Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 104 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – KETIDAKSABARAN Bab 104
Aku langsung lebih waspada. "Dia
menelepon?"
“Tidak,” katanya, dan melihatku kecewa.
"Dia mengatakannya sebelum kita pergi."
Hati-hati ia meraih tanganku dan membimbingku melewati pintu menuju ruang tamu
suite yang kami tempati. Aku bisa mendengar suara pelan yang datangnya dari
arah TV.
Jesper duduk diam di meja di sudut, menonton berita
tanpa gairah sedikit pun. Aku duduk di lantai di sebelah meja tamu. Di atasnya
sudah tersedia makanan dalam nampan. Aku mulai makan tanpa menyadari apa yang
kumakan.
Alice bertengger di lengan sofa dan menatap hampa ke
TV seperti yang dilakukan Jasper.
Aku makan dengan pelan, mengamati Alice dan sesekali
melirik Jasper. Aku mulai menyadari bahwa mereka terlalu diam. Mereka tak
pernah berpaling dari layar, meskipun sekarang sedang jeda iklan. Aku mendorong
nampannya, perutku langsung mulas. Alice menatapku.
"Ada apa, Alice?" aku bertanya.
"Tidak ada apa-apa." Matanya lebar,
jujur... dan aku tidak memercayainya.
"Apa yang kita lakukan sekarang?"
"Kita tunggu sampai Carlisle menelepon."
"Dan apakah seharusnya dia sudah menelepon
sekarang?” Aku tahu pertanyaanku nyaris benar.
Tatapan Alice beralih dariku ke telepon di atas tas
kulit kemudian kembali menatapku lagi.
"Apa artinya?" suaraku bergetar, dan aku
berusaha mengendalikannya.
"Kalau dia belum menelepon?"
"Itu artinya mereka tak ada yang perlu mereka beritahukan
pada kita." Tapi suaranya kelewat datar, dan semakin sulit rasanya untuk
bernapas.
Jasper tiba-tiba sudah berada di sebelah Alice, lebih
dekat denganku daripada biasanya.
"Bella," kata Jasper dengan suara
menenangkan yang menuakan. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa. Kau
Benar-benar aman di sini."
"Aku tahu itu.”
"Lalu kenapa kau ketakutan?" tanyanya,
bingung. Ia mungkin merasakan perubahan emosiku, tapi ia tak bisa menebak
maksud di balik itu semua.
"Kaudengar apa yang dikatakan Laurent."
Suaraku hanya bisikan, tapi aku yakin mereka bisa mendengarnya.
"Katanya James sangat berbahaya. Bagaimana kalau
sesuatu berjalan tidak semestinya, dan mereka terpisah? Kalau sesuatu terjadi
pada salah satu dari mereka, Carlisle, Emmett, Edward..." Aku menelan
liurku.
"Kalau si wanita liar itu melukai Esme..."
Suaraku meninggi, kecemasan mulai mewarnainya. "Bagaimana aku bisa terus
hidup sementara semua itu adalah salahku? Tak satu pun dari kalian seharusnya
membahayakan hidup kalian demi aku—"
"Bella, Bella, hentikan," Jasper menyelaku,
kata-katanya mengalir begitu cepat hingga sulit untuk dimengerti.
"Kau mengkhawatirkan hal yang salah, Bella.
Percayalah padaku untuk yang satu ini—tak satu pun dari kami berada dalam
bahaya. Kau hanya terlalu tegang itu saja; jangan ditambah lagi dengan
kekhawatiran yang tidak penting ini. Dengarkan aku!” perintahnya, karena aku
telah memalingkan wajah.
"Keluarga kami kuat. Ketakutan kami satu-satunya
adalah kehilangan dirimu."
“Tapi kenapa kalian harus merasa seperti itu—"
Alice menyela kali ini, menyentuh pipiku dengan jemarinya yang dingin.
"Hampir satu abad lamanya Edward seorang diri. Sekarang dia telah
menemukanmu.
Kau tak bisa melihat perubahan yang kami lihat, kami
telah bersama dengannya untuk waktu yang lama. Kau pikir kami tega melihat ke
dalam matanya selama ratusan tahun yang akan datang bila dia kehilangan dirimu?
Rasa bersalahku perlahan surut saat aku memandang
matanya yang gelap. Tapi meskipun ketenangan menyelimutiku, aku tahu aku tak
bisa memercayai perasaanku selama Jasper ada di sana.
Hari itu berlangsung sangar lama.
Kami tetap di kamar. Alice menelepon front office dan
meminta mereka tidak membereskan kamar kami untuk saat ini. Jendela tetap
tertutup, televisi menyala, meski tak seorang pun menonton. Secara teratur
mereka mengantar makanan untukku. Telepon perak di aras tas Alice sepertinya
tumbuh semakin besar sejalan dengan berlalunya waktu.
Para pengasuhku menghadapi ketegangan lebih baik
dariku. Saat aku mondar-mandir dengan gelisah, mereka hanya bertambah kaku, dua
patung yang matanya tanpa kentara mengikuti gerakku. Aku menyibukkan diri
dengan menghafal ruangan tempatku berada; pola sofa yang bergaris-garis,
cokelat, peach, krem, emas kusam, cokelat lagi.
Kadang-kadang aku memandangi cetakan bermotif yang
abstrak, secara acak mencari bentuk-bentuk di sana, seperti saat aku mencari
bentuk di awan ketika masih kecil. Aku menemukan tangan biru, wanita menyisir
rambutnya, dan kucing yang meregangkan tubuhnya.
Tapi ketika lingkaran merah pucat itu membentuk mata
yang menatap, aku memalingkan wajah.
Ketika petang berganti malam, aku naik ke tempat
tidur, hanya untuk mencari sesuatu yang bisa kulakukan. Aku berharap dengan
berada sendirian dalam kegelapan, aku bisa menyerah pada rasa takut luar biasa yang
menanti di ujung kesadaranku, tak mampu melepaskan diri dari pengawasan Jesper
yang tajam.
Tapi Alice mengikutiku dengan sikap santai,
seolah-olah ia kebetulan juga bosan berada di ruang depan. Aku mulai
bertanya-tanya instruksi seperti apakah tepatnya yang diberikan Edward padanya.
Aku berbaring di tempat tidur, dan ia duduk dengan kaki terlipat di sebelahku.
Awalnya aku mengabaikannya, tiba-tiba merasa cukup
lelah untuk tertidur. Tapi setelah beberapa menit, perasaan panik yang tadi
lenyap karena berada di dekat Jasper, kini mulai unjuk gigi. Dengan cepat aku
melupakan ide untuk tidur, lalu meringkuk sambil memeluk kakiku.
"Alice?" aku bertanya.
"Ya?"
Penutup Novel Twilight – KETIDAKSABARAN Bab 104
Gimana Novel twilight – Port KETIDAKSABARAN Bab 104 ? keren kan ceritanya.
Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan
khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik
tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: