Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 117 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – JALAN BUNTU Bab 117
24. JALAN BUNTU
KETIKA terbangun aku melihat cahaya putih terang. Aku
berada di ruang yang asing ruang putih. Dinding di sebelahku tertutup tirai
yang memanjang dari atas hingga bawah; di atas kepalaku, cahaya terang
menyilaukan pandangan.
Aku dibaringkan di tempat tidur keras—dengan besi
pengaman. Bantal-bantalnya kempis dan kasar. Ada bunyi bip yang mengganggu tak
jauh dariku. Aku berharap itu artinya aku masih hidup. Kematian tak seharusnya
tidak senyaman ini.
Tangan-tanganku dipenuhi slang infus, dan ada sesuatu
direkatkan di wajahku, di bawah hidung. Kuangkat tanganku untuk melepaskannya.
“Jangan, tidak boleh.” Jari-jari dingin menangkap
tanganku.
“Edward?” Aku menoleh sedikit, dan wajahnya yang
indah hanya beberapa senti dariku, ia meletakkan dagunya di ujung bantal.
Sekali lagi aku menyadari diriku masih hidup, kali ini dengan perasaan
bersyukur dan bahagia.
“Oh, Edward, aku benar-benar menyesal!”
“Ssssttt.” Ia menyuruhku diam.
“Sekarang semuanya baik-baik saja.”
“Apa yang terjadi?” Aku tak bisa mengingat jelas, dan
pikiranku memberontak saat mencoba mengingatnya.
“Aku nyaris terlambat. Aku bisa saja terlambat,” ia
berbisik, suaranya terdengar menyesal.
“Aku bodoh sekali. Edward. Kupikir dia menyandera
ibuku.”
“Dia mengelabui kita semua.”
“Aku harus menelepon Charlie dan ibuku,” samar-samar
aku ingat untuk melakukannya.
“Alice sudah menelepon mereka. Renee ada di sini— well, di sini, di rumah sakit ini. Dia
sedang mencari
makan.”
“Dia di sini?” Aku mencoba duduk, tapi kepalaku
berputar makin menjadi, dan tangannya dengan lembut menahanku di bantal.
“Sebentar lagi dia kembali,” Edward berjanji. “Dan
kau belum boleh bergerak.”
“Tapi apa yang kaukatakan padanya?” tanyaku panik.
Aku sama sekali tak ingin ditenangkan.
Ibuku ada di sini dan aku sedang dalam pemulihan
setelah serangan vampir.
“Kenapa kau memberitahunya aku ada di sini?”
“Kau jatuh dari dua deret tangga lalu dari jendela.”
Ia berhenti.
“Harus kauakui, ini mungkin saja terjadi.” Aku
mendesah dan rasanya nyeri sekali. Aku memandangi tubuhku di balik selimut,
kakiku bengkak.
“Seberapa buruk keadaanku?” aku bertanya.
“Kakimu patah, begitu juga empat rusukmu, beberapa bagian
tengkorakmu retak, memar hampir di sekujur tubuh, dan kau kehilangan banyak
darah. Mereka memberimu transfusi. Aku tidak menyukainya – sesaat aromamu jadi
berbeda.”
“Itu pasti perubahan yang baik untukmu.”
“Tidak, aku menyukai aromamu yang asli.”
“Bagaimana kau melakukannya?” tanyaku pelan. Ia
langsung tahu maksudku.
“Aku tak yakin.” Ia memalingkan wajah dari tatapanku
yang bertanya-tanya, mengangkat tanganku yang dibalut perban dan menggenggamnya
lembut dalam tangannya, berhati-hati agar tidak mengenai kabel yang terhubung
dengan salah satu monitor.
Aku menunggu jawabannya dengan sabar. Ia mendesah tanpa
membalas tatapanku. “Rasanya mustahil... untuk berhenti,” ia berbisik.
“Mustahil. Tapi aku melakukannya.” Akhirnya ia memandangku,
setengah tersenyum.
“Aku harus mencintaimu.”
“Tidakkah rasaku seenak aromaku?” Aku balas tersenyum. Dan
itu membuat wajahku terasa sakit.
“Lebih baik, bahkan—lebih baik daripada yang kubayangkan.”
“Maafkan aku,” ujarku menyesal.
Ia menatap langit-langit. “Dari semua yang perlu
dimaafkan.”
“Apa lagi yang harus kumintai maaf?”
“Karena nyaris mengenyahkan dirimu selamanya dariku.”
“Maafkan aku,” aku meminta maaf lagi.
“Aku tahu kenapa kau melakukannya.” Suaranya
menenangkan.
“Tentu saja itu masih tidak masuk akal. Kau
seharusnya menungguku, seharusnya memberitahuku.”
“Kau takkan membiarkanku pergi.”
“Memang tidak.” Ia menimpali dengan geram.
“Takkan kubiarkan.”
Beberapa ingatan yang sangat tak menyenangkan mulai
menghantuiku. Aku merinding, kemudian meringis.
Edward langsung waswas.
“Ada apa, Bella?”
“Apa yang terjadi pada James?”
“Setelah aku menjauhkannya darimu, Emmett dan Jasper
membereskannya.” Kata-katanya sarat dengan penyesalan yang sangat dalam.
Ini membingungkanku. “Aku tidak melihat Emmett dan
Jasper di sana.”
“Mereka harus meninggalkan ruangan... darahmu
berceceran di mana-mana.” “Tapi kau tetap tinggal.”
“Ya, kau tetap tinggal.”
“Dan Alice dan Carlisle...?” aku bertanya-tanya.
“Mereka juga menyayangimu, kau tahu.”
Kelebatan ingatan menyakitkan dari saat terakhir aku
melihat Alice, mengingatkanku akan sesuatu.
“Apakah Alice melihat rekamannya?” tanyaku waswas.
“Ya.” Suaranya berubah kelam, samar-samar menguarkan
kebencian.
“Alice tak pernah mengerti, itu sebabnya dia tidak
ingat.”
“Aku tahu. Dia memahaminya sekarang.” Suara Edward
tenang tapi wajahnya kelam oleh amarah. Aku mencoba meraih wajahnya dengan
tanganku yang lain, tapi sesuatu menghentikanku. Aku memandang ke bawah,
melihat kantong transfusi menahan tanganku.
“Auw.” Aku meringis.
“Ada apa?” tanyanya waswas—perhatiannya teralihkan,
tapi hanya sedikit. Kesedihan tak sepenuhnya memudar dari matanya.
“Jarum,” aku menjelaskan, memalingkan pandang. Aku
berkonsentrasi menatap langit-langit dan berusaha menarik napas panjang
dalam-dalam dan mengabaikan nyeri di sekitar rusukku.
“Takut jarum,” ia bergumam pelan pada dirinya sendiri,
sambil menggeleng.
“Oh, vampir sadis yang berniat menyiksanya sampai mati,
tentu, tidak masalah, dia langsung lari menemuinya. Tapi jarum infus...” Aku
memutar bola mataku.
Aku senang mengetahui setidaknya reaksi seperti ini tidak
menyakitkan. Kuputuskan untuk mengubah topik.
Penutup Novel Twilight – JALAN
BUNTU Bab 117
Gimana Novel twilight – Port JALAN BUNTU Bab 117 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa
yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya.
Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: