Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 101 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – PERPISAHAN Bab 101
"Yang perempuan ya. Aku tak yakin dengan
Laurent. Mereka tidak punya ikatan kuat—dia bersama mereka hanya demi
kemudahan. James mempermalukannya ketika berada di padang rumput..."
“Tapi James dan wanita itu—mereka akan mencoba
membunuhmu?" tanyaku, suaraku gemetar.
“Bella, jangan berani-berani membuang waktumu untuk
mengkhawatirkan aku. Satu-satunya yang harus kaupikirkan adalah menjaga dirimu
sendiri tetap aman dan – kumohon, kumohon – usahakanlah jangan ceroboh.”
“Apakah dia masih mengikuti?"
“Ya. Meskipun begitu dia takkan menyerang rumah kami.
Tidak malam ini.”
Edward membelok ke jalanan yang tak terlihat. Alice
mengikuti di belakang.
Kami langsung menuju rumah. Lampu-lampu di dalam
menyala terang, tapi nyaris tak dapat menguraikan kegelapan hutan yang rapat.
Emmett telah membukakan pintuku sebelum truk
berhenti; ia menarikku dari jok, meletakkanku bagai bola rugby di dadanya yang
bidang, dan membawaku berlari melewati pintu.
Kami menghambur ke ruangan putih yang luas Edward dan
Alice berada di sisi kami. Semua ada di sana; mereka bangkit berdiri begini
mendengar kami mendekat. Laurent berdiri di tengah mereka. Aku bisa mendengar
geraman pelan Emmet saat ia mendudukkanku di sisi Edward.
"Dia mengikuti kami," ungkap Edward,
menatap galak pada Laurent.
Wajah Laurent tampak muram. "Aku sudah
mengkhawatirkan hal itu."
Alice bergerak anggun ke sisi Jasper dan berbisik di
telinganya; bibirnya bergetar cepat mengucapkan sesuatu yang tak terdengar.
Mereka menaiki tangga bersama-sama.
Rosalie mengamati mereka, kemudian bergerak cepat ke sisi
Emmett. Matanya yang indah penuh cinta dan—ketika beralih enggan menatapku—tampak
marah.
"Apa yang akan dilakukannya?" Carlisle
bertanya kepada Laurent dengan nada waswas.
"Maafkan aku," jawabnya. "Aku
khawatir, ketika anak laki-lakimu tadi membelanya, itu justru memicunya.
"Bisakah kau menghentikannya?" Laurent menggeleng.
"Tak ada yang bisa menghentikan James begitu dia
sudah mulai."
“Kami akan menghentikannya," Emmett berjanji.
Tak ada keraguan di balik maksud perkataannya.
“Kau takkan bisa menaklukkannya. Aku tak pernah
melihat kekuatan seperti yang dimilikinya selama tiga ratus tahun kehidupanku.
Dia sangat mematikan. Itu sebabnya aku bergabung dalam kelompoknya."
Kelompoknya tentu saja, pikirku. Pertunjukan soal
siapa sang pemimpin di lapangan tadi hanya pura-pura. Laurent menggeleng. Ia
melirikku, bingung, kemudian kembali menatap Carlisle.
"Kau yakin ini layak?" Geraman marah Edward
menggema di seluruh ruangan; Laurent langsung ciut.
Carlisle menatap Laurent dingin. "Aku khawatir
kau harus menentukan pilihan."
Laurent mengerti. Ia menimbang-nimbang sebentar. Ia
menatap satu per satu setiap wajah di sana, dan akhirnya menyapu seluruh
ruangan yang terang itu.
"Aku tertarik pada kehidupan yang kauciptakan di
sini. Tapi aku takkan terlibat dalam urusan ini. Aku sama sekali tidak membenci
kalian, tapi aku tidak akan menentang James. Kurasa aku akan menuju
utara—menemui klan yang ada di Denali." Ia ragu-ragu.
"Jangan remehkan James. Dia memiliki pemikiran
yang brilian dan indra yang tak ada tandingannya. Dia sama nyamannya berada
dalam dunia manusia seperti kalian, dan dia tidak akan mendatangi kalian dengan
terang-terangan... Aku minta maaf atas apa yang terjadi di sini. Aku sungguh
menyesal." Ia membungkuk, tapi aku melihatnya melirik bingung lagi ke
arahku.
“Pergilah dalam damai," ujar Carlisle dengan
nada formal.
Laurent kembali memandang sekelilingnya untuk waktu
yang lama, kemudian bergegas keluar.
Keheningan hanya bertahan sebentar.
"Seberapa dekat?" Carlisle menatap Edward.
Esme sudah bergerak; tangannya menekan tombol tak kasat mara di dinding, dan
dengan suara menderu, daun jendela baja besar mulai menutupi dinding kaca. Aku
memandang terkesima.
"Sekitar tiga mil dari sungai; dia sedang
memutar untuk menemui si wanita.”
"Apa rencananya?"
"Kita akan mengalihkan perhatiannya, kemudian
Jasper dan Alice akan membawanya ke selatan."
"Lalu?"
Nada suara Edward terdengar mematikan. "Begitu
Bella aman dari bahaya, kita akan memburu James."
"Kurasa tak ada pilihan lain," Carlisle
menimpali, wajahnya kelam.
Edward berbalik menghadap Rosalie.
"Bawa Bella ke atas dan tukarlah pakaian kalian,"
perintah Edward. Rosalie balas menatapnya dengan tatapan marah dan tak percaya.
"Kenapa aku harus melakukannya?" desisnya.
"Memangnya dia siapaku? Dia hanya membawa sial—
bahaya yang kaupilih untuk kita semua." Aku tersentak mendengar kebengisan
dalam suaranya.
"Rose...," gumam Emmett, sambil meletakkan
satu tangan di bahunya. Rosalie menepisnya.
Tapi aku mengamati Edward dengan hati-hati, teringat
temperamennya yang meledak-ledak, mengkhawatirkan reaksinya.
Ia membuatku terkejut. Ia
berpaling dari Rosalie seolaholah ia tak pernah mengatakan apa-apa, seolah ia
tidak ada.
“Esme?" tanyanya tenang.
“Tentu saja," gumam Esme.
Tak sampai sedetik Esme sudah berada di sisiku,
mengayunkan tubuhku dengan mudah kemudian menggendongku, dan melompati anak
tangga sebelum aku menyadarinya.
"Apa yang kita lakukan?" tanyaku
terengah-engah saat ia menurunkanku di ruangan yang gelap entah di mana di
lantai dua.
"Berusaha mengaburkan aromamu. Tidak akan bertahan
lama, tapi mungkin bisa membantumu melarikan diri." Aku bisa mendengar
suara pakaiannya berjatuhan di lantai.
"Kurasa pakaian Anda takkan muat..." aku ragu,
tapi tangan-tangannya langsung melepaskan T-shirt-ku. Aku bergegas melepaskan
jinsku.
Ia memberi sesuatu padaku, rasanya seperti kaus. Aku
berjuang memasukkan tanganku ke lubang yang tepat. Begitu aku selesai, ia
menyerahkan celana panjangnya. Aku mengenakannya, tapi tak bisa mengeluarkan
kakiku; terlalu panjang.
Dengan mahir ia menggulung ujung lipatannya beberapa kali hingga aku bisa berdiri. Entah bagaimana ia sudah mengenakan pakaianku. Ia menarikku kembali ke tangga, ke tempat Alice berdiri sambil membawa tas kulit kecil. Mereka masing-masing memegang sikuku dan setengah mengangkatku ketika melayang menuruni tangga.
Penutup Novel Twilight – PERPISAHAN Bab 101
Gimana Novel twilight – Port PERPISAHAN Bab 101 ? keren kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa
yang akan terjadi di bab berikutnya. Jangan khawatir kami telah menyiapkannya.
Silahkan baca bab berikutnya dengan mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: