai dansa. Kupeluk lengannya, dan menyeret kakiku.
“Aku punya waktu semalaman,” ia mengingatkan.
Akhirnya ia menarikku ke tempat keluarganya sedang
berdansa elegan—boleh dibilang dengan gaya yang sangat tidak sesuai dengan
musik masa kini. Aku memerhatikan mereka dengan ngeri.
“Edward.” Tenggorokanku sangat kering hingga aku hanya bisa
berbisik.
“Aku benar-benar tidak bisa berdansa!” Bisa kurasakan rasa
panik bergejolak dalam dadaku.
“Jangan khawatir, bodoh,” ia balas berbisik.
“Aku bisa.” Ia melingkarkan tanganku di lehernya,
mengangkatku, lalu meletakkan kakinya di bawah kakiku.
Kemudian kami pun berdansa.
“Aku merasa seperti berumur lima tahun,” aku tertawa
setelah beberapa menit berdansa waltz tanpa perlu bersusah-payah.
“Kau tidak kelihatan seperti berumur lima tahun,”
gumamnya, sesaat menarikku lebih rapat, sehingga kakiku sedikit terangkat dari
lantai.
Alice dan aku bertemu pandang saat kami berputar dan
tersenyum menyemangati—aku balas tersenyum padanya.
Aku terkejut menyadari aku menikmatinya... sedikit.
“Oke, ini tidak terlalu buruk,” aku mengakui. Tapi
tatapan Edward kini terarah ke pintu, wajahnya tampak marah.
“Ada apa?” aku bertanya keras-keras. Aku mengikuti
arah pandangannya, tidak fokus akibat berputar-putar, namun akhirnya aku bisa
melihat apa yang mengganggunya.
Jacob Black, tidak mengenakan tuksedo melainkan
kemeja putih lengan panjang dan dasi, rambutnya ditarik licin dalam kucir kuda.
Ia berjalan menghampiri kami.
Setelah kaget waktu mengenalinya tadi, kini aku
merasa kasihan pada Jacob. Ia jelas-jelas merasa tidak nyaman— teramat sangat
tidak nyaman. Penyesalan terpancar di matanya saat kami beradu pandang.
Edward menggeram sangat pelan.
“Jaga sikapmu!” desisku.
Suara Edward terdengar sinis. “Dia ingin mengobrol
denganmu.”
Jacob sampai di tempat kami, perasaan malu dan
menyesal makin jelas di wajahnya.
“Hei, Bella, aku memang berharap kau ada di sini.” Jacob
terdengar seperti mengharapkan sebaliknya. Tapi senyumnya tetap hangat.
Penutup Novel Twilight – ACARA
ISTIMEWA Bab 123
Gimana Novel twilight – Port ACARA ISTIMEWA Bab 123 ? keren kan ceritanya.
Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan
khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik
tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: