Thursday, February 3, 2022

Bab 105 Novel Twilight – KETIDAKSABARAN - Baca Di Sini

Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.

Dalam novel ini Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.

Sebelum kamu membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.

Ok, Silahkan baca novel Twilight Bab 105 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu hadapi.

Baca Novel Twilight – KETIDAKSABARAN Bab 105

Aku menjaga suaraku tetap tenang. "Menurutmu apa yang sedang mereka lakukan?"

"Carlisle ingin membimbing si pemburu sejauh mungkin ke utara, menunggunya mendekat, kemudian berbalik dan menjebaknya. 

Esme dan Rosalie seharusnya menuju barat sejauh si wanita tetap mengikuti mereka. Kalau wanita itu berbalik, mereka akan kembali ke Forks dan mengawasi ayahmu. Jadi, aku membayangkan segalanya berjalan baik bila mereka tidak bisa menelepon. Itu artinya si pemburu berada cukup dekat sehingga mereka tidak ingin dia menguping pembicaraan di telepon."

“Dan Esme?"

Novel Twilight


“Kurasa dia pasti sudah kembali di Forks. Dia takkan menelepon bila ada kemungkinan si wanita bisa mendengar. Aku menduga mereka semua hanya ingin sangat berhati-hati."

“Menurutmu mereka benar-benar aman?”

“Bella, berapa kali kami harus memberitahumu bahwa kami sama sekali tidak terancam bahaya?”

"Meski begitu, maukah kau mengatakan yang sejujurnya?"

"Ya. Aku akan selalu mengatakan yang sejujurnya padamu." Suaranya tulus.

Aku berpikir sejenak, dan memutuskan ia bersungguhsungguh dengan ucapannya.

“Kalau begitu ceritakan padaku... bagaimana kau menjadi vampir?”

Pertanyaanku membuatnya kaget. Ia diam. Aku berbalik untuk memandangnya, dan ekspresinya tampak ragu.

"Edward tidak ingin aku memberitahumu," katanya tegas, tapi aku merasa ia tak sependapat.

"Itu tidak adil. Kurasa aku punya hak untuk mengetahuinya."

"Aku tahu." Aku menatapnya, menunggu.

Ia mendesah. "Dia bakal sangat marah."

"Itu bukan urusannya. Ini antara kau dan aku. Alice, sebagai teman, aku memohon padamu." Dan sekarang kami memang teman, entah bagaimana—seperti yang sudah diduganya selama ini.

Ia menatapku dengan matanya yang indah dan bijaksana... mempertimbangkan.

"Aku akan menceritakan cara kerjanya," akhirnya ia berkata,

"tapi aku sendiri tidak ingat, dan aku tak pernah melakukannya atau melihatnya dilakukan, jadi camkan dalam pikiranmu bahwa aku hanya bisa menceritakan teorinya."

Aku menunggu.

"Sebagai predator, kami punya banyak sekali senjata dalam gudang senjata fisik kami – sangat, sangat banyak dari yang sebenarnya diperlukan. Kekuatan, kecepatan, pengindraan yang tajam, belum lagi kami yang seperti Edward, Jasper, dan aku, yang mempunyai indra tambahan. Kemudian bagai kantong semar, secara fisik kami menarik bagi mangsa kami."

Aku diam tak bergerak, mengingat betapa jelas Edward menggambarkan konsep yang sama padaku ketika berada di padang rumput.

Senyumnya yang lebar tampak jahat. “Kami juga punya senjata ekstra lain. Kami juga berbisa," katanya, giginya berkilauan.

"Bisa kami tidak mematikan—hanya melumpuhkan. Daya kerjanya lambat, menyebar ke seluruh aliran darah, sehingga begitu tergigit, mangsa kami sangat kesakitan sehingga tak bisa melarikan diri. Kelewat berlebihan, seperti kataku tadi. Bila kami sedekat itu, si mangsa tak bisa melarikan diri. Tentu saja, selalu ada pengecualian. Carlisle, misalnya."

"Jadi... kalau racunnya menyebar...," gumamku.

"Perlu beberapa hari agar perubahannya sempurna, tergantung berapa banyak bisa yang ada dalam aliran darah, seberapa dekat bisa itu memasuki jantung. Selama jantungnya tetap berdetak, bisa itu menyebar, menyembuhkan, mengubah tubuh saat melewatinya. Akhirnya jantungnya berhenti, dan perubahannya pun selesai. Tapi selama waktu itu, setiap menit, si korban akan mengharapkan kematian." Aku gemetar mendengarnya.

“Itu tidak menyenangkan, kau tahu."

“Edward bilang itu sangat sulit dilakukan... aku tidak begitu mengerti," kataku.

“Di satu sisi kami juga seperti hiu. Begitu kami merasakan darah, atau bahkan menciumnya saja, akan sangat sulit menahan diri untuk memangsa. Terkadang mustahil. Jadi kau tahu, dengan benar-benar menggigit seseorang, mencecap darahnya, itu akan memancing kegilaan. Sulit untuk kedua pihak—yang satu godaan darahnya, yang lain rasa sakit yang luar biasa."

"Menurutmu, mengapa kau tidak mengingatnya?"

"Aku tidak tahu. Bagi orang-orang lain, rasa sakit akibat transformasi adalah ingatan terkuat yang mereka miliki dari masa kehidupan mereka sebagai manusia." Suaranya terdengar muram.

Kami berbaring tak bersuara, diselimuti pikiran masingmasing.

Detik demi detik berlalu dan aku nyaris melupakan kehadirannya, aku begitu larut dalam pikiranku. Kemudian tanpa peringatan apa pun, Alice melompat dari tempat tidur dan mendarat mulus di kakinya. Kepalaku tersentak saat aku menatapnya, terkejut.

"Ada yang berubah." Suaranya mendesak, dan ia tidak sedang berbicara padaku lagi.

Ia sampai ke pintu bersamaan dengan Jasper. Jelas ia telah mendengarkan pembicaraan kami dan seruan Alice yang tiba-tiba. Jasper meletakkan tangannya di bahu Alice dan membimbingnya kembali ke tempat tidur, mendudukkannya di ujung tempat tidur.

"Apa yang kaulihat?" tanyanya hati-hati, menatap ke dalam mata Alice.

Mata Alice terpusat pada sesuatu yang sangat jauh. Aku duduk di dekatnya, mencondongkan tubuh untuk menangkap suaranya yang pelan dan cepat sekali.

“Aku melihat sebuah ruangan. Panjang, ada cermin di mana-mana. Lantainya dari kayu. Dia di ruangan itu, dan dia menunggu. Ada emas... garis emas di seberang cermincermin

itu."

"Di mana kamar itu?"

"Aku tidak tahu. Ada yang hilang—keputusan yang lain belum dibuat." “Berapa lama lagi?"

“Segera. Dia akan berada di ruangan cermin hari ini, atau barangkali besok. Tergantung. Dia menunggu sesuatu. Dan sekarang dia berada dalam kegelapan."

Suara Jesper tenang, teratur, saat ia menanyainya dengan cara terlatih. "Apa yang dilakukannya?”

"Dia menonton televisi... tidak, dia menyalakan VCR, di kegelapan, di tempat lain."

"Bisakah kau melihat di mana dia berada?"

"Tidak, terlalu gelap."

"Dan ruangan cermin itu, apa lagi yang ada di sana?"

"Hanya cermin, dan emas itu. Itu garis, mengelilingi ruangan. Dan ada meja hitam dengan stereo besar, juga sebuah televisi. Dia menyentuh VCR itu, tapi dia tidak menonton seperti yang dilakukannya di ruangan gelap. Ini adalah ruangan tempatnya menunggu." Pandangan Alice menerawang, kemudian terpusat di wajah Jasper.

"Tak ada yang lainnya?"

Penutup Novel Twilight – KETIDAKSABARAN Bab 105

Gimana Novel twilight – Port KETIDAKSABARAN Bab 105 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.

Selanjutnya
Sebelumnya

0 comments: