Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 109 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – TELEPON Bab 109
"Mom?"
"Berhati-hatilah, jangan katakan apa-apa sebelum
aku menyuruhmu." Suara yang kudengar sekarang terdengar sama asing dan
mengejutkannya.
Itu suara tenor laki-laki, suara yang amat
menyenangkan dan umum—jenis suara yang menjadi narator pada iklan mobil mewah.
Ia berbicara sangat cepat.
"Nah, aku tak perlu melukai ibumu, jadi tolong
lakukan seperti yang kuperintahkan, maka dia akan baik-baik saja." Ia
berhenti sebentar sementara aku mendengarkan dalam keheningan mencekam.
"Bagus sekali," ia memujiku.
"Sekarang ulangi kata-kataku, dan cobalah
mengatakannya sewajar mungkin. Tolong katakan. Tidak, Mom, tetaplah di
tempatmu."
"Tidak, Mom, tetaplah di tempatmu." Suaraku
tak lebih dari bisikan.
“Bisa kulihat ini bakalan sulit." Suara itu
terdengar senang masih ringan dan ramah.
"Kenapa kau tidak pergi ke ruangan lain sekarang
sehingga wajahmu tidak mengacaukan segalanya? Tak ada alasan ibumu untuk
menderita. Sambil berjalan, tolong katakan, 'Mom, tolong dengarkan aku.'
Katakan sekarang."
"Mom, tolong dengarkan aku," aku memohon.
Aku berjalan sangat pelan ke kamar tidur, merasakan tatapan waswas Alice di belakangku.
Aku menutup pintu, berusaha berpikir jernih dalam
ketakutan yang mencengkeram benakku.
“Nah bagus, kau sendirian? Jawab saja ya atau
tidak."
"Ya."
"Tapi mereka masih bisa mendengarmu. Aku yakin
itu."
"Ya."
"Baik, kalau begitu," suara menyenangkan
itu melanjutkan, "katakan,'Mom, percayalah padaku.'"
"Mom, percayalah padaku."
"Ini berjalan lebih baik dari yang kuperkirakan.
Aku sedang bersiap-siap menunggu, tapi ibumu tiba lebih awal. Lebih mudah
begini, ya kan? Tidak terlalu menegangkan, kau jadi tidak terlalu
khawatir." Aku menunggu.
"Sekarang aku mau kau mendengarkan dengan sangat
saksama. Aku ingin kau meninggalkan teman-temanmu; menurutmu, kau bisa
melakukannya? Jawab ya atau tidak."
"Tidak."
“Aku menyesal mendengarnya. Aku berharap kau bisa
lebih kreatif lagi dari itu. Menurutmu, apakah kau bisa melarikan diri dari
mereka bila nyawa ibumu bergantung pada hal itu? Jawab ya atau tidak."
Entah bagaimana, harus ada cara. Aku ingat kami akan
pergi ke bandara. Sky Harbor International Airport: penuh sesak, sangat
memusingkan...
“Ya."
“Itu lebih baik. Aku yakin takkan mudah, tapi seandainya
aku mendapat sedikit saja petunjuk bahwa kau bersama seseorang, well, itu akan sangat buruk bagi ibumu.”
Suara ramah itu mengancam.
“Saat ini kau pasti sudah mengetahui cukup banyak tentang
kami hingga menyadari betapa aku bisa tahu jika kau mencoba mengajak seseorang
bersamamu. Dan betapa singkatnya waktu yang kubutuhkan untuk membereskan ibumu
bila diperlukan. Kau mengerti? Jawab ya atau tidak."
"Ya." Suaraku parau.
"Bagus sekali. Bella. Sekarang inilah yang harus
kaulakukan Aku ingin kau pergi ke rumah ibumu. Di sebelah telepon ada sebuah
nomor. Teleponlah, dan aku akan memberitahumu ke mana kau harus pergi
selanjutnya." Aku sudah tahu ke mana aku akan pergi, dan di mana ini akan
berakhir.
Tapi aku akan mengikuti setiap perintahnya dengan
tepat.
"Bisakah kau melakukannya? Jawab ya atau
tidak."
"Ya."
"Sebelum siang kumohon. Bella. Waktuku tidak
banyak," katanya sopan.
"Di mana Phil?" aku langsung bertanya.
"Ah, hati-hati. Bella. Kumohon, tunggu sampai
aku menyuruhmu bicara.” Aku menunggu.
"Ini penting nah, jangan buat teman-temanmu
curiga ketika kau kembali pada mereka. Bilang ibumu menelepon dan kau sudah
membujuknya agar tidak pulang ke rumah untuk sementara waktu. Sekarang ulangi
kata-kataku,
'Terima kasih, Mom.' Katakan sekarang."
"Terima kasih, Mom." Air mataku menetes.
Aku mencoba menahannya.
“Katakan, ‘Aku mencintaimu, Mom, sampai ketemu.’
Katakan sekarang."
"Aku mencintaimu, Mom." Suaraku terdengar
dalam.
“Sampai ketemu," aku berjanji.
“Selamat tinggal Bella. Aku menanti-nantikan bertemu
denganmu lagi.” Ia menutup telepon.
Aku menempelkan telepon di telingaku. Sendi-sendiku
kaku karena rasa takut yang amat sangat – aku tak dapat meregang jemariku untuk
melepaskan telepon itu.
Aku tahu aku harus berfikir, tapi kepalaku dipenuhi
suara panik ibuku. Detik demi detik berlalu saat aku berjuang mengendalikan
diri.
Perlahan, amat perlahan, pikiranku mulai menembus dinding
sakit. Menyusun rencana. Karena sekarang aku hanya punya satu pilihan: pergi ke
ruang cermin dan mati. Aku tak memiliki jaminan, tak ada yang bisa kuberikan
agar ibuku tetap hidup.
Aku hanya bisa berharap James akan merasa puas karena
memenangkan permainan, bahwa mengalahkan Edward cukup baginya. Keputusasaan
mencengkeramku; tak ada cara untuk bernegosiasi, tak ada yang bisa kutawarkan
atau kupertahankan yang bisa memengaruhinya. Tapi aku masih tidak punya
pilihan. Aku harus mencoba.
Penutup Novel Twilight – TELEPON Bab 109
Gimana Novel twilight – Port TELEPON Bab 109 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu
penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah
menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: