Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 105 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – KETIDAKSABARAN Bab 105
Aku menjaga suaraku tetap tenang. "Menurutmu apa
yang sedang mereka lakukan?"
"Carlisle ingin membimbing si pemburu sejauh mungkin ke utara, menunggunya mendekat, kemudian berbalik dan menjebaknya.
Esme
dan Rosalie seharusnya menuju barat sejauh si wanita tetap mengikuti mereka.
Kalau wanita itu berbalik, mereka akan kembali ke Forks dan mengawasi ayahmu.
Jadi, aku membayangkan segalanya berjalan baik bila mereka tidak bisa
menelepon. Itu artinya si pemburu berada cukup dekat sehingga mereka tidak
ingin dia menguping pembicaraan di telepon."
“Dan Esme?"
“Kurasa dia pasti sudah kembali di Forks. Dia takkan
menelepon bila ada kemungkinan si wanita bisa mendengar. Aku menduga mereka
semua hanya ingin sangat berhati-hati."
“Menurutmu mereka benar-benar aman?”
“Bella, berapa kali kami harus memberitahumu bahwa
kami sama sekali tidak terancam bahaya?”
"Meski begitu, maukah kau mengatakan yang
sejujurnya?"
"Ya. Aku akan selalu mengatakan yang sejujurnya
padamu." Suaranya tulus.
Aku berpikir sejenak, dan
memutuskan ia bersungguhsungguh dengan ucapannya.
“Kalau begitu ceritakan padaku... bagaimana kau
menjadi vampir?”
Pertanyaanku membuatnya kaget. Ia diam. Aku berbalik
untuk memandangnya, dan ekspresinya tampak ragu.
"Edward tidak ingin aku memberitahumu,"
katanya tegas, tapi aku merasa ia tak sependapat.
"Itu tidak adil. Kurasa aku punya hak untuk mengetahuinya."
"Aku tahu." Aku menatapnya, menunggu.
Ia mendesah. "Dia bakal sangat marah."
"Itu bukan urusannya. Ini antara kau dan aku.
Alice, sebagai teman, aku memohon padamu." Dan sekarang kami memang teman,
entah bagaimana—seperti yang sudah diduganya selama ini.
Ia menatapku dengan matanya yang indah dan
bijaksana... mempertimbangkan.
"Aku akan menceritakan cara kerjanya,"
akhirnya ia berkata,
"tapi aku sendiri tidak ingat, dan aku tak
pernah melakukannya atau melihatnya dilakukan, jadi camkan dalam pikiranmu
bahwa aku hanya bisa menceritakan teorinya."
Aku menunggu.
"Sebagai predator, kami punya banyak sekali
senjata dalam gudang senjata fisik kami – sangat, sangat banyak dari yang
sebenarnya diperlukan. Kekuatan, kecepatan, pengindraan yang tajam, belum lagi
kami yang seperti Edward, Jasper, dan aku, yang mempunyai indra tambahan.
Kemudian bagai kantong semar, secara fisik kami menarik bagi mangsa kami."
Aku diam tak bergerak, mengingat
betapa jelas Edward menggambarkan konsep yang sama padaku ketika berada di
padang rumput.
Senyumnya yang lebar tampak
jahat. “Kami juga punya senjata ekstra lain. Kami juga berbisa," katanya,
giginya berkilauan.
"Bisa kami tidak
mematikan—hanya melumpuhkan. Daya kerjanya lambat, menyebar ke seluruh aliran
darah, sehingga begitu tergigit, mangsa kami sangat kesakitan sehingga tak bisa
melarikan diri. Kelewat berlebihan, seperti kataku tadi. Bila kami sedekat itu,
si mangsa tak bisa melarikan diri. Tentu saja, selalu ada pengecualian.
Carlisle, misalnya."
"Jadi... kalau racunnya menyebar...,"
gumamku.
"Perlu beberapa hari agar perubahannya sempurna,
tergantung berapa banyak bisa yang ada dalam aliran darah, seberapa dekat bisa
itu memasuki jantung. Selama jantungnya tetap berdetak, bisa itu menyebar,
menyembuhkan, mengubah tubuh saat melewatinya. Akhirnya jantungnya berhenti,
dan perubahannya pun selesai. Tapi selama waktu itu, setiap menit, si korban
akan mengharapkan kematian." Aku gemetar mendengarnya.
“Itu tidak menyenangkan, kau tahu."
“Edward bilang itu sangat sulit dilakukan... aku
tidak begitu mengerti," kataku.
“Di satu sisi kami juga seperti hiu. Begitu kami
merasakan darah, atau bahkan menciumnya saja, akan sangat sulit menahan diri
untuk memangsa. Terkadang mustahil. Jadi kau tahu, dengan benar-benar menggigit
seseorang, mencecap darahnya, itu akan memancing kegilaan. Sulit untuk kedua
pihak—yang satu godaan darahnya, yang lain rasa sakit yang luar biasa."
"Menurutmu, mengapa kau tidak
mengingatnya?"
"Aku tidak tahu. Bagi orang-orang lain, rasa
sakit akibat transformasi adalah ingatan terkuat yang mereka miliki dari masa
kehidupan mereka sebagai manusia." Suaranya terdengar muram.
Kami berbaring tak bersuara, diselimuti pikiran
masingmasing.
Detik demi detik berlalu dan aku nyaris melupakan
kehadirannya, aku begitu larut dalam pikiranku. Kemudian tanpa peringatan apa
pun, Alice melompat dari tempat tidur dan mendarat mulus di kakinya. Kepalaku
tersentak saat aku menatapnya, terkejut.
"Ada yang berubah." Suaranya mendesak, dan
ia tidak sedang berbicara padaku lagi.
Ia sampai ke pintu bersamaan dengan Jasper. Jelas ia
telah mendengarkan pembicaraan kami dan seruan Alice yang tiba-tiba. Jasper
meletakkan tangannya di bahu Alice dan membimbingnya kembali ke tempat tidur,
mendudukkannya di ujung tempat tidur.
"Apa yang kaulihat?" tanyanya hati-hati,
menatap ke dalam mata Alice.
Mata Alice terpusat pada sesuatu yang sangat jauh.
Aku duduk di dekatnya, mencondongkan tubuh untuk menangkap suaranya yang pelan
dan cepat sekali.
“Aku melihat sebuah ruangan. Panjang, ada cermin di
mana-mana. Lantainya dari kayu. Dia di ruangan itu, dan dia menunggu. Ada
emas... garis emas di seberang cermincermin
itu."
"Di mana kamar itu?"
"Aku tidak tahu. Ada yang hilang—keputusan yang
lain belum dibuat." “Berapa lama lagi?"
“Segera. Dia akan berada di ruangan cermin hari ini,
atau barangkali besok. Tergantung. Dia menunggu sesuatu. Dan sekarang dia
berada dalam kegelapan."
Suara Jesper tenang, teratur, saat ia menanyainya
dengan cara terlatih. "Apa yang dilakukannya?”
"Dia menonton televisi... tidak, dia menyalakan
VCR, di kegelapan, di tempat lain."
"Bisakah kau melihat di mana dia berada?"
"Tidak, terlalu gelap."
"Dan ruangan cermin itu, apa lagi yang ada di
sana?"
"Hanya cermin, dan emas itu. Itu garis,
mengelilingi ruangan. Dan ada meja hitam dengan stereo besar, juga sebuah
televisi. Dia menyentuh VCR itu, tapi dia tidak menonton seperti yang
dilakukannya di ruangan gelap. Ini adalah ruangan tempatnya menunggu."
Pandangan Alice menerawang, kemudian terpusat di wajah Jasper.
"Tak ada yang lainnya?"
Penutup Novel Twilight – KETIDAKSABARAN Bab 105
Gimana Novel twilight – Port KETIDAKSABARAN Bab 105 ? keren kan ceritanya.
Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan
khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik
tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: