Novel Twilight, ditulis oleh Stepheni Meyer. Novel ini ini terdiri dari 5 seri yaitu Twilight, Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn.
Dalam novel ini
Stepheni Meyer berhasil mengobrak abrik emosi pembaca dengan latar cerita
bangsa manusia, serigala dan vampir. Anda akan menemukan adegan romantis,
permusuhan, perang dan konspirasi dalam novel ini.
Sebelum kamu
membaca terlalu jauh, Admin kembali mengingatkan bahwa membaca novel jangan
dijadikan sebagai kegiatan utama. Ibadah, kerja, belajar dan berbakti kepada
orang tua tetaplah hal yang harus diutamakan.
Ok, Silahkan baca
novel Twilight Bab 76 yang dipersembahkan oleh Admin white novel. Semoga
bisa memberi hiburan, insipirasi dan solusi bagi setiap masalah yang kamu
hadapi.
Baca Novel Twilight – Tekad Yang Kuat Mengalahkan Segala Hambatan Fisik Bab 76
Aku berusaha menarik diri untuk memandang wajahnya, tapi
tangannya mengunci pergelangan tanganku sangat erat.
"Apa—" aku mulai bertanya, tapi tubuhnya
menegang. Aku membeku, namun tiba-tiba ia melepaskan tanganku, lalu menghilang.
Aku nyaris jatuh terjerembab.
"Berbaringlah!" desisnya.
Aku tak bisa mengatakan dari mana datangnya suara itu dalam
kegelapan.
Aku berguling di bawah selimutku, meringkuk miring, seperti
biasanya aku tidur. Aku mendengar pintu terkuak saat Charlie mengintip ke
dalam, memastikan aku berada di tempat seharusnya. Napasku teratur, aku sengaja
melebihlebihkannya.
Saru menit yang panjang berlalu. Aku mendengarkan,
tak yakin apakah aku mendengar pintunya menutup lagi. Kemudian lengan Edward
yang sejuk memelukku di bawah selimut, bibirnya di telingaku.
"Kau aktris yang payah-bisa kubilang karier seperti
itu tidak cocok untukmu."
"Sialan." gumamku. Jantungku berdebar
kencang.
Ia menggumamkan lagu yang tidak kukenal;
kedengarannya seperti lagu nina bobo.
Ia berhenti. "Haruskah aku meninabobokanmu
hingga kau tidur?"
"Yang benar saja," aku tertawa. "Seolah-olah
aku bisa tidur saja sementara kau di sini!"
"Kau melakukannya setiap saat," ia
mengingatkanku.
"Tapi aku tidak tahu kau ada di sini,"
balasku dingin. "Jadi kalau kau tidak ingin tidur...," ujarnya,
mengabaikan kekesalanku. Napasku tertahan.
"Kalau aku tidak ingin tidur...?"
Ia tergelak. "Kalau begitu apa yang ingin
kaulakukan?" Mula-mula aku tak bisa menjawab.
"Aku tidak tahu," jawabku akhirnya.
"Katakan kalau kau sudah memutuskannya."
Aku bisa merasakan napasnya yang sejuk di leherku, merasakan hidungnya meluncur
sepanjang rahangku, menghirup napas.
"Kupikir kau sudah kebal?"
"Hanya karena aku menolak anggur, tidak berarti
aku tak bisa menghargai aromanya," bisiknya.
"Aromamu seperti bunga, mirip lavender... atau
freesia" ujarnya.
"Menggiurkan.”
"Ya, ini hari libur ketika aku tidak membuat
seseorang memberitahuku betapa lezat aromaku." Ia tergelak, lalu mendesah.
"Aku telah memutuskan apa yang ingin
kulakukan," aku memberitahunya.
"Aku mau mendengar lebih banyak tentang
mu."
"Tanyakan apa saja."
Aku memilah pertanyaanku hingga yang paling penting.
"Kenapa kau melakukannya?" kataku.
"Aku masih tidak mengerti bagaimana kau bisa
begitu kuat menyangkal dirimu... yang sebenarnya, tolong jangan salah mengerti,
tentu saja aku senang kau melakukannya. Aku hanya tidak mengerti kenapa kau mau
melakukannya sejak awal." Ia sempat ragu sebelum menjawab.
“Itu pertanyaan bagus, dan kau bukan yang pertama
menanyakannya. Yang lainnya— mayoritas jenis kami yang cukup puas dengan
kelompok kami—mereka, juga, bertanya-tanya bagaimana cara kami hidup. Tapi
dengar, hanya karena kami telah... mendapatkan satu kemampuan... tak berarti
kami tidak bisa memilih untuk mengendalikannya—untuk menaklukkan batasan takdir
yang tak diinginkan oleh satu pun dari kami. Untuk berusaha sebisa mungkin
mempertahankan sisi kemanusiaan apa pun yang kami miliki."
Aku berbaring tak bergerak, terpukau dalam
keheningan.
"Apakah kau tertidur?" ia berbisik setelah
beberapa menit.
"Tidak."
"Cuma itu yang membuatmu penasaran?"
Aku memutar bola mataku. "Tidak juga."
"Apa lagi yang ingin kauketahui?"
"Kenapa kau bisa membaca pikiran—kenapa hanya
kau? Dan Alice melibat masa depan... kenapa itu terjadi?"
Aku merasakannya mengangkat bahu dalam kegelapan.
“Kami tidak benar-benar tahu. Carlisle punya teori... dia
yakin kami semua membawa karakteristik manusia kami yang paling kuat ke
kehidupan berikutnya, dan karakteristik itu menjadi lebih kuat – seperti
pikiran dan indra kami. Menurut dia, aku pasti telah menjadi sangat peka
terhadap pikiran orang-orang di sekitarku. Dan bahwa Alice memiliki indra
keenam, di mana pun dia berada."
“Apa yang dibawa Carlisle dan lainnya ke kehidupan mereka
berikutnya?:
“Carlisle membawa kebaikan hatinya. Esme membawa
kemampuannya untuk mencintai sepenuh hati. Emmett membawa kekuatannya,
Rosalie... keteguhannya. Atau kau bisa menyebutnya sifat keras kepala," ia
tergelak.
"Jasper sangat menarik. Dia cukup memiliki
karisma dalam kehidupan awalnya, mampu memengaruhi orang-orang di sekitarnya
untuk melihat lewat sudut pandangnya. Sekarang dia mampu memanipulasi emosi
orang-orang di sekelilingnya—menenangkan seruangan penuh orang yang sedang
marah, contohnya, atau di sisi lain membuat kerumunan orang yang letih jadi
bersemangat. Karunia
yang sangat unik."
Aku membayangkan kemustahilan yang digambarkannya,
mencoba memahaminya. Ia menunggu dengan sabar sementara aku berpikir.
"Jadi, dari mana ini semua
bermula? Maksudku, Carlisle mengubahmu, dan seseorang pasti juga telah
mengubahnya, dan seterusnya..."
"Well,
dari mana asalmu? Evolusi? Penciptaan? Tidak mungkinkah kami berkembang dengan
cara yang sama seperti spesies lainnya, entah itu pemangsa atau mangsanya? Atau
kalau kau tidak percaya dunia ini mungkin saja terjadi dengan sendirinya, yang
mana aku sendiri sulit memercayainya, apakah begitu sulit untuk memercayai
bahwa kekuatan yang sama yang menciptakan angelfish juga hiu, bayi anjing laut,
dan paus pembunuh, juga bisa menciptakan kedua jenis kita?” "Biar
kuluruskan—aku bayi anjing lautnya, kan?”
"Benar." Ia tertawa, dan sesuatu menyentuh
rambutku— bibirnya?
Aku ingin berbalik menghadapnya, untuk memastikan apakah
benar bibirnya yang menyentuh rambutku. Tapi aku harus bersikap tenang: aku tak
ingin membuat ini lebih sulit baginya daripada sekarang.
Penutup Novel Twilight – Tekad
Yang Kuat Mengalahkan Segala Hambatan Fisik Bab 76
Gimana Novel twilight – Port Tekad Yang Kuat Mengalahkan Segala
Hambatan Fisik Bab 76 ? keren
kan ceritanya. Tentunya kamu penasaran apa yang akan terjadi di bab berikutnya.
Jangan khawatir kami telah menyiapkannya. Silahkan baca bab berikutnya dengan
mengklik tombol navigasi bab di bawah ini.
0 comments: